Senin, 15 September 2014

TERGANTUNG DARI MANA KITA MELIHAT



Ada gelas berisi air dan ditanyakan bagaimana bentuknya?  Jawabannya dapat macam-macam tergantung dari sisi mana kita melihat.  Jika dilihat dari atas, mungkin berbentuk lingkaran kaca dan tengahnya ada air.  Mirip sumur yg dilihat dari atas, ganya saja lingkarannya bukan dari beton tetapi dari kaca.  Mereka yang melihat dari samping, mungkin tampak sangat indah. Apalagi gelasnya gelas yang ada pegangan seperti yang biasanya dipakai bule minum wiski.

Air dalam gelas itu hanya setengah. Bagaimana kita menyebut dan memberi komentar?  Juga macam-macam.  Kita dapat menyebut isinya hanya setengah jadi perlu ditambah.  Dapat juga disebut isinya sudah setengah jadi jangan ditambah. Atau isinya tinggal setengah, mungkin sudah diminum orang.  Dan sebagainya?

Apa yang dapat dipetik dari paragraf di atas?  Respon kita terhadap sesuatu fenomena tergantung sudut pandang yang kita gunakan.  Jadi metapora orang buta meraba gajah (yg katanya yang memegang kakinya berpendapat gajah itu seperti pohon bamboo besar, yang memegang ekornya mengatakan gajah itu seperti kemucing), tidak hanya terjadi pada orang buta.  Orang melek-pun dapat berbeda sudut pandang terhadap baran atau fenomena yang sama.

Gambaran di atas saya ingat tadi siang ketika rapat Pansel Dewan Pendidikan Kota Surabaya.  Para anggota Pansel bercerita tentang berbagai komentar terhadap seleksi calon anggota Dewan Pendidikan yang sedang berlangsung.  Saya beberapa hari ini saya tidak sempat membaca koran lokal, sehingga tidak tahu berbagai komentar yang katanya muncul.  Yang tilpun juga hanya Mbah Rima, wartawan Jawa Pos, dan bertanya sampai mana tahapa seleksi.  Saya jawab kalau besuk (maksudnya Senin tanggal 15 September) ada rapat penentuan siapa yang dinominasikan untuk diundang untuk menyampaikan gagasan.

Berbagai tanggapan tersebut menurut saya wajar saja.  Setiap orang akan memberi tanggapan sesuai dengan yang diketahui dan dari mana perpektif melihatnya.  Mungkin ada yang berpendapat Dewan Pendidikan itu lembaga yang benar-benar mandiri, seperti LSM.  Mungkin juga yang mengatakan Dewan Pendidikan itu bagian dari pemerintah.  Mungkin ada yang mengatakan semi-semi, karena diangkat oleh Walikota/Bupati dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah.

Tiga pandangan tersebut tentu akan membentuk respons yang berbeda terhadap proses pencalonan Dewan Pendidikan Surabaya yang sekarang sedang berjalan.  Apalagi jika kemudian dimuati oleh keinginan tertentu.  Bukankah repons itu hasil reaksi frame of thinking terhadap rangsang yang masuk.  Jadi ya tergantung jenis dan bentuk rangsangnya dan juga tergantung frame of thinking yang bersangkutan.  Biasa saja kalau respons yang muncul bermacam-macam.  Nanti ketika masing-masing mendapatkan informasi yang semakin lengkap dan kepentingannya semakin tipis akan terjadi perubahan respons.

Yang pasti peminta menjadi anggota Dewan Pendidikan Kota Surabaya ternyata besar.  Buktinya yang mendaftar lebih dari 80 orang dan berasal dari berbagai profesi.  Dengan pikiran positif (ini juga salah satu sudut pandang), itu menunjukkan bahwa kepedulian orang Surabaya terhadap pendidikan cukup tinggi.  Semoga.

Tidak ada komentar: