Senin, 25 Januari 2016

FENOMENA GAFATAR



Seingat saya nama Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) itu baru banyak dibiacarakan beberapa waktu lalu, saat dokter Rica Handayani menghilang di Yogyakarta dan kemudian ditemukan di Pangkalan Bun Kalimantan Tengah.  Seandainya tidak ada peristiwa hilangnya dokter Rica apakah Gafatar akan membuat heboh seperti sekarang ini?  Jangan-jangan tidak dan bahkan tidak ada yang memperhatikan.

Dari pemberitaan yang saya baca, Gafatar merupakan aliran yang menyimpang, misalnya meskipun mereka beragama Islam tetapi berpendapat bahwa sholat dan puasa tidak wajib. Konon yang menjadi pegangan bukan Al Qur’an tetapi gabungan Al Qur’an, Injil dan Taurat.  Konon Gafatar merupakan kelanjutan dari NII (Negara Islam Indonesia) yang “berganti baju” menjadi gerakan sosial.  Menurut berita, mereka di Mempawah itu membentuk lokasi pertanian.  Jadi mereka di sana bertani dan konon sudah bisa memberikan hasil yang memadai.

Jujur saya tidak tahu apa itu Gafatar, membacapun ya sebatas dari koran.  Namun dari bacaan yang sangat terbatas itu muncul pertanyaan, yang pembaca naskah ini dapat memberikan jawaban.  Pertama, dari pemberitaan ternyata jumlah anggota Gafatar itu cukup banyak. Konon ribuan dan yang sangat menarik yang dipulangkan dari Mempawah itu banyak sekali yang dari Jawa Timur.  Kedua, banyak anggota Gafatar yang dipulangkan dari Kalimantan itu berpendidikan baik. Konon banyak yang sarjana, bahkan ada yang alumni perguruan tinggi agama Islam.  Juga ada yang mahasiswa dan berstatus PNS.  Ketiga, ketika pindah ke Kalimantan mereka mengajak semua keluarga dan menjual seluruh aset di daerah asalnya.

Tiga fakta tersebut (jika benar) menimbulkan pertanyaan yang sungguh menarik. Mengapa orang-orang terdidik yang tentunya memiliki kemampuan berpikir logis tertarik ikut Gafatar?  Mengapa mereka rela meninggalkan pekerjaan sebagai PNS, meninggalkan kuliah (ada yang masih mahasiswa) untuk pindah menjadi petani di Kalimantan?  Mengapa mereka menjual seluruh asetnya, sehingga terkesan mereka yang bahwa akan kerasan menetap di Kalimantan?

Biasanya orang yang mudah terpengaruh pada oleh hal-hal seperti itu adalah mereka yang kurang terdidik dan atau mereka yang sedang “kepepet”.    Namun dari informasi di koran dan televisi, mereka yang ikut ke Mempawah sepertinya tidak tergolong dua kategori tersebut.  Tentu dokter Rica, mereka yang PNS tidak termasuk mereka yang kepepet dalam hal ekonomi.  Mereka yang banyak sarjana tentu bukan tergolong yang berpendidikan rendah.   Jika demikian apa yang “ditawarkan” atau “dipropagandakan” Gafatar, sehingga mampu menarik pengikut yang tidak sedikit.  Bagaimana cara mereka menawarkan sehingga orang yang terdidik dan tidak kepepet tertarik?  Itulah dua pertanyaan yang perlu dikaji.

Menurut informasi Gafatar merupakan kelanjutan NII, bahkan terkait dengan gerakan ideologis yang berbahaya.  Namun yang saya baca di koran, apa yang dilakukan mereka di Mempawah adalah bertani.  Konon di lokasi pemukiman juga ada mushola.  Mungkinkah itu hanya strategi untuk menyusun kekuatan dan sekaligus membungkusnya menjadi bentuk kegiatan sosial?  Jika itu benar, sangat mungkin ada skenario besar yang disusun dengan baik.  Namun ketika lokasi pemukiman dibakar dan mereka dipulangkan, tidak ada perlawanan.  Kesannya mereka bukanlah “pembangkang” yang berani melawan.

Apakah mereka menggunakan strategi menyendiri, agar terbebas dari masyarakat yang mereka anggap sudah menyimpang?  Dari sejarah memang ketika ada kelompok masyarakat yang “mengasingkan diri” karena ingin terlepas dari masyarakat yang mereka anggap sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anggap baik.

Rasanya perlu ada kajian yang mendalam, sehingga kita dapat memahami Gafatar dengan baik dan dengan itu kita dapat mengambil langkah-langkah menyelesaikan dengan baik.  Semoga.

Tidak ada komentar: