Selasa, 22 Februari 2011

MASIH PERLUKAH PEMISAHAN PENDIDIKAN FORMAL, NON FORMAL DAN INFORMAL?

John Seely Brown yang memberi kata pengatar buku Rethinking Education in the Age of Technology, tulisan Allan Collins dan Richard Halverson (Teachers College Press, 2009) menyatakan: “I am not saying that this kind of learning will replace schooling, but it does allow new forms of both formal and informal learning to emerge around the edges of formal schooling”. Ungkapan tersebut ternyata merupakan rangkuman dan bahkan salah satu point penting dari buku tersebut. Dan bagi kita yang menekuni dunia pendidikan, ungkapan tersebut perlu direnungkan, karena gejalanya juga kita rasakan di Indonesia.

Dengan mengambil contoh di Amerika Serikat, buku tersebut membeberkan fenomena yang sangat menarik. Jamal dari Bermuda yang sangat tertarik saat mengikuti matapelajaran Computer Science di sekolah menengah dan kemudian membaca beberapa buku tentang web design dan berkorespondensi dengan beberapa pengarang via internet. Selesai mengikuti matapelajaran tersebut, Jamal merasa sudah memiliki kemampuan merancang web, kemudian memulai bisnis Web Design dan berhasil.

Contoh lain yang ditunjukkan adalah dari Seymour Papert terhadap cucunya yang berusia 3 tahun yang senang dinosaurus. Orangtuanya membelikan banyak video tentang dinosaurus dan ternyata anak tersebut sungat tahu banyak tentang dinosaurus ketimbang kakeknya, walau dia belum dapat membaca. Masih banyak contoh lain dan sebenarnya juga banyak fenomena seperti itu di Indonesia dan bahkan di sekitar kita.

Apa inti dari fenomena itu? Sekolah bukan satu-satunya tempat untuk belajar. Orang dapat belajar di banyak tempat di luar sekolah. Misalnya melalui kursus, seminar, membaca buku, internet, belajar secara informal kepada orang lain dan sebagainya.

Saya pernah bertanya kepada beberapa teman yang bekerja di perusahaan, pengusaha dan kantor pemerintah: “Berapa persen matapelajaran atau matakuliah dulu cocok dengan apa yang dikerjakan saat ini?”. Hampir tidak ada yang menjawab lebih dari 50%, walaupun profesi mereka berbeda-beda. Lantas ketika “dari mana didapat bekal untuk menangani pekerjaan sekarang ini?”. Jawabannya yang muncul “ya belajar sendiri dan bertanya kepada orang yang lebih ahli”. Artinya, mereka itu mendapatkan pengetahuan dan kemampuan tambahan di luar sekolah.

Nah, bagaimanakan di masa depan? Apakah di era teknologi informasi fenomena tersebut akan berlanjut? Akan semakin kuat atau melemah? Di era teknologi digital seperti sekarang ini, informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Internet kini merupakan salah satu sumber informasi yang nyaris tidak terbatas. Kata anak muda sekarang, pengin tahu sesuatu? Tanya saja ke Google yang mampu memberikan sangat banyak, kadang-kadang ribuan sumber informasi yang sedang kita cari.

Dari internet kita juga dengan mudah mendapatkan panduan untuk mengerjakan sesuatu. Jika kucing kita sakit, kita dapat memperoleh petunjuk untuk mengetahuan sakitnya apa dan apa obatnya dan kemana mendapatkan obat tersebut. Jika ingin pergi ke suatu tempat, kita dapat memperoleh panduan beberapa alternative jalur yang dilewati dan kendaraan umum yang digunakan. Sepertinya internet dapat menjadi sumber informasi dalam berbagai hal. Dan, semakin canggih teknologi diduga jenis dan kedalaman informasi seperti itu juga akan semakin baik.

Nah, jika informasi dapat diperoleh dengan mudah di luar sekolah, apakah sekolah masih diperlukan? Saya yakin, sekolah tetap diperlukan karena sekolah bukan sekedar tempat mencari informasi. Sekolah adalah tempat anak memperoleh pendidikan secara utuh. Namun, ke depan persekolahan harus melakukan perubahan mendasar. Pemisahan kelembagaan antara pendidikan formal, non formal dan informal harus ditinjau kembali. Perlu dipikirkan pola pendidikan yang lebih luwes yang dapat memberi “pintu integrasi” antara ketiga jalur pendidikan tersebut. Pengetahuan dan kompetensi yang diperoleh di pendidikan informal dan non formal seharusnya dapat “diakui” pada jalur pendidikan formal. Siswa di sekolah (pendidikan formal) perlu diberi peluang untuk mengambil “sebagian kurikulum” melalui jalur pendidikan non formal atau informal. Tentu dengan bukti sudah menguasai kompetensi yang ditentukan.

Tidak ada komentar: