Sabtu, 25 Oktober 2014

JANGAN TERLALU TINGGI HARAPAN



Sangat bukan ahli politik dan bukan politisi, sehingga tentu tidak punya kemampuan untuk melakukan telaah terhadap situasi politik.  Namun melihat dan mendengar komentar dan tanggapan terhadap terpilihnya Jokowi dan JK sebagai presiden dan wakil presiden, mendorong saya untuk nimbrung memberi komentar.  Tentu tidak dari sudut pandang politik, tetapi dari sudut pandang pendidikan.  Bukankah belajar itu berlangsung sepanjanh hayat, sehingga Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK sudah sedang belajar.

Saya merasa masyarakat atau sebagian dari masyarakat memiliki harapan yang terlalu tinggi (over expected) kepada beliau berdua.  Saya percaya kalau beliau berdua orang hebat dan dipilih rakyat secara langsung.  Pak Jokowi sudah pernah menjadi walikota Solo dan Gubernur DKI.  Pak JK sudah pernah menjadi menteri dan wapres.  Dengan demikian kedua beliau, disamping punya kemampuan hebat, memiliki aksepbilitas bagus, juga sudah punya pengalaman memegang jabatan birokrasi.  Dengan demikian wajar jika kita semua berharap, pemeritahan beliau segera “berlari” karena tidak perlu waktu lama untuk adaptasi.

Namun jika kita terlalu tinggi harapan, saya kawatir mudah kecewa.  Kita punya pengalaman cukup dalam pergantian pemerintahan, baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota.  Kekecewaan akibat terlalu tinggi harapan sudah sering kita jumpai.  Dan celakanya kalau kekecewaan seperti itu tidak segera “terobati” seringkali berubah 180 derjat menjadi caci maki.  Repotnya, semenjak era reformasi ini caci maki seperti itu sering diumbar di media dan memancing pro dan kontra yang memperkeruh suasana.

Fenomena seperti itu banyak terjadi dalam bidang pendidikan.  Karena bapak-ibunya orang pandai atau orang terpandang, semua pihak berharap anaknya juga hebat dan masuk ke sekolah top markotop.  Kalau ternyata tidak, kemudian gurunya sering berguman (mudah-mudahan tidak mengolokan) kok tidak seperti orangtuanya. Orangtuannya juga sering mengeluh dan bahkan marah karena anaknya tidak sesuai denga harapan.

Yang sedikit saya fahami, ukuran kepuasan masyarakat terhadap suatu pemerintahan dilihat dari hal-hal yang tangible (kasat mata) di masyarakat.  Misalnya harga-harga bahan pokok, keamanan, ketersediaan lapangan kerja dan sebagainya.  Pada hal kita tahu, besar atau kecil hal-hal tersebut juga terkait dengan situasi global yang tentu di luar kendali pemerintahan kita.

Belum lagi faktor sosial politik ditambah media yang seringkali sulit dimengerti oleh orang awam seperti saya ini.  Hiruk pikuk politik membuat situasi menjadi “bising” saya duga sedikit banyak juga menyedot perhatian pemerintah, sehingga tidak dapat mencurahkan 100% enersinya untuk mengurus hajat orang banyak.  Apalagi seringkali media terkesan “memanas-manasi” dengan dalih memberikan informasi secara terbuka.  Konon ada prinsip di media “bad news is a good news”, sehingga media terkesan mengeksploitasi berita-berita negatif ketimbang berita positf.

Oleh karena itu, dari kacamata pendidikan sebaiknya kita sabar menunggu Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK menjalankan pemerintahannya.  Tidak usah terlalu tinggi harapan, karena beliau juga manusia biasa yang disamping punya kehebatan juga punya kekurangan.   Problem yang dihadapi pemerintahan beliatu juga tidak kalah rumit dibanding yang dihadapi oleh Pak SBY dan Pak Boediono.

Jika menggunakan analogi petani di kampung, anggap saja pergantian pemerintahan itu seperti “mendangir” tanaman. Saya tidak tahu istilah dalam bahasa Indonesia.  “Mendangir” adalah mencangkuli tanah di sekitar tanaman yang sedang mulai tumbuh.  Maksudnya untuk mematikan rumput dan gulma yang ada, sekaligus membuat tanah menjadi lebih gembur dan dapat menyerap unsur-unsur dari udara dan air saat tanaman diairi.  Sehabis didangir, biasanya tanaman sedikit layu, tetapi setelah beberapa lama kemudian tumbuh lebih baik dibanding sebelum didangir.

Namun harus diingat pertumbuhan jagung yang mengikuti pola jagung, tidak seperti gandum.  Pertumbuhan kedele yang seperti kedele, tidak seperti kacang tanah.  Maksudnya jangan berharap perkembangan pemerintahan Pak Jokowi dan Pak JK melejit seperti Amerika Serikat atau Jepang.  Nati kita kecewa berat.  Dari pada ribut, mari kita kerjakan tugas kita masing-masing dengan baik, semoga dapat berkontribusi, walaupun sangat kecil, kepada perkembangan negara dan bangsa tercinta. Dan itu sudah merupakan sumbangan kepada pemerintahan Pak Jokowi dan Pak JK.  Semoga.

Tidak ada komentar: