Rabu, 01 Desember 2021

PEMBELAJARAN DARING TIDAK SAMA DENGAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH

 Senin lalu saya ikut diskusi tentang rancangan pembelajaran daring di Yayasan Al Hikmah Surabaya.  Yayasan tersebut mengelola lembaga pendidikan mulai KB, TK, SD, SMP, SMA dan STKIP.  Sekolah-sekolah Al Hikmah merupakan sekolah swasta favorit di Surabaya dengan akreditasi A.  Para siswa umumnya juga dari keluarga kelas menengah atas, sehingga mobil-mobil pengantarnya sering membuat jalan di sekitar sekolah macet pada jam-jam masuk dan pulang sekolah.  Yayasan tersebut juga mendirikan Al Hikmah Boarding School di Batu Malang, dengan fasilitas yang sangat bagus dengan siswa juga dari keluarga menengah ke atas. Jadi kalau menggunakan hasil penelitian Inovasi Bersama Kemdikbud (2021), memang pandemic covid 19 yang memaksa siswa belajar dari rumah, tidak berdampak sangat parah di sekolah Al Hikmah, karena sekolah menyediakan fasilitas zoom dan modul, sedangkan di rumah siswa memiliki fasilitas IT yang bagus.  Ditambah orangtua pada umumnya terdidik, sehingga dapat mendampingi anaknya belajar.

Berangkat dari “sukses” melaksanakan pola Belajar Dari Rumah (BDR) tersebut, Al Hikmah ingin meneruskan walaupun nanti pandemi covid 19 sudah berakhir.  Tentu dalam bentuk yang berbeda dan sangat mungkin blended, yaitu campuran antara BDR dengan Belajar Tatap Muka (PTM).   Untuk itulah diskusi dilakukan untuk mencari bentuk.  Bagaimana mengintergasikan BDR dan PTM.  Dalam diskusi tersebut, kesan saya, kita masih mengaburkan pembelajaran daring (online) dengan pembelajaran dari rumah (jarak jauh).  Sangat mungkin itu dipengaruhi oleh pengalaman melaksanakan model Belajar Dari Rumah (BDR) yang memang dilaksanakan secara daring.  Walaupun sebenarnya banyak sekolah yang melaksanakan BDR tetapi tidak dengan daring karena tidak di daerah tersebut tidak ada sinyal.  Dalam kasus seperti itu, banyak guru menerapkan pola Guru Kunjung didukung oleh bahan ajar tercetak.

Kesan tersebut muncul ketika kami diskusi bagaimana pembelajaran pasca pandemi covid-19.  Dengan pengalaman melaksanakan BDR secara daring yang dianggap cukup berhasil dan efisien, Al Hikmah ingin mengadopsi pola BDR walaupun pandemic covid 19 sudah berakhir. Namun teman-teman juga menyadari bahwa pola BDR tidak dapat sepenuhnya menggantikan pola Pembelajaran Tatap Muka (PTM), khususnya untuk aspek pembentukan karakter dan pendidikan di level awal (TK dan SD).

Nah ketika mendiskusikan bagaimana peralihan dari PTM ke BDR itulah kelihatan bahwa sebagian besar teman-teman menganggap belajar daring berarti siswa tidak datang ke sekolah.  Artinya BDR atau dalam istilah lain Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), sedangkan jika siswa datang ke sekolah berarti PTM “murni” tidak ada daring.  Ketika saya bercerita ada kemungkinan siswa datang di sekolah tetapi pembelajarannya daring, teman-teman kaget.  Mereka baru faham ketika saya memberi contoh, siswa berada di dalam kelas, guru memberikan tugas dan untuk mengerjakannya siswa harus mencari informasi di internet.  Jadi pembelajaran daring tidak sama dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan juga tidak sama dengan belajar dari rumah (BDR).

Menurut saya pola seperti itulah yang akan menjadi trend ke depan. Seperti dicontohkan oleh Bernie Trilling dan Thomas Fadel (2009), para siswa mengerjakan proek tertentu secara berkelompok di sekolah.  Namun berbagai hal untuk mendukung pengerjaan proyek tersebut diperoleh siswa secara daring.  Guru berada di sekolah tetapi lebih berfungsi mendampingi dan menunjukkan dimana informasi dapat diperoleh.  Ketika diperlukan diskusi antara kelompok, bisa saja kelompok lain berbeda di lain tempat dan diskusi dilakukan secara online.

Dalam diskusi dibahas pentingnya pembinaan karakter, khususnya di TK dan SD, sehingga PTM sangat penting untuk memberikan keteladanan.  Menurut saya pola bertahap seperti gambar samping dapat diterapkan.  Di TK dan SD Kelas awal, pembelajaran dilakukan secara tatap muka penuh dan guru masih menjadi sumber informasi dominan.  Dalam tahap itu pendidikan diutamakan untuk membentuk karakter melalui pembiasaan, sedangkan aspek-aspek akademik dimulai secara setahap demi setahap.  Ketika bekal kognitif sudah memadai, siswa mulai dibimbing mencari informasi di internet sehingga pembelajaran online sebagai bagian pembelajaran blended bisa dimulai.

Walaupun siswa sudah memiliki bekal kongnifif cukup baik dan kemampuan mencari informasi telah dikuasai, menurut saya pertemuan tatap muka antara siswa dengan guru (PTM) tetapi diperlukan.  Mengapa?  Karena pemantapan dalam pembentukan karakter tetap diperlukan.  Disamping itu, untuk mataelajaran tertentu yang mengembangkan keterampilan (praktik/praktikum) rasanya PTM tetap diperlukan. Bagaimaa komposisi atara tatap buka dan daring untuk setiap jenjang dan kelas, diperlukan studi mendalam untuk menemukan yang pas.  Walaupun sangat mugkin setiap sekolah tidak sama.

Tidak ada komentar: