Senin, 22 September 2014

BELAJAR DARI SDN KALISARI 2



Klinik Kurikulum 13 (K-13) yang ditayangkan JTV ingin mengangkat “pengalaman sekolah kecil dalam melaksanakan K-13.  JTV memilih SDN Kalisari 2 yang terletak di dekat Kenjeran.  Pada awalnya saya ragu, karena setahu saya nama “Kalisari” itu ada di daerah jalan Ambengan.  Ternya saya keliru, SDN Kalisari 2 benar-benar di dekat Kenjeran.  Bangunannya tidak begitu bagus, untuk ukuran kota Surabaya.
Secara tidak sengaja, pas kami kesana sedang ada rapat wali murid Kelas 4.  Tampaknya JTV baru mengabari kedatangan rombongan kami sehari sebelumnya.  Pada hal undangan rapat wali murid sudah dikirim jauh sebelumnya.  Jadi sekolah tidak mungkin membatalkan.  Namun kami malah lebih senang, karena dapat bertemu dengan wali murid.  Oleh karena itu begitu datang kami “nerombol” ikut menemui wali murid yang sedang rapat.
Di antara sekitar 60an orang wali murid hanya ada 2 orang bapak-bapak.  Itupun yang satu sudah tampak sepuh.  Jadi rapat wali murid itu didominasi oleh ibu-ibu. Ada beberapa “ibu yang tampak sangat muda” dan ternyata itu mbak-mbak yang hadir mewakili orang tua murid.  Salah satunya mahasiswa Unair.  Ada beberapa orang yang tampak sudah sepuh dan ternyata nenek siswa.
SDN Kalisari 2 sudah melaksanakan K-13 sejak tahun lalu.  Jadi ini sudah tahun kedua.  Tentu orangtua sudah dapat merasakan perbedaan dengan kurikulum sebelumnya.  Oleh karena itu begitu ketemu yang saya tanyakan adalah “apakah ada perbedaan perilaku anak-anak disbanding sebelumnya”.  Dan semua hampir sama menjawab “orang tua makin repot, karena harus ikut belajar”.  Maksudnya anak-anak sering dapat tugas dan orang tua harus membantunya.  Misalnya anak mendapat tugas membuat hiasan dinding dan mencari tahu berapa orang warga RT tempat tinggalnya.  Para wali murid juga cerita anaknya sekarang menjadi lebih berani dan cerewet.  “Senang anaknya lebih kreatif, tetapi orang tua menjadi lebih repot”.
Mendengar celotehan sambil berkelakar, saya merasa gembira. Memang itulah proses pendidikan yang seharusnya terjadi dengan berlakunya K-13.  Pola tematik integratif memang dimaksudkan agar pelajaran lebih dekat dengan situasi anak-anak, sehingga lebih kontekstual.   Dengan begitu anak-anak menikmati proses pembelajaran.  Anak-anak juga serasa bermain, walupun sebenarnya sedang belajar.  Belajar dari situasi kehidupan sekitar yang bermuatan akademik.
Mengapa anak menjadi cerewet?  Maksudnya banyak bertanya dan banyak menyampaikan pendapat.  Itulah tujuan K-13, agar pada anak tumbuh rasa ingin tahu terhadap banyak hal.  Rasa ingin tahu yang mendorong dia mempertanyakan segala sesuatu.  Mengapa begini dan mengapa begitu.  Rasa ingin tahu itulah yang menumbuhkan semangat untuk belajar agar dapat menemukan jawaban dari yang ingin diketahui.  Nah bertanya ini dan itu sebenarnya indikator anak yang ingin tahu.
Sebenarnya anak kecil itu secara fitrah memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi.  Itulah sebabnya anak kecil selalu “mengobak-abrik” setiap barang yang dijumpai, karena ingin tahu apa itu.  Anak kecil juga selalu bertanya ini dan itu.  Sayangnya, orangtua banyak yang malas menjawab pertanyaan seperti itu dan melarang anaknya jika dia membongkar barang yang dijumpai.  Akhirnya rasa ingin tahu itu pelan-pelan menurun.  Pada hal itu sangat penting bagi perkembangan intelektual anak.
Anak banyak bercerita juga bagus, karena bercerita itu belajar menata nalar.  Dengan bercerita anak akan belajar menyampaikan ceritanya seruntut mungkin.  Akan berusaha agar orang lain mengerti apa yang dia ceritakan.  Itulah yang namnya belajar berkomunikasi.  Nah, pada saatnya cerita itu juga disampaikan dengan bentuk tulisan.
Ketia melihat proses pembelajaran di Kelas IV-B, saya sungguh gembira.  Tema yang dipelajari enersi.  Anak-anak membawa 2 sapu tangan, 2 lembar kertas dan 2 lembar tisu.  Semua dibasahi di wastafel terus yang satu dijembur di halaman dan yang satu ditaruh di teras.  Setelah sekitar 15 menit, anak-anak membandingkannya.  Tentu yang dijemur di teraik matahari lebih kering disbanding yang dijemur di teras.  Nah, anak-anak terus berdiskusi dan bahkan berdebat.
Saya melihat anak-anak sangat antusias mengerjakan tugas itu.  Saya tidak menyaksikan sampai mereka selesai membuat simpulan.  Namun saya menduga pada ujungnya, mereka akan mengatakan “enersi matahari menyebabkan sapu tangan, kertas, tisu cepat kering”.  Walaupun baru seperti itu, menurut saya sudah bagus.  Syukur kalau sampau enersi matahari berupa enersi panas yang mengeringkan sapu tangan, tisu, dan kertas.  Tampaknya itu sederhana, tetapi jika guru pandai mengajukan pertanyaan “pancingan” akan menjadi awalan inkuiri bagi siswa. Selamat buat SDN Kalisari 2.

1 komentar:

Maharti Rn mengatakan...

Alhamdulillah, semoga implementasi kurikulum 2013 berpihak pada generasi bangsa dan Indonesia lebih bail,
Turut senang sebagai pendamping guru d wilayah sby 2.