Senin, 12 Juli 2021

TERNYATA ILMU ITU ADA MAZHABNYA

 

Minggu lalu bimbingan saya, Pak Ali Mustofa-dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ujian terbuka di program studi S3 Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya dan lulus dengan sangat baik. Sayang waktu kuliahnya melebihi 3,5 tahun, sehingga walaupun IPK-nya sangat tinggi Pak Ali Mustofa tidak cum laude.  Judul disertasinya Pengaruh Kepemimpinan Instruksional, Inovasi Manajemen, Etos Sekolah dan Community Engagement terhadap School Improvement pada Madrasah Tsanawiyah di Jawa Timur.

Menurut saya disertasi Pak Ali merupakan salah satu disertasi yang sangat baik.  Oleh karena itu hampir semua penguji puas dan memuji disertasi Pak Ali.  Bahkan Prof Ahyak dan UIN Tulungagung sebagai penguji luar mengatakan hasil penelitian disertasi Pak Ali layak masuk di jurnal internasional bereputasi. Prof. Yatim mengatakan pembahasan teori sangat bagus dengan mengkaji teori-teori mutakhir dari jurnal-jurnal terbaru.  Saya memuji kesungguhan Pak Ali karena saat disarankan untuk menganalisis temuan, khususnya saat beberapa hipotesis tidak terbukti, beliau melakukan dengan sungguh-sungguh.

Kajian kepemimpinan yang dilakukan Pak Ali Mustofa bertumpu pada teori-teori dari Scheerens dan Hallinger.  Memang dalam penelitian kuantitatif, kita boleh mendasarkan hipotesis pada teori-teori tertentu, asal didukung oleh argumentasi yang rasional mengapa menggunakan teori itu.  Argumen Pak Ali memilih teori dari Scheerens dan Hallinger dikaitkan dengan perilaku masyarakat madrasah yang sangat paternalis.  Menurut saya cukup dapat difahami.

Ketika ujian sudah selesai dan promovendus dinyatakan lulus sebagai promotor saya diminta memberikan semacam nasehat kepada doktor baru.  Itu tradisi yang berlaku di Unesa dan juga beberapa universitas lain.  Saat mengawali nasehat pendek, saya bertanya kepada Dr. Ali Mustofa apakah percaya dalam dunia keilmuan ada mazhab-mazhab seperti dalam keberagamaan.  Sebagai dosen UIN dan doktor pastilah faham tentang itu dan seperti yang saya harapkan Pak Ali menjawab, percaya.  Nasehat saya, ketika melakukan penelitian kuantitatif dan membangun hipotesis memang seseorang boleh mengacu kepada “mazhab” tertentu, namun tetap harus ingat ada mazhab yang lain.  Dalam bahasa sederhana, Scheerens dan Hallinger berada pada mazhab “struktural” yang dalam menjalankan manajemen mementingkan jalur-jalur struktur dan cenderung ke instruksi secara hirarkhi.  Sementara di ujung lain yang ada beberapa ahli yang lebih menekankan pada penumbuhan kesadaran dari dalam yang dilewatkan pada budaya (school culture). Leithwood dan Percy barangkali termasuk kelompok ini.

Ketika mengajar, maka berbagai “mazhab” dalam manajemen sekolah harus dibahas secara proposional, sehingga mahasiswa faham ada teori A, teori B, teori C dan sebagainya.  Termasuk kelebihan dan kekurangannya jika dikaitkan dengan suatu kondisi tertentu. Biarkan mahasiswa nanti dapat memilah dan memilih ketika akan menerapkannya, sesuai dengan konteks yang dihadapi.  Bukankan teori kepemimpinan situasional mengajarkan itu. Semoga.

Tidak ada komentar: