Sejak tahun lalu saya dan beberapa teman membantu OIKN (Otorita Ibu Kota Negara) untuk menyusun Peta Jalan Pendidikan. Sampai saat belum final, karena berbagai kendala. Untuk menyusun itu beberapa kali saya mengunjungi IKN, yang terletak di Kecamatan Sepaku. Konon nantinya wilayah IKN mencakup dua atau tiga kabupaten, karena memang lokasinya ada di perbatasan. Bahkan nanti IKN punya wilayah yang merupakan laut.
Dalam
Rencana Induk IKN dan beberapa dokumen lainnya, tampak sekali IKN dirancang
menjadi kota modern, green city, green energy dan sebagainya. Bangunan yang sekarang sudah berdiri cukup banyak
dan memang dirancang sebagai bangunan sangat-sangat modern-futuristik, tertata
sangat bagus dan sangat indah. Kalau besuk sudah jadi, mungkin lebih indah dari
ibukota negara lain, misalnya Putrajaya Malaysia, bahkan lebih indah dibanding
London ataupun Paris.
Di
kompleks KIPP (Kawasan Inti Pusat Pemerintahan – kalau tidak salah begitu), cukup
banyak apartemen untuk hunian untuk ASN/karyawan yang akan boyongan dari
Jakarta. Logis, karena ASN dari Jakarta tentu
memerlukan tempat tinggal ketika harus pindah ke IKN. Bangunan apartemen, termasuk mebeleir dan
perlengkapan lain juga sangat modern.
Sudah lengkap, ibaratnya ASN cukup membawa koper kalau pindah ke
IKN. Saya pernah masuk ke salah satu
apartmen untuk Eselon II (setara direktur), sangat luas, dengan tiga kamar
tidur yang sudah lengkap.
Namun
ketika kita keluar dari KIPP, masuk ke pedesaan asli atau bahkan ibukota
Kecamatan Sepaku, kondisinya njomplang.
Kondisi rumah, lingkungan masih sangat mirip dengan pedesaan yang belum banyak
tersentuh pembangunan. Wajar, karena
memang sebelum ada IKN daerah tersebut merupakan daerah yang jauh dari kota,
walaupun sebenarnya merupakan lintasan Banjarmasin-Samarinda. Mungkin kondisi Pasar Sepaku dapat merupakan
satu gambaran, seperti apa tingkat kemajuan sebelum ada IKN.
Di
KIPP sedang dibangun kompleks sekolahan baru. Saya belum pernah melihat desainnya,
tetapi kalau melihat bangunan sekitar dan mendengarkan penjelasan para pimpinan
IKN, sekolah tersebut akan merupakan sekolah modern, yang disiapkan untuk anak-anak
ASN yang datang dari Jakarta. Wajar,
karena untuk mendorong ASN mau pindah ke IKN dan membawa keluarga, agar dapat
bekerja dengan tenang, harus disediakan sekolah untuk anak-anaknya. Nah,
sekolah tersebut harus setara dengan sekolah-sekolah di Jakarta.
Bagaimana
keadaan sekolah di luar KIPP, tempat masyarakat Sepaku menyekolahkan anak-anaknya? Rasanya masih belum maju, baik kondisi fisik
maupun proses pembelajaran. Masih
seperti layaknya sekolah di daerah pedesaan atau pinggiran kota kabupaten. Merurut
saya, yang memang begitu umumnya pendidikan di luar kota kabupaten.
Sebagai
orang yang menekuni pendidikan dan diminta bantuan untuk menyusun Peta Jalan
Pendidikan IKN, yang bergelayut di benak saya, bagaimana memperkecil gap pendidikan
antara anak-anak setempat dengan anak-anak ASN yang pindah dari Jakarta. Anak-anak ASN berbudaya Jakarta dan
bersekolah di sekolah yang modern di KIPP. Sementara anak-anak setempat
berbudaya lokal yang mungkin sangat berbeda dengan budaya Jakarta dan bersekolah
di sekolah yang jauh lebih sederhana.
Memikirkan
itu, saya jadi teringat kejadian sekitar tahun 2011. Saat itu, saya mengamati
fenomena di Surabaya Barat yang menurut saya tidak sehat secara sosiologis. Di masa lalu, kampung di Surabaya Barat, tepatnya
Surabaya Baratdaya, hanya di pinggir jalan dari Kedurus ke Menganti. Di sebelah utara kampung merupakan tegal milik
orang kampung yang kering yang biasanya ditanami Singkong saat musin hujan. Di
sebelah Selatan kampung merupakan sawah milik orang kampung yang ditanami padi.
Nah di tahun 2011, daerah tegal berubah menjadi kompleks perumahan mewah plus
sekolah modern, bahkan adan universitas swasta yang bergengsi. Sawah di sekolah
selatan juga menjadi kompleks perubahan baru yang bagus walaupun tidak semewah
yang utara.
Tentu
penghuni perumahan sebelah utara maupun selatan, umumnya merupakan pendatang baru
secara ekonomi lebih baik, secara sosial juga lebih baik dibanding penduduk
asli kampung. Bagaimana agar kedua masyarakat tersebut tidak terjadi
kecemburuan? Pertama, bagaimana anak-anak
kampung mendapatkan pendidikan yang baik dan bagaimana caranya agar ada wahana
untuk dapat bertemunya anak-anak dari dua masyarakat tersebut. Itulah sebabanya
Unesa membangun Lan School di kampus Lidah Wetan yang dapat menjadi tempat belajar
anak-anak kampung dengan pendidikan yang baik.
Disamping itu di kampus dibuat hutan kota dengan berbagai ragam tanaman agar
dapat menjadi tempat belajar Biologi bagi anak-anak perumahan dan anak-anak
kampung, dengan harapan mereka dapat bertemu dalam situasi belajar yang lebih
rileks.