Jumat, 24 Oktober 2014

NOKIA TAMAT?



Harian Republika tanggal 24 Oktober 2014 di halaman depan bawah memuat berita dengan judul “Selamat Tinggal Ponsel Nokia”.  Saya membaca berita itu sambil menunggu pesawat di bandara Soeta.  Apakah betul-betul ponsel merk Nokia bakal hilang dari pasar, saya tidak begitu faham. Yang saya tangkap, merk Nokia bakal hilang karena tahun lalu sudah dibeli oleh Microsoft dan sebagai pemilik merk Microsoft memutuskan untuk menggantinya menjadi “Microsoft Lumia”.

Seingat saya ponsel Nokia buatan Finlandia pernah merajai dunia.  Sebelum kita mengenal ponsel merk Black Berry dan Samsung dan lain-lainnya, Nokia sudah lebih dahulu merajai pasar bersama Siemens.  Seingat saya banyak teman yang pernah memiliki ponsel Nokia yang ukurannya agak besar dan sering dipakai untuk mencatat hal-hal penting sewaktu rapat.  Jika betul ponsel Nokia akan almarhum, berarti akan menyusun merk lain yang sudah hilang dari pasaran.  Misalnya Siemens produk Jerman yang dahulu sangat saya sukai, karena katanya paling kecil efek radiasinya.

Membaca  berita tentang ponsel Nokia tersebut saya teringat pengalaman minggu lalu. Hari Jum’at lalu saya kehilangan laptop, yang dicuri orang sewaktu saya tinggal jum’atan.  Ceritanya waktu itu di kantor ada tamu teman-teman dari BTN.  Ketika terdengar adzan Jum’at teman-teman BTN pamit dan saya juga langsung mengambil wudhu dan pergi ke masjid.  Saya lupa menitipkan tas kepada mbak-mbak TU, sebagaimana biasanya.

Sepulang jum’atan saya baru sadar bahwa tas saya tidak ada.  Saya bertanya kepada Pak Ismail, teman di kantor, apakah menyimpan tas saya.  Beliau menjawab tidak dan ternyata laptop beliau yang semula terbuka di atas meja kerjanya juga tidak ada.  Jadi tas saya dan laptop Pak Ismail dicuri orang.  Dalam tas saya ada laptop, buku tabungan dan tiket plus boarding pass bekas, yang saya pakai rapat dengan USAID Selasa-Rabu lalu.

Tentu saya bingung dan sambil mencari informasi untuk mendapatkan kembali laptop tersebut, saya memutuskan segera membeli laptop baru.  Laptop seperti sudah menjadi perlengkapan kerja sehari-hari bagi saya.  Tanpa memiliki laptop, saya kebingungan bagaimana menyiapkan bahan mengajar, makalah dan pekerjaan lainnya.  Oleh karena itu saya meghubungi Mas Tri, teman lama yang biasa memahami seluk beluk laptop.

Karena sudah terbiasa menggunakan laptop merk Sony Vaio, saya minta tolong Mas Tri dicarikan informasi laptop merek itu yang kurang lebih speknya mirip dengan laptop saya yang hilang.  Beberapa jam kemudian Mas Tri datang menemui saya di kampus dan memberi tahu kalau laptop merk Sony Vaio sudah tidak ada di pasaran.  Katanya sudah kalah bersaing dengan merk lain yang lebih murah, seperti ASUS, LENOVO, ACER dan sebagainya.  Beliau memberi tawaran tiga merek tersebut.

Karena belum yakin dan sudah terbiasa menggunakan merek Sony Vaio, saya minta tolong dicarikan info lagi.  Siapa tahu masih ada di pasaran.  Mas Tri mengatakan, kalau toh ada itu stok lama yang belum laku dan disimpan oleh toko dengan alasan tertentu.  Karena lazimnya stok di toko sudah ditarik oleh distributornya.  Betul juga, besuknya Mas Tri kontak bahwa ada barang, harganya 13 juta dan itu barang lama.

Mas Tri juga menyarakan agar saya melihat-lihat ke toko elektronik, siapa tahu masih ada stok yang belum ditarik oleh distributor.  Saya turuti saran tersebut dan Senin 20 Oktober sore, saya ke Plaza Marina ditemani anak laki-laki saya, Reza yang kebetulan faham tentang barang-barang elektronika.  Kami menuju toko yang biasa menjual ponsel dan laptop merek Sony.

Petugas di toko itu memberi penjelasan yang sama dengan Mas Tri.  Laptop Sony Vaio sudah ditarik dari pasar. Apa alasannya, petugas tersebut tidak tahu. Hanya mendapat info, kalau toh nanti keluar laptop baru, mereknya akan ganti.  Rumornya akan ganti VAIO, tanpa kata SONY di depannya.  Mengapa begitu?  Petugas tersebut tidak tahu.

Akhirnya saya membeli laptop merk ASUS yang jauh lebih murah, dengan spek yang hampir sama. Sambil menunggu meng-instal software yang saya perlukan, saya ngobrol dengan beberapa petugas toko bersama anak saya Reza.  Saya banyak bertanya, betulkah nanti akan keluar laptop bermerk Vaio tanpa embel-embel Sony dan sebagainya.

Dari obrolan itu saya menangkap memang betul Sony akan hilang, karena kalah bersaing dengan merk lain yang dapat membuat merenung.  Memang saya pernah membaca kalau Sony diambang bangkrut di bisnis ponsel karena dihantam oleh Samsung.  Apakah hal serupa juga terjadi pada laptop?  Apakah karena harga laptop Sony jauh lebih mahal dengan merk lain untuk spek yang hampir sama?  Apakah laptop merk Aus, Lenovo, Samsung sudah dapat membuktikan kepada publik kalau mutunya setara dengan Sony, sementara harganya jauh lebih murah?

Sampai menulis artikel ini saya belum tahu jawabannya.  Kalau mengikuti teori perkembangan organisasi, termasuk perusahaan, akan mengalami fase pertumbuhan yang dapat pesat dan mencapai kejayaan.  Setelah itu akan stagnan dan kemudian menurun.  Nah jika tidak ada upaya revitalisasi akan mengalami kebangkrutan.  Mengapa?  Karena situasi berubah dan pesaing baru muncul dan seringkali lebh cocok dengan situasi baru tersebut.  Apakah itu dapat menimpa perusahaan ponsel setenar Nokia?  Saya tidak faham.  Yang saya tahu, perusahaan milik Michael Porter juga bangkrut.  Pada hal Porter adalah tokoh marketing kelas dunia, yang pernah diundang memberi ceramah oleh Pak SBY.  Semoga kita belajar dari kasus Nokia dan Sony Vaio.

Tidak ada komentar: