Senin, 09 Januari 2017

Mas Panji Uber Kena Tilang



Tanggal 9 Januari 2017 saya naik Uber dari rumah anak di Bintaro ke kantor USAID Prioritas di Gedung Ratu Plaza.  Waktunya sangat mepet. Saya berangkat dari Bintaro pukul 07.42 dan harus sampai di Ratu Plaza sebelum jam 09.00, karena rapat USAID Prioritas pukul 09.00.  Sebenarnya saya ingin berangkat lebih pagi, bahkan sudah selesai sarapan pagi pukul 06.50.  Namun demikian ketika membuka aplikasi uber, muncul ongkos uber 1,5 kali.  Saya tunggu beberapa menit, ongkos justru naik menjadi 1,6 dan bahkan 1,8 kali.  Nah ketika ongkos kembali turun menjadi 1,5 kali,segera saja saya setujui dengan menekan tombol accept.

Sekitar pukul 07.41 mobil datang dan sopirnya masih sangat muda bernama Mas Panji. Pukul 07.42 kami meluncur dengan jalan yang cukup padat.  Saya sedikit kawatir terlambat ketika sampai di daerah Tanah Kusir, dekat makam, lalu lintas sangat padat dan bahkan beberapa kali berhenti. Untunglah ketika masuk ke wilayah Pakubuwono lalulintas lancar.   Pukul 08.48  mobil masuk jl Hanglekir dan lalu lintas lancar, sehingga saya tenang.  Saya memberi informasi kalau mobil harus memutar di jl Soekarno Hatta, karena dari jalan depan Univ Dr. Moetopo Beragama tidak boleh lurus. Ketika mobil memutar di jl Soekarno Hatta saya melihat arloji menunjukkan pukul 08.50.  Alhamdulillah, saya yakin tidak akan terlambat rapat.

Pukul 08.57 mobil masuk ke jl Soedirman, saya memberitahu Mas Panji agar mengambil jalur kiri, karena sudah dekat ke gedung Ratu Plaza.  Tiba-tiba ada polisi yang muda memberhentikan.  Mas Panji berguman “ada apa ya?”.   Setelah mobil minggi mas Panji membuka kaca jendela, Pak Polisi datang dengan sopan memberi salam “selamat pagi, maaf mengganggu”.  Mas Panji bertanya: “ada apa pak?”. Pak Polisi menjawab: “Hari ini tanggal 7, tanggal ganjil”.

Ternyata Mas Panji menjawb “bukan tanggal 9 pak”.  Ternyata Mas Panji kena aturan “ganjil-genap”.  Nomor plat mobil Mas Panji genap, sedangkan hari itu tanggal 9, sehingga hanya mobil berpelat nomor gasal yang boleh melintas di jl Soedirman.  Kalau tidak salah Pak Polisi meminta STN mobil dan SIM Mas Panji.

Setelah Mas Panji mengerti kesalahannya, Pak Polisi memberitahu kalau akan memberi tilang dengan menunjukkan buku tilang.  Buku dibuka pada lembaran berwarna biru muda dan Pak Polisi menunjukkan kolom yang memuat jenis kesalahan “melanggar rambu”, pasal yang dilanggar dan jumlah denda yang harus dibayar. Pak Polisi menyebutkan, kalau Mas Panji dapat membayar di BRI dengan jumlah yang tertera di tabel di buku tilang.

Sepertinya Mas Panji ingin membayar ke Pak Polisi, sehingga menanyakan: “apakah tidak bisa membayar disini”.  Saya tidak begitu jelas, apa jawaban Pak Polisi.  Yang saya dengar Pak Polisi mengatakan “hat-hati dan mohon tidak lupa aturan ganjil-genap”.  Maka akhirnya Mas Panji “menyelesaikan” pelanggaran tilang disitu dan segera mengantar saya ke Ratu Plaza.  Tepat pukul 09.00 saya turun dari mobil dan segera naik lift untuk mengejar rapat.

Sambil jalan saya berpikir, ternyata pola pembayaran lewat bank yang bertujuan agar pelanggar lebih mudah melakukan pembayaran masih juga dapat selesai di lapangan.  Saya tidak ingat betul angka yang ditunjuk Pak Polisi berapa denda yang harus dibayar di BRI oleh Mas Panji.  Saya juga tidak tahu, kalau dibayar ke BRI apakah SIM Mas Panji tetap ditahan atau dikembalikan.  Kalau ditahan bagaimana mengambilnya.  Kalau diberikan bagaimana kalau Mas Panji tidak mau membayar.

Memikirkan itu, saya teringat cerita kawan yang lama tinggal di negara maju.  Menurut teman tadi, jika mobil melanggar rabu dan terekam oleh camera di jalan, pemilik mobil akan dikirimi surat pemberitahuan pelanggaran itu lengkap dengan foto dan denda yang harus dibayar ke bank serta batas akhir pembayaran.  Jika pembayaran mundur akan kena tambahan denda dan jika tidak dibayar, akan diakumulasi saat pembayaran pajak mobil.  Apakah fenomena yang dilakukan Mas Panji juga terjadi di negara itu?  Saya tidak tahu.  Semoga pembayaran denda ke bank dapat memperbaiki pola tilang yang sebelumnya banyak dikeluhkan orang.