Minggu, 15 Maret 2015

DEG-DEGAN MENUNGGUI ANAK MELAHIRKAN



Menurut isteri saya dan beberapa saudara dekat, saya termasuk orang yang tidak mudah panik.   Tetapi saat menunggui anak sedang proses melahirkan, saya benar-benar deg-degan, lebih deg-degan dibanding menunggui isteri melahirkan.

Jum’at tanggal 13 dinihari sekitar pukul 02an telepun rumah berbunyi.  Saya segera bangun dan keluar kamar mencari telepun, tetapi belum ketemu bunyi telepun sudah berhenti.  Ketika saya masuk ke kamar, telepun berbunyi lagi.  Tentu ada yang penting, sehingga saya bergegas keluar kamar dan mengangat telepun.  Anak saya yang bontot yang menelepun memberi tahu kalau akan melahirkan dan dalam perjalanan ke rumah sakit.  Segera kami, saya dengan isteri mencari tiket ke Jakarta.

Menunggu keberangkatan pesawat rasanya deg-degan.  Menjelang boarding Bim, menantu saya, menelpun mengatakan kalau Lala, yang akan melahirkan, menanyakan dapat pesawat jam berapa.  Ketika kami naik taksi menuju rumah sakit, Bim kembali menelepun kalau Lala menanyakan sampai dimana. Saya tambah deg-degan, karena Lala sangat dekat dengan ayahnya, sehingga mungkin ingin melahirkan kalau saya sudah sampai rumah sakit.

Sampai dirumah sakit, saya terkejut karena diijinkan masuk ruang observasi dimana Lala menunggu proses persalinan.  Saat dulu isteri saya melahirkan tiga kali, saya hanya boleh menunggu diluar.  Nah, saat saya masuk, Lala sedang dibimbing ibu mertuanya yang kebetulan seorang dokter, mengatur nafas.  Nasanya saya tidak tega melihatnya, sehingga saya minta menunggu diluar saja, sambil berdo’a.

Sampai jam 15an belum lahir, dan saya diminta masuk lagi ke ruang observasi.  Ketika masuk, isteri saya menjelaskan kalau Lala sudah kecapeka dan diberi tiga pilihan oleh dokter.  Melahirkan secara biasa, karena memang sudah berproses, dioperasi atau disuntik anti sakit atau apa saya kurang mengerti.  Saya minta besan yang seorang dokter dan terus mendampingi yang memutuskan bersama Lala.  Saya kembali keluar ruangan.

Menjelang magrib Dita, adik ipar Lala yag juga seorang dokter walaupun masih baru selesai intensif di Kalimantan, keluar ruang obvervasi dan memberi tahu kalau Lala sudah masuk ruang bersalin dan sudah pembukaan 7.  Saya tambah deg-degan dan rasanya do’a harus lebih khusyuk lagi.  Sholat magribpun “dihiasai” dengan do’a semoga Lala segera melahirkan dengan lancar.

Selesai sholat magrib dan meneruskan mengaji di ruang tunggu, saya melihat dokter yang menangani lari-lari.  Saya tambah berdebar, karena punya firasat Lala segera melahirkan.  Dan alhamdulillan, pukul 18.57 bidadariku lahir kedunia.  Kami segera menuju ruangan para perawat dan menunggu diluar pintu ruang besalin.  Ketika isteri saya keluar bersamaan dengan besan dan saling berpelukan, sambil bersykur alhamdulillan, saya dan besan laki-laki serta menantupun ikut berpelukan.  Alhamdulillah.

Beberapa menit kemudian, kami diijikan masuk ke ruang bersalin secara bergantian.  Baby mungil ditengkurapkan di dada mamanya, dengan mata terbuka seperti melihat-lihat dunia yang baru ditapaki.  Rasa bahagian dan takjub rasanya sulit dilukiskan ketika melihat bayi munggil dengan panjang 49 cm dan berat 3,250 kg.

Kemajuan ilmu kedokteran telah mengubah apa yang dulu dilakukan.  Sekarang, bayi yang baru lahir dan belum dimandikan ditreatment “skin to skin” dengan ditengkurapkan didada ibunya.  Ternyata bayi tenang dan secara perlahan belajar menyusu. Kata anak saya yang bidangnya Elektro, dalam DNA bayi sepertinya sudah ada program untuk menyusu, sehingga tanpa perlu diajari berusaha menyusu sendiri.

Malam itu saya tidur di RSPI (Rumah Sakit Pondok Indah) karena ingin mendampingi Lala. Maklum anak bontot.  Ketika bayi dibawa suster untuk dimandikan, saya bertanya kapan dibawa ke kamar ibunya untuk menyusu?  Dijawab besuk pagi dan dijelaskan bayi itu tahan tidak minum selama sekitar 2x24 jam.  Biasanya sebelum itu ASI ibunya sudah mulai keluar.

Sabtu pagi sekitar pukul 7, baby diantar ke kamar ibunya dan ternyata mulai menyusu, walaupun ASI belum keluar.  Nah sekitar pukul 10an, baby nangis terus sampai merah dan berkeringat.  Lala dan saya kebingungan, akhirnya memanggil suster.  Ternyata pipis.  Mungkin dia risi karena basah.  Diganti popok dan ternyata diam terus tidur.  Ternyata saya sudah lupa perilaku bayi.  Mungkin karena sudah 25 tahun lalu terakhir punya baby, ya si Lala itu.  Selamat datang ke dunia buat Freya Keynara Albisatiyo.

2 komentar:

PakArisFisika mengatakan...

Proficiat Prof, sekarang telah berubah dari "bapak" jadi kakek. Eyang kakung...hahaha.

HRM mengatakan...

Alhamdulillah Prof. atas kelahiran cucunya. saya membaca ikut deg-degan.