Minggu, 02 Desember 2012

KERETA API HANYA BERHENTI 1 MENIT


Saya ke Jepang bersama rombongan kesenian, baik dosen maupun mahasiswa bulan Nopember 2012 ini.  Mereka pentas di beberapa universitas dan juga di Togo Town (semacam kantor kabupaten untuk Indonesia).  Tentu saja mereka membawa seabrek peralatan musik dan tari.  Dan itulah yang membuat kami repot dalam perjalanan.  Saat check in pesawat memerlukan waktu lama, dan bahkan memerlukan packing khusus.

Yang membuat kami deg-degan adalah saat harus membawa seabreg peralatan tersebut naik kereta api cepat (namanya saya lupa) dari Tokyo ke Nagoya. Konon jaraknya Tokyo-Nagoya sekitar sama dengan Surabaya-Jogya dan itu hanya ditempuh kurang dari dua jam.  Mengapa deg-degan? Bukan karena takut akan kecepatannya terus mabuk atau tabrakan. Tetapi karena,menurut informasi kereta api di Jepang hanya berhenti selama satu menit di stasiun.  Kami bingung bagaimana menaikkan peralatan yang begitu banyak dalam satu menit.  Di Indonesia, kereta api cepat sekelas Argobromo Anggrek berhenti sekitar 10 menit di stasiun yang dilewati.

Memang ini bukan yang pertama saya ke Jepang.  Tetapi baru kali ini naik kereta api dan membawa seabreg barang.  Untuk mendapatkan akal, kami datang  ke stasiun sekitar 2 jam sebelum jadwal keberangkatan.  Maksudnya untuk mempelajari situasi dan mencari akal bagaimana dapat menaikkan seabreg peralatan dalam satu menit.  Saya juga ingin tahu seperti apa kebiasaan penumpang kerata api di Jepang. 

Ternyata semua kereta api yang lewat di stasiun itu adalah kereta listrik, yang di Indonesia biasa disebut KRL.  Di peron stasiun terdapat papan elektronik yang memuat kereka api apa yang akan datang dengan jam kedatangannya.  Di setiap peron hanya tercantum tiga kereta api yang segera datang. Setelah kereta datang dan berangkat lagi, namanya terhapus digantikan kereta berikutnya. Dan selama dua jam saya di peron, semua kereta api datang tepat waktu dan betul hanya berhenti selama satu menit, langsung berangkat.

Calon penumpang baru masuk peron hanya beberapa menit sebelum kereta api datang, sehingga peron terlihat sepi.  Mungkin mereka yakin kereta api datang tepat waktu, sehingga berani datang tepat waktu juga.  Ungkapan bahwa orang Jepang on time dan bukan in time ternyata terbukti benar.  Konon kalau ada orang datang ke acara terlalu awal, di Jepang dianggap orang “tidak punya pekerjaan atau memboroskan waktu”, sedangkan jika datang terlambat dianggap orang tidak mengerti aturan.

Memang ada beberapa calon penumpang yang sudah datang di peron agak lama sebelum kereta aspi datang.  Tapi jumlahnya tidak banyak dan umumnya mereka langsung duduk di bangku yang tersedia dan terus membaca.   Ada juga beberapa calon penumpang yang membuka laptop. Saya mencoba melirik apa yang dikerjakan dengan laptopnya.  Sayangnya koran yang dibaca maupun layar laptop tersebut memuat huruf kanji, sehingga saya tidak mengerti mereka membaca apa atau mengerjakan apa. 

Pada umumnya mereka berpakaian rapi dan sebagian besar memakai jas.  Jasnya rata-rata warna gelap, sehingga terkesan sangat formal.  Pak Nasution, seorang teman yang lama tinggal di Jepang memberi tahu bahwa standar pakai kantor di Jepang memang jas, sehingga mungkin sekali mereka baru pulang dari kantor.  Memang waktu itu sekitar jam 17an waktu setempat.

Posisi berhenti kereta api sudah diatur dengan baik sekali.  Di peron ada tanda posisi pintu kereta api dengan indikator nomer gerbong.  Disitu ada pagar pendek dengan pintu geser.  Ketika kereta api datang dan bertenti tepat seperti posisi yang diberi tanda, pintu pagar tersebut terbuka tepat bersamaan dengan terbukanya pintu gerbong kereta api.  Di lantai peron dekat pintu geser tersebut terdapat tanda garis putih berbentu kotak.  Ternyata itu untuk tempat penumpang antre sebelum masuk kereta api.  Calon penumpang datang ke peron, umumnya langsung antre di kotak tersebut.

Saya mengamati penumpang kereta api tidak banyak.  Jumlah penumpang yang masuk untuk satu pintu sekitar 5-15 orang.  Masih ada waktu pintu masih terbuka, tetapi tidak ada lagi penumpang masuk.   Jika masih ada penumpang lain, saya hitung dalam satu menit setiap pintu dapat dilewati/dimasuki sekitar 25 penumpang.

Namun itu perhitungan kalau penumpang tidak membawa barang bawaan seperti penumpang di Jepang yang pada umumnya hanya membawa tas kantor.  Bagaimana dengan rombongan Unesa yang membawa alat-lat music seabreg?   Saya coba perkirakan, mungkin satu menit pintu terbuka hanya dapat masuk sekitar 10 orang.  Pada hal jumlah rombongan 29 orang.

Seperti di Indonesia, gerbong kereta api di Jepang punya dua pintu pada setiap sisi dan keduanya untuk pintu masuk. Kalau begitu dua pintu hanya mampu dilewati sekitar 20 orang dengan membawa peralatan musik.  Nah, apa boleh buat kami harus mencari akal dan harus bisa. 

Sesuai tiket yang kami beli, kami berada dalam satu gerbong.  Tapi agar semua rombongan dapat masuk gerbong dalam satu menit, terpaksa kami masuk melalui empat pintu.  Dua pintu di gerbong yang akan kami tempati, satu pintu gerbong di depannya dan satu pintu gerbong di belakangnya.  Setelah masuk, kemudian berjalan pindah ke gerbong yang sesuai dengan nomor tiket.  Dan alhamdulillah, kami berhasil dengan akal itu. 

Sukses mengakali kereta api yang berhenti hanya satu menit.  Namun dilihat penumpang lain.  Di samping wajah kami memang berbeda dengan orang Jepang, sehingga dianggap asing.  Mungkin cara kami naik dan pindah gerbong dianggap aneh.  Untungnya tidak ada yang mengolokkan.  Atau mungkin ada, tetapi tentu dengan bahasa Jepang, sehingga kami tidak mengerti. 

Tentu kami segera mencari tempat duduk.  Seperti informasi yang saya dapatkan, penumpang kereta api di Jepang umumnya membaca atau tidur atau membuka laptop.  Di kereta api itu sebagian besar tidur, mungkin capai karena pulang kerja.  Mengikuti petunjuk teman yang lama tinggal di Jepang, kami usahakan diam selama perjalanan.  Kalau terpaksa ngobrol dengan teman sebelah ya pelan-pelan.

Apa yang dapat dipetik dari pengalaman tersebut?  Tepat waktunya jadwal kerena, sehingga penumpang dapat mengatur waktunya.  Posisi berhenti gerbong yang sudah diatur baku, sehingga penumpang dpt mengetahui dimana harus menunggu.  Displin penumpang antre saat naik maupun turun.  Kereta yang sunyi, sehingga penumpang dapat tidur dengan nyenyak. 

2 komentar:

alrisjualan mengatakan...

Wah tulisannya mantap pak. Semangat kerja orang Jepang dan tertibnya boleh jadi motivasi kita. Salam kenal.

alrisjualan mengatakan...

Boleh berkunjung ke blog saya pak. Tapi udah lama gak diupdate.
http://alrisblog.wordpress.com