Sabtu, 17 Februari 2018

KURIKULUM ATAU GURU


Walaupun sudah lama memikirkan baru hari ini saya mendapatkan faktanya.  Sejak lama saya meragukan pelatihan Kurikulum 2013 (K-13) yang dilaksanakan secara masif itu mampu merubah cara mengajar guru.  Namun saat itu keraguan itu sebatas kecurigaan atau under estimate terhadap sesama pendidik.  Nah, pagi tadi saya diminta mengisi acara bersama sekitar 100 orang guru di sebuah Yayasan di Surabaya.  Topik yang dimintakan kepada saya adalah “Pembelajaran Masa Kini dengan Kurikulum 2013.

Berbekal keraguan saya tersebut di atas, sengaja saya mengisi acara itu dengan mempraktekkan K-13.  Menurut saya, salah satu hal baru pada K-13 adalah penekanan pada proses yang diarahkan kepada berpikir tingkat tinggi (high order thinking).  Penggunaan pendekatan 5-M (mengobervasi, mempertanyakan, menalar, mencoba, mengomunikasikan) adalah cara akar siswa menerapkan berpikir tingkat tinggi.

Mengapa saya ragu?  Kalau dicermati 5-M yang oleh K-13 disebut pendekatan saintifik itu tidak berbeda dengan apa yang disebut dengan keterampilan proses pada Kurikulum 1975.  Pada Kurikulum 1075 disebutkan dengan jelas bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan prinsip Keterampilan Proses yang meliputi 10 langkah, yaitu observasi, klasifikasi, inferensi, prediksi, mempertanyakan, merumuskan hipotesis, melaksanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, mengkomunikasikan.  Nah, sangat mirip bukan?  Namun, toh sampai kurikulum diubah menjadi Kurikulum 1984 prinsip tersebut tidak berjalan.

Untuk memandu bagaimana menerapkan K-13, kepada guru saya ajukan sedert pertanyaan yang berutusan yaitu: (1) berapa jumlah penduduk Indonesia, (2) berapa produksi padi di Indonesia, (3) berapa rata-rata konsumsi beras per orang per tahun, dan (4) setujukah dengan kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras.  Jika pertanyaan 1,2 dan 3 didapatkan informasikan secara baik, tentunya para guru dapat menjawab pertanyaan nomer 4.  Apakah Indonesia kekurang beras untuk konsumsi semua penduduk, sehingga perlu impor atau tidak.  Sayangnya sebagian besar guru ternyata kesulitan.

Sebelum latihan berikutnya, saya jelaskan bahwa yang penting bukan jawaban pertanyaan no 4.  Kita boleh setuju atau tidak setuju untuk mengipor beras, asalnya disertasi alasan yany didukung data dan analisisnya.  Setelah itu saya ajukan pertanyaan “Indonesia sekarang ini kekurangan atau kelebihan guru?”.   Ternyata tidak ada satupun guru yang menjawab dengan data.  Beberapa menjawab “kekurangan”.  Tetapi ketika saya tanyakan, apa dasar Anda mengatakan kekurangan?  Mereka tidak dapat menjawab.

Saya mencoba memandu, dengan menanyakan kapan sekolah dikatakan kekurangan guru.  Beberapa dapat menjawab “jika rasio guru:siswa melebihi 1:30”.  Jadi bagaimana cara menemukan jawaban Indonesia kekurangan atau kelebihan guru?  Dengan pancingan itu, baru guru mulai dapat mencaru data untuk menjawabnya.  Itupun tetap harus dipandu bagaimana mencari datanya.

Tampak sekali 5-M (mengobservasi yang artinya menggali data, mempertanyakan yang artinya memaknai data itu, menalar yang artinya mencoba mengaitkan satu data dengan data lainnya, mencoba yang artinya menggunakan data itu untuk memaknai suatu fenomena, mengomunikasikan yang artinya menyampaikan hasil penalaran) belum dikuasai oleh guru. Pertanyaannya “kalau guru belum dapat menerapkan 5-M untuk diri sendiri bagaimana mungkin dapat membimbing siswanya.

Berangkat dari pengalaman pagi ini, pelatihan K-13 tampaknya tidak cukup hanya berupa informasi ini dan itu.  Yang justru lebih penting adalah mempraktekkan 5-M secara intensif dengan topik sesuai dengan matapelajaran yang diampu atau tema yang biasa digunakan di SD, sehingga selesai pelatihan guru sudah lancar menerapkan untuk diri sendiri dan diharakan mampu membimbing siswa. 

Tidak ada komentar: