Minggu, 05 Oktober 2014

HANNA SI CALON INSINYUR BOEING DARI BLULUK



Selasa tanggal 30 September 2014 saya bersama crew JTV ke SMPN 1 Bluluk Lamongan.  Kunjungan itu untuk merekan pelaksanaan Kurikulum 2013.  Saya mengusulkan SMPN 1 Bluluk, karena lokasi sekolah itu di pojok barat daya Kabupaten Lamongan berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Jombang.  Untuk mencapai Kecamatan Bluluk harus, kami melewati Kecamatan Babat mengarah ke selatan berbelok ke barat, melewati Kecamatan Modo berbelok ke selatan dengan melewati hutan jati.

Saya pernah melakukan pengabdian kepada masyarakat di Desa Bluluk pada tahun 1992an.  Ternyata kondisi daerah tersebut sudah jauh berubah.  Jika saat itu jalan antar desa masih batu makadam, sekarang sudah beraspal.  Sekarang sudah ada aliran listrik dan banyak speda motor di jalanan.  Yang masih tetap sama adalah lahan kering dan sulitnya mencari air.  Situasi pedesaam juga masih kental terasa.

Kami berangkat dari Surabaya pukul 6 pagi dan baru sampai SMPN 1 Bluluk pukul 9an.  Kami diterima oleh kepala sekolah dan diijinkan untuk merekam kegiatan pembelajaran IPA, IPS, Bahasa Inggris dan Olahraga.  Tidak ada kondisi khusus yang kami temui.  Semua biasa-biasa saja, seperti pelaksanaan pembelajaran di SMPN pedesaan pada umumnya.  Yang justru menarik adalah Hanna, salah satu siswi di sekolah tersebut.

Ketertarikan dengan Hanna diawali pertemuan kami (saya dan tim JTV) dengan 3 orang wali murid.  Bu Fitri, salah seorang wali murid bercerita kalau anaknya agak aneh.  Anaknya perempuan bernama Hanna.  Di sekolah Hanna berprestasi baik, khususnya untuk matapelajaran Matematika.  Tetapi kalau di rumah Hanna senang sekali membantu ayahnya mereparasi sepeda motor.  Bahkan Hanna dapat memodifikasi sepeda motor sendiri tanpa bantuan orang lain.  Bu Fitri ingin anaknya tidak “seperti laki-laki” dan minta pandangan saya.

Saya ingin bertemu Hanna, sayangnya dia sudah pulang karena jam pelajaran memang sudah usai.  Akirnya saya harus puas minta gambaran dari guru BK dan Bu Fitri, ibunya.  Dari penjelasan beliau berdua saya dapat gambaran Hanna adalah gadis desa yang cerdas, pendiam, suka kotak-katik dan menyukai bidang keteknikan, khususnya teknik mesin.  Mungkin karena ayahnya motir sekaligus pemiliki bengkel sepeda motor.

Konon pada awalnya hanya melihat dan bantu-bantu ayahnya.  Tetapi kemudian dia menyenangi, sehingga setiap pulang sekolah Hanna menghabiskan waktunya untuk membantu mereparasi sepeda motor yang diserviskan di bengkel ayahnya.  Aktivitas itu bukan karena disuruh tetapi atas keinginan sendiri.  Bahkan ketika Bu Fitri mengarahkan ke “aktivitas perempuan”, memasak atau yang lainya, Hanna malah tidak tertarik.

Sebagai seorang pendidik yang dulu juga pernah belajar tentang permesinan, saya sangat ingin tahu seperi apa kekhususan Hanna.  Akhirnya kami putuskan untuk mengunjungi rumah yang sekaligus digunakan sebagai bengkel sepeda motor.  Kami beruntung karena bengkel itu terletak di perjalanan kami pulang.  Jadi kami mengunjungi bengkel tersebut sambil pulang.

Ketika sampai bengkel sepeda motor saya melihat gadis remaja dengan rambut ikal, memakai celana selutut dan  T Shirt.  Dia sedang melepas saringan angin sepeda motor.  Setelah itu melepas blok silinder dan piston.  Dari cara memegang kunci pas, cara mencukit blok silinder dan cara melepas pen piston, saya melihat memang Hanna sudah terampil.  Cara bekerjanya sudah seperti tukang servis sepeda motor dan bukan seperti anak yang baru belajar. 

Jadi saya percaya dengan cerita Bu Fitri (ibu Hanna) maupun Bu Guru BK, karena melihat dengan kepala sendiri. Saya sungguh terkesan.  Seorang gadis remaja, berkulit sawo matang, dengan rambut ikal sebahu yang diekor kuda, sangat cekatan membongkar mesin speda motor.  Selama saya amati, tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya.  Ketika kesulitan melepas blok silinder maupun pen piston, sama sekali tidak meminta bantuan ayahnya yang juga sedang memperbaiki sepeda motor di sebelahnya.  Tampak dia sangat percaya diri dalam membongkat mesin sepeda motor.

Saya bertanya kepada ayah dan ibunya, setelah lulus SMP Hanna akan diarahkan kemana.  Ayahnya menjawab akan didorong masuk SMK Lamongan Jurusan Mesin.  Biar dapat meningkatkan keahliannya dalam permesinan, begitu penjelasan beliau.  Bu Fitri, sepertinya kurang setuju tetapi diam saja.  Mungkin tidak enak dengan suami maupun Hanna yang ikut mendengarkan penjelasan ayahnya.

Merespons penjelasan ayah Hanna dan melihat raut muka ibu Hanna, saya hanya menimpali pendek.  Siapa tahu besuk Hanna tidak hanya menjadi ahli sepeda motor tetapi menjadi insinyur ahli pesawat terbang sekelas Boeing.  Jaman sekarang sudah tidak ada hambatan bagi wanita untuk menjadi ahli bidang apapun, termasuk ahli mesin pesawat terbang.

Di perjalan pulang saya mendiskusikan itu dengan teman-teman JTV yang sama-sama dalam satu mobil.  Melihat si Hanna yang jagoan dalam Matematika dan tangannya terampil membongkar sepeda motor, saya menyampaikan sebaiknya didorong dia untuk kuliah.  Minimal sampai jenjang S1 agar memiliki bekal cukup untuk menjadi ahli permesinan.  Mengapa demikian?  Melihat penampilan Hanna yang pendiam tetapi sangat percaya diri dan mendengar cerita gurunya bahwa dia jagoan dalam Matematika, maka sebaiknya Hanna tidak sekedar menjadi “tukang servis” espeda motor, tetapi layak untuk menjadi insinyur pesawat terbang.

Oleh karena itu saya minta JTV mengontak kepala SMPN 1 Bluluk untuk mencoba memberikan perhatian khusus kepada Hanna.  Guru BK perlu memperhatikan apakah betul Hanna memang berbakat bidang permesinan.  Apakah dia memang memiliki semangat juang cukup untuk menggapai cita-cita.  Guru Matematika dan IPA perlu mencermati apakah Hanna cukup punya kemampuan cukup untuk kedua matapelajaran itu, karena keduanya akan menjadi modal pokok untuk mendalami bidang permesinan.   Semoga pada pada saatnya kita mendengar berita ada wanita Indonesia yang menjadi ahli mesin tingkat dunia dan itu si Hanna anak dari Bluluk Lamongan.  Semoga.

Tidak ada komentar: