Kamis, 27 Juli 2023

VIETNAM MENJADI PERHATIAN DUNIA

Akhir-akhir ini Vietnam menjadi perbincangan masyarakat internasional.  Banyak barang yang aslinya produk Jepang, Korea Selatan dan beberapa negara maju lainnya, kini dengan merk yang sama tetapi dibuat atau dirakit di Vietnam. Dalam dunia olahraga, Vietnam juga sudah diperhitungkan, paling tidak di tingat Asean. Beberapa orang Vietnam juga sudah mulai menjadi tenaga profesional di lembaga internasional, walaupun belum menduduki jabatan strategis.  Pada hal kita tahu, dibanding negara-negara di Asean lainnya (kecuali Myanmar), Vietnam termasuk paling belakang memulai pembangunan, setelah dilanda peperangan.  Seorang kawan mengatakan, Vietnam itu seperti raksasa yang baru bangun tidur terus menggeliat mengagetkan orang di sekitarnya.

Dalam bidang pendidikan, hasil harmonized test score siswa Vietnam juga mengagetkan bahwa ahli.  Gambar berikut menunjukkan harmonized test score siswa Vietnam melampaui negara-negara di Asean, keculai Singapore yang memang terkenal memiliki pendidikan dengan mutu sangat baik.  Hasil tersebut juga melampaui  China, Turkey, Argentina, India dan Afrika Selatan.  Pada hal dari sisi ekonomi yang diindikatori dengan GDP per kapita Vietnam lebih miskin dari negara-negara tersebut.  Jika mutu SDM merupakan salah satu faktor kemajuan bangsa dan pendidikan merupakan salah satu pilar utama peningkatan mutu pendidikan, maka apa yang terjadi di Vietnam menarik untuk dikaji. Majalah The Economist 29 Juli 2023 secara khusus membahas masalah tersebut.


Dari berbagai bacaan dan pengamatan ketika berkunjung ke Vietnam, berikut ini yang saya duga menjadi faktor utama mengapa mutu pendidikan di Vietnam sangat baik.

 

1.   Rasa Percaya Diri Orang Vietnam Sangat Tinggi

Kalau kita bertemu dan berdiskusi dengan teman dari Vietnam, kita akan merasakan bertapa orang Vietnam sangat percaya diri.  Mereka mengakui bahwa negaranya miskin tetapi yakin akan pada saatnya akan menjadi negara besar.  Mereka sering membanggakan bahwa hanya bangsa Vietnam mampu mengalahkan negara besar, yaitu Amerikan Serikat.  Dan ternyata itu memang secara sistematis ditumbuhkan di sekolah.  Cerita dalam Perang, bahwa tentara bersama-sama rakyat Vietnam mampu mengusir Amerika Serikat telah menjadi pengetahuan anak-anak kecil. Guru setingkat SD sepertinya secara sistematis menanamkan pengetahuan tersebut, sehingga menumbuhkan rasa percara diri pada siswanya. Kalau meminjam istilah yang digunakan oleh Carrol Dweck, pendidikan di Vietnam sejak di tingkat bawah sudah menumbuhkan growth mindset, yang sangat penting dalam mengembangkan diri selanjutnya.

 

2.  Walaupun Masih Miskin, tetapi Kesadaran akan Pentingnya Pendidikan Sangat Bagus Di Masyarakat Vietnam. 

Walaupun miskin orang Vietnam ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang bermutu.  Oleh karena itu akan berusaha dengan segala cara agar anaknya dapat masuk ke sekolah yang diyakini bermutu bagus. Mungkin itu diilhami oleh ungkapan Ho Chi Minh, founding father Vietnam yang mengatakan “For the sake of ten years’ benefit, we must plant trees. For the sake of a hundred years’ benefit, we must cultivate the people”.  Sebenarnya ungkapan tersebut bukan asli dari Ho Chi Minh, karena sama dengan ungkapa di China.  Namun karena siswi masyarakat di Vietnam sangat paternalistik, mereka meyakini itu pesan dari Sang Pendiri Negaranya.

 

Kesadaran masyarakat tersebut akhir-akhir ini dikapitalisasi oleh kebijakan pemerintah, dengan mengatakan bahwa orangtua harus bergandeng tangan dengan sekolah dalam menangani pendidikan.  Orang tua harus dengan sungguh-sungguh memantau dan bahkan mendampingi anaknya belajar.  Mungkin juga ini diilhami oleh pengalaman Shanghai yang juga melibatkan secara aktif orang tua dalam proses pendidikan dan terbukti mampu meningkatkan mutu pendidikan.

 

3.     Pembelajaran di Sekolah Sangat Efektif.

Ketika berkunjung ke sekolah-sekolah di Vietman kita akan menyaksikan betapa efektifya proses pembelajaran di kelas.  Tampak sekali guru sangat sungguh-sungguh dalam bekerja membimbing muridnya.  Improvisasi guru di kelas juga sangat mengesankan. Mereka berani keluar dari pakem mengajar agar siswanya menikmati situasi pembelajaran.  Tampaknya manajemen sekolah juga memberi keleluasaan kepada guru untuk berimprovisasi dalam mengajar. dan

Apakah pendidikan gurunya sangat  tinggi?  Ternyata tidak. Bahkan banyak guru yang latar belakang pendidikannya belum sarjana.  Pelatihan yang dilakukan secara rutin, pengelolaan guru yang dilaksanakan secara baik dan kesungguhkan bekerja sebagai bagian dari pemerintah, tampaknya membuat kinerja guru sangat baik.

 

4.     Manajemen Pendidikan Terpusat dan Efektif. 

Manajemen pendidikan di Vietnam terpusat dan sangat ketat kontrolnya.  Penggunaan anggaran di Vietnam dikontrol dengan ketat.  Waktu ngobrol dengan beberapa kepala sekolah, saya mendapatkan kesan anggaran sekolah benar-benar diarahkan ke proses pembelajaran, bukan sarana fisik.  Oleh karena itu jika dilihat tampilan luarnya, gedung sekolah dan bahkan kampus perguruan tinggi di Vietnam termasuk sangat sederhana.  Namun peralatan yang digunakan oleh guru dalam mengajar cukup baik.

Sabtu, 22 Juli 2023

SEKOKAH NEGERI VS SWASTA SEMAKIN TIDAK RELEVAN

 Beberapa hari lalu, sebuah stasiun radio di Surabaya mendiskuasikan PPDB (Penerimaan Peserta DIdik Baru) dengan sistem zonasi yang tahun ini banyak menimbulkan masalah di berbagai daerah.  Banyak orangtua yang protes karena anaknya tidak diterima, pada hal merasa sekolahnya dekat dengan sekolah yang dituju.  Yang diterima justru anak dari yang rumahnya lebih jauh dari sekolah. Di tivi bahkan ditunjukkan adanya orang yang membawa meteran untuk mengukur jarak rumahnya dengan sekolah. Mungkin untuk mendramatisasi bahwa rumahnya hanya beberapa meter dari sekolah tetapi anaknya tidak diterima.

Dari berbagai informasi kemudian diketahui bahwa banyak orang tua yang “kreatif”.  Karena jarak antara rumah dan sekolah menjadi pertimbangan utama diterima-tidaknya dalam PPDB, mereka mencari akal agar “jarak rumahnya dengan sekolah dekat”.  Karena tidak mungkin memindah rumah, maka yang mungkin memindah alamat.  Karena tidak mudah memindah alamat seluruh keluarga, maka yang lebih mudah memindah alamat si anak, dengan cara menitipkan anaknya ke keluarga atau teman yang dekat dengan sekolah yang dituju, walaupun dalam kehidupan sehari-hari sebenarnta anak tersebut tetap tinggal di rumah aslinya.  Muncullah istilah “titip alamat”.

Beberapa hari kemudian stasiun radio yang sama mendiskusikan mengapa banyak SD negeri tidak mendapatkan siswa baru, pada hal gratis. Sementara SD swasta yang lokasinya tidak jauh dari situ tetap mendapatkan siswa baru bahkan beberapa diantaranya menolak pendaftar, walaupun mereka menarik SPP cukup mahal.  Ketika dibuka tanggapan dari pendengar, ternyata muncul pendapat yang berbeda apakah memilih sekolah negeri atau swasta.  Ada yang mengutamakan sekolah negeri karena gratis dengan catatan mutunya baik.  Ada yang mengutamakan mutu walaupun harus membayar. Negeri swasta tidak menjadi pertimbangan.

Merenungi kedua diskusi di radio itu sungguh menarik.  Ketika belum ada sistem zonasi dan saat itu masih ada UN (ujian nasional), sekolah negeri yang mutunya bagus menjadi rebutan.  Bahwa orang tua rela menyumbang sekolah dengan nilai cukup besar agar anaknya diterima. Ketika sumbangan seperti itu dilarang, banyak sekolah yang kreatif.   Yang menerima sumbangan bukan sekolah tetapi Komite Sekolah (organisasi persatuan orangtua siswa).  Nanti Komite yang membelikan sesuatu atau mengadakan acara tertentu untuk sekolah.

Sekolah swasta lebih bebas menarik sumbangan.  Jadi umumnya sekolah swasta yang mutunya bagus menarik sumbangan yang cukup besar dan toh tetap saja pendaftaranya banyak.  Sementara sekolah swasta yang kurang bermutu seringkali kesulitan mendapatkan siswa, walaupun SPP-nya rendah.  Sekolah seperti itu yang protes ketika sekolah negeri menambah kuota siswa baru karena dianggap “mengambil” peluangnya.

Apa yang sebenanya terjadi? Menurut saya fenomena tersebut menunjukkan adanya gejala segmentasi masyarakat dalam memilih sekolah bagi anaknya, seperti pada gambar berikut.

Orangtua yang sangat penduli pada pendidikan anaknya akan berusaha mencari sekolah yang diyakini baik, demi masa depan anaknya.  Negeri atau swasta tidak penting.  Bagi yang kaya, mereka akan memilih sekolah “terbaik” walaupun harus membayar mahal.  Di di daerah tempat tinggalnya sekolah yang diinginkan tidak ada, mereka akan mengirim anaknya ke daerah lain atau bahkan ke luar negeri.   Itulah, mengapa banyak orangtua yang menyekolahkan anaknya di kota lain atau di negara lain.

Bagi mereka yang ekonominya terbatas tetapi peduli pendidikan anaknya, mereka akan berusaha memasukkan ke sekolah negeri yang mutunya baik, karena gratis. Jika itu tidak mungkin mereka akan mencari sekolah swasta yang mutunya cukup baik, dan SPP-nya terjangkau.

Orangtua yang kaya tetapi kurang peduli pada mutu pendidikan, biasanya memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit atau sekolah yang bergengsi. Negeri swasta tidak penting. Membayar mahal juga tidak masalah, toh ada uang untuk itu.   Orangtua yang secara ekonomi kurang baik dan juga tidak peduli pada pendidikan, akan mengirim anaknya ke sekolah terdekat yang gratis atau murah.  Yang penting anaknya bersekolah, mutunya tidak penting.