Kamis, 03 Maret 2022

BELAJAR SEJARAH

Bahwa sejarah itu dibuat oleh penguasa, saya sudah sering mendengar.  Bahwa sejarah itu tergantung perspektif yang membuat saya juga sudah sering mendengar.  Jika Pangeran Diponegoro itu dianggap sebagai pahlawan oleh bangsa Indonesia, konon oleh Belanda Pangeran Diponegoro dianggap sebagai pemberontak.  Apa memang begitu, jujur saya belum tahu dan memang belum pernah membaca buku sejarah yg digunakan di Belanda. Namun bahwa ada sejarah diluruskan belum lama saya mengerti.

 

Baru-baru ini ada kabar kalau sejarah tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 yang disimbulkan dengan Monjadi (Monumen Jogya Kembali) di ring road utara Jogyakarta konon diluruskan.  Saya tidak mengetahui secara jelas apa yang diluruskan. Di media sosial hanya disebut ada pelurusan siapa yang sebenarnya punya gagasan serangan tersebut dan bagaimana peran Pak Harto dalam peristiwa tersebut.  Sepertinya pelurusan tersebut juga memunculkan tanggapan yang berbeda perspektif.

 

Sekian tahun lalu, kalau tidak salah juga pernah ada diskusi di media tentang hari lahirnya Pancasila dan bagaimana peran Bung Karno dan siapa sebenarnya yang berkontribusi terhadap kelahiran Pancasila tersebut.  Mungkin itu mengapa baru sekian tahun berikutnya hari kelahiran Pancasila itu ditetapkan sebagai hari libur.

 

Siapa yang memutuskan keabsahan peristiwa sejarah ya?  Apakah pemerintah atau sejarawan?  Atas dasar apa penetapan itu dilakukan?  Jujur saya tidak tahu.  Mungkin teman-teman sejarahwan atau hukum ketatanegaraan yang dapat menerangkan.  Yang saya bayangkan tentunya ditentukan atas dasar bukti-bukti yang kuat, komprehensif dan tidak atas dasar pandangan kelompok atau pandangan politik.  Saya kawatir jika penetapan itu atas atas dasar pandangan kelompok atau politik, ketika zaman berubah nanti akan diubah atau bahasa lainnya diluruskan.

 

Merenungkan fenomena tersebut, saya jadi teringat istilah bumi hangus yang disampaikan seorang senior sekian tahun lalu.  Teman tadi khawatir kita mengidap kebiasaan bumi hangus.  Pada awalnya teman tadi membahas peninggalan sejarah.  Mengapa Majapahit, Sriwijaya dan kerajaan era lalu yang konon sangat besar dan bahkan menguasai nusantara tidak memiliki peninggalan bangunan megah. Bahkan lokasinyapun diperdebatkan. Teman tadi lantas berhipotesis, sangat mungkin kerajaan itu dibumihanguskan oleh rezim berikutnya yang tidak ingin dibayang-bayangi pendahulunya.  Teman tadi lantas menunjuk, ketika rezim pemerintahan berganti semua yang dilakukan oleh rezim sebelumnya dinegasikan.  Istilah yang digunakan juga dihilangkan dan kalau akan dilanjutkan diganti dengan nama baru.

 

Mendengar uraian teman itu, saya lantas menimpali bukankah kata Einstein “kita berdiri di atas pundak pendahulu”, artinya ilmu/teori/konsep yang dikembangkan dilandasi oleh ilmu/teori/konsep yang telah dikembangkan oleh para ahli terdahulu.  Berbagai teori/peralatan kehidupan tidak mungkin berkembang jika tidak ditemukan api oleh pendahulu kita. Penemuan listrik menjadi landasan bagi berbagai ilmu/teori/konsep/produk yang sekarang kita nikmati.  Senior tadi menimpali dengan agak kecut dengan mengatakan itulah bedanya ilmu-ilmu keras (hard sciences) seperti matematika, fisika dan keteknikan dengan sejarah.

 

Teman lain yang hadir pada saat ini lantas mengeluarkan kelakar.  Dia ingin menuliskan cerita bahwa sebagai raja dengan berbagai atributnya. Kalau perlu diberi gambar atau foto.  Lantas digulung dimasukan ke dalam tabung dan tabung tersebut dibungkus dengan semen kemudian ditaman dalam tanah.  Nanti 1000 tahu lagi akan ditemukan orang dan dikira itu beneran.  Kami semua ketawa.

1 komentar:

daegfaidley mengatakan...

joico titanium | Titanium Sports and Equipment
www.titanium-arts.com. About Titanium. The name 'jamaica' means the land and the dental implants people. price of titanium This is titanium ring for men based on the land, the people trekz titanium in the world. titanium wood stoves