Kamis, 14 April 2011

TIM SUKSES UN, ANTARA SORGA DAN NERAKA

Tahun ini Unesa menjadi koordinator pengawas Ujian Nasional (UN). Sebagai rektor otomatis saya menjadi penanggung jawab pengawasan UN tersebut. Akibatnya saya sering diundang di berbagai acara, misalnya pada acara Ajang Wadul di TVRI, Kompas TV, RRI, Radio Elshinta dan Suara Surabaya, baik langsung maupun via tilpun. Penanya dan pemberi komentar pada acara tersebut sangat beragam, mulai dari ibu-ibu rumah tangga, guru/pendidik dan para pegiat LSM. Tentu mereka itu orang-orang yang peduli pada pendidikan dan saran maupun komentarnya sangat bagus-bagus.

Komentar dan pertanyaan yang akhir-akhir ini sering muncul dan bahkan berulang-ulang adalah adanya tim sukses. Saya juga tahu adanya tim seperti itu. Saya juga tahu bahwa tim itu di satu sisi bertujuan baik, yaitu mengupayakan agar siswa lulus dengan nilai bagus. Namun di lain pihak, kadang-kadang keinginan agar siswa lulus dengan nilai baik itu dilakukan dengan cara-cara yang kurang baik. Bahkan seringkali merugikan siswa itu sendiri. Tulisan singkat berikut ini dimaksudkan untuk memberi masukan kepada Tim Sukses itu.

Seperti halnya menghadapi pekerjaan penting lainnya, untuk menghadapi UN disamping belajar yang baik, menjaga kesehatan agar bugas pada saat ujian, berdoa secara khusuk untuk mendapatkan ridho Illahi, siswa perlu bekal percaya diri. Percaya diri sangat penting karena akan membuat siswa melangkah ke ruang ujian dengan mantap. Ibarat dalam pertandingan sepak bola, pemain memasuki lapangan dengan mantap dan penuh percaya diri. Sebaliknya jika siswa tidak percaya diri akan ragu memasuki ruang ujian dan juga selalu ragu dalam mengerjakan soal, sehingga seakan-akan “kalah sebelum perang”. Keraguan dalam mengerjakan soal akan menghilangkan konsentrasi siswa.

Lantas apa hubungannya antara Tim Sukses dengan rasa percaya diri siswa? Jika Tim Sukses menyiapkan siswa belajar dengan baik, misalnya bersama mereview materi ujian dengan baik, membahas bagian yang belum difahami oleh siswa, berlatih mengerjakan soal-soal yang lalu maupun soal-soal kreasi guru/pakar yang dikembangkan berdasar kisi-kisi ujian, mengajak siswa untuk beribadah dan berdo’a secara khusuk, akan membuat siswa percaya diri. Siswa merasa telah menguasai materi ujian, baik konsep maupun latihan soal, yakin mendapat ridho Illahi karena telah beribadah dan berdo’a dengan tulus, maka mereka akan dengan penuh keyakinan diri memasuki ruang ujian. Sekali lagi rasa percaya diri seperti itu sangat penting untuk menghadapi Ujian Nasional.

Sebaliknya jika Tim Sukses justru sibuk mencari bocoran soal, memberi tahu siswa bahwa akan dicarikan bocoran soal, mengajari bagaimana cara menerima kode-kode contekan dan sebagainya, maka akan membuat siswa tidak percaya akan kemampuan sendiri. Siswa akan merasa menggantungkan dari bocoran soal maupun contekan dari orang lain. Lebih jauh, siswa akan merasa tidak percaya akan bekal yang telah dimiliki walaupun telah belajar keras dan juga beribadah serta berdoa. Apalagi jika kemudian Tim Sukses menjanjikan akan dapat bocoran soal dan atau dapat memberi kode saat siswa mengerjakan soal ujian. Akibatnya sangat mungkin siswa tidak dapat mengerjakan soal UN bukan karena tidak menguasai materi ujian, tetapi lebih disebabkan oleh ketidakpercayaan diri, keragu-raguan dan ketergantungan pada janji bocoran soal maupun contekan dari orang lain. Jika hal itu terjadi, Tim Sukses sebenarnya berperan sebagai Tim Gagal, artinya tidak membuat anak berpotensi sukses tetapi malah berpotensi gagal.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk direnungkan oleh Tim Sukses adalah halal-haram-nya bocoran dan contekan serta dampak selanjutnya pada anak-anak. Bagi yang percaya halal-haram tentu sepakat bahwa soal bocoran dan contekan itu termasuk barang haram. Nah, jika siswa kita mencari dan atau mendapatkan bocoran dan atau contekan, bukankah hasil pengerjaan UN mengandung barang haram? Jika nanti keluar hasilnya, bukankah dalam hasil UN terkandung barang haram? Jika nanti hasil UN masuk ke STTB/ijasah bukankah dalam STTB/ijasah itu terkandung barang haram? Jika dengan STTB/ijasah anak kita bekerja, bukankah dalam perolehan kerja itu terkandung barang haram? Jika dari bekerja itu mendapatkan gaji, bukankah dalam gaji itu terkandung barang haram?

Jadi Tim Sukses UN itu berpotensi dapat sorga jika membantu siswa menyiapkan diri dengan baik dan caranya juga baik. Sebaliknya Tim Sukses UN juga berpotensi dapat neraka jika ternyata cara membantu siswa juga membuat anak gagal dan atau membuat hasil UN anak-anak mengandung barang haram. 

Ada sebuah metapora, ada seseorang yang meninggal, sebut saja namanya Fulan. Nah, “di alam sana”, di Fulan “diadili” dan ditanya mengapa makanan yang dimakan mengandung barang haram, karena pekerjaan diperoleh dengan ijasah yang mengandung barang haram. Fulan protes, karena itulah satu-satunya ijasah tertinggi yang dimiliki dan tentu itu yang digunakan untuk mendapatkan pekerjaan. Pokoknya Fulan mencoba membantah. Namun, seluruh anggota badannya menjelaskan memang dulu saat UN mendapatkan bocoran dan contekan. Singkatnya Fulan tidak dapat mengelak dan diputuskan masuk neraka. Setengah fustrasi Fulan berkata: “Baik saya menerima putusan masuk neraka, tetapi Tim Sukses UN yang mengajari dan membantu saya mendapatkan bocoran dan contekan mohon juga dimasukkan neraka”. Semoga itu tidak terjadi kepada kita.

Tidak ada komentar: