Sabtu, 22 November 2014

MENIKMATI KERETA API JERMAN-AUSTRIA-ITALI



Selama di Munich kami menginap di hotel Schattenhofer.  Ternyata hotel tersebut bekas pabrik bir di zaman dulu. Gedungnya kuno dan kebetulan saya mendapat kamar di gedung belakang yang mereka sebut “gedung kuning”.  Ketika sudah mendapatkan kunci dan diberitahu arahnya, kami segera menyebarang halaman menuju gedung kuning.  Kami jalan cepat karena waktu itu hujan rintik-rintik.  Sampai di depan pintu gerbang, gedung tersebut kami ragu-ragu, karena ruangan lobi di dalam gerbang gelap  atau lebih tepat disebut remang-remang.  Tidak ada petugas di gedung tersebut. Kami beranikan untuk masuk dan menghidupkan lampu dan mencari kamar.  Kebetulan saya mendapatkan kamar 301 yang berarti di lantai tiga.  Tiba di lantai tiga lorong juga remang-remang, karena hanya ada lampu kecil di ujung lorong yang menyala.  Saya pun segera mencari skaklar untuk menghidupkan lampu lorong.

Setelah menemukan kamar, memasukkan koper, ganti baju, mandi dan sholat saya keluar kamar.  Ternyata lampu lorong mati.  Saya baru sadar, kalau lampu lorong dan lampu lobi tampaknya dibuat otomatis akan mati setelah beberapa lama menyala.  Saya tidak tahu rentang waktu hidupnya dan juga tidak tahu apakah kalau ada aktivitas orang disitu lampu tetap hidup atau juga mati setelah menyala beberapa lama.  Artinya saya tidak tahu apakah untuk mematikan lampu tersebut menggunakan sensor waktu (timer) atau menggunakan sensor gerakan.  Pelajaran menarik buat saya. Mungkin Unesa sudah waktunya memikirkan model itu.  Selama ini seringkali dosen/mahasiswa/karyawan lupa mematikan lampu atau AC ketika keluar ruang kerja/ruang kuliah/laboratorium.

Kamis tanggal 20 Nopember 2014 kami (rombongan Unesa) meninggalkan Munich menuju Venice Italia, dengan naik kereta api.   Kami berangkat ke stasiun Kinding diantar oleh mobil Elabo.  Kebetulan mobil yang biasa saya tumpangi selama di Munich terlambat datang, sehingga saya bergabung dengan mobil lainnya yang dikemudikan oleh Khaterina (Kate), sopir cantik berambut blonde yang sering digoda oleh teman-teman.

Tampaknya Kate tidak hanya muda dan cantik, tetapi juga seorang entertaner yang baik.  Selama perjalanan, dia bercerita ini dan itu. Mendekati stasiun, mobil dibelokkan sedikit dan ternyata dilewatkan rumah orangtuanya.  Dia lantas bercerita tentang “kampungnya” dengan diselingi kelakar kecil. Saya komentar “why don’t you invite us to visit your house”, dia hanya ketawa saja.

Kami agak kerepotan naik kereta api, karena semua membawa koper yang cukup besar.  Oleh karena itu saya agak kaget ketika dapat penjelasan nanti ganti kereta di stasiun Ingolstadt, pindah platform dari paltform 6 ke platform 3 dan waktunya hanya 7 menit.  Diaturlah strategi turun dan naik kereta. Separoh rombongan lewat pintu depan dan separohnya lewat pintu belakang.  Koper sudah dibawa ke dekat pintu gerbong kereta. Setelah turunpun kami harus buru-buru dengan menarik koper besar.  Untunglah semua dapat teratasi sehingga dengan selamat naik kereta berikutnya ke Munich.

Seperti di negara maju lainnya, kereta datang dan berangkat tepat waktu, sehingga kita dapat merancang perjalanan dengan baik.  Kereta juga berhenti tepat di lokasi yang telah diberi tanda, sehingga kita segera tahu dimana harus menunggu. Moga-moga inovasi PT KAI yang dimulai dari KA PRAMEX Jogya-Solo dapat berkembang, karen sekarang orang lebih senang baik Pramex daripada naik bis atau membawa mobil sendiri untuk Jogya-Solo.

Kami tiba di Munich pukul 11an (saya lupa tepatnya) dan kereta ke Venice berangkat jam 12 sekian (saya lupa tepatnya), sehingga ada waktu kosong sekitar 1 jam. Kami menduga makanan di kereta harganya mahal dan tidak banyak pilihan, sehingga kami putuskan lebih baik makan di stasiun. Tentu makan siang gaya Jerman.  Karena ingin aman, saya pesan salmon dengan kentang dan ternyata cukup lezat.  Tampaknya semua teman dapat pilihan yang baik, sehingga merasa senang.

Selesai makan siang, kami segera ke platform  dan menunggu kereta datang.  Begitu kereta datang, kami segera naik dengan startegi yang sudah diatur sebelumnya.   Ternyata gerbong kereta Munich-Venice yang kami tumpangi ada beda pengaturannya. Setiap gerbong dibagi dalam kota-kota berisi 6 kursi, tiga-tiga saling berhadapan.  Setiap kotak ada pintu geser, ada meja kecil dan ada cop-copan listrik.  Penumpang tidak penuh, sehingga kami dapat mengatur duduk agak longgar.

Sesuai dengan skenario dari Surabaya, saya mengingatkan teman-teman kalau perjalanan akan melewati pegunungan Alpen yang sangat indah dan banyak gunung yang puncaknya tertutup salju.  Kereta akan melewati tiga negara, dari Jerman (Munich terletak di Jerman bagian selatan), terus ke Austria (negara pegunungan yang sangat indah) dan terakhir masuk ke Italia bagian utara. Semua teman bersemangat menyiapkan tustel dan HP untuk mengambil foto.  Sayapun terbawa ikut mengambil beberapa foto.

Begitu kereta masuk ke Asutria (HP akan dapat pesan provider tentang roaming di Austria) dan pemandangan sangat bagus hampir semua teman sibuk mengambil foto.  Banyak yang keluar dari petak tempat duduk dan berdiri di lorong agar dapat mengambil foto yang bagus. Ketika kereta berhenti di stasiun Innsbruck (stasiun besar di Austria) teman pada sibuk mengambil foto.  Saya bertanya untuk apam kan hanya stasiun seperti biasanya.  Ternyata untuk “bukti fisik” sudah pernah ke Austria.  Masuk akal, tetapi tetap saya sampaikan kalau pemandangan di pegunungan Alpen sangat indah.  Hutan pinusnya sangat khas dan bagus.  Tebing gunungnya sangat terjal, seakan tembok yang membatasi pemukiman atau perkerbuan atau peternakan dengan gunung yang tinggi.  Banyak jembatan melangkai jurang yang sangat dalam, sehingga tiang jembatan bagaikan ratusan meter tingginya. Jadi jangan lupa mengambil foto yang banyak.

Karena perjalanan cukup lama (sekitar 6 jam), tampaknya teman-teman lapar.    Mulailah pada mengeluarkan makanan.  Ada makanan yang dibawa dari Surabaya, ada makanan yang dibeli di Dubai ada makanan yang diambil dari restoran hotel saat makan pagi.  Ada yang mengupas mangga.  Yang saya kaget, saya ditawari kopi.  Saya keluar petak tempat duduk dan melihat ada teman yang merebus air dengan teko listrik ditancapkan di cop-copan kereta api.  Dalam hati saya takut, karena dapat dimarahi atau bahkan didenda.   Alhamdulillah sampai selesai tidak ada petugas yang lewat.

Masuk ke wilayah Italia, situasi mulai berbeda.  Tampak banyak kebun anggur di kiri kanan perjalanan.  Juga perkebunan lain yang saya tidak tahu pasti.  Seperti jeruk atau plum atau entah apa.  Yang pasti kebun buah-buahan, karena dari kereta da  yang sudah berbuah.  Kondisi stasiun dan flat/apartmen di kiri kanan jalan tidak sebaik di Jerman dan Austria.  Tampak sekali bukti bahwa Italia bukan sebara kaya dan bahkan sekarang teracam akan terkena imbas bangkrut oleh tetangganya yaitu Yunani.  Lahan di kiri kanan jalan kereta juga banyak berlukar yang tampak tidak terperlihara.

Ketika masuk daerah Verona dan kereta berhenti agak lama, beberapa teman laki-laki mulai diingat sepak bola dan bertanya dimana stadionnya.   Tampaknya nama klub Verona menjadi pemicu ingatan, kalau Italia memiliki banyak klub terkenal, seperti AC Milan, Inter Milan yang sekarang dibeli oleh Erik Tohir, Napoli, Verona, Juventus dan sebagainya. Kebetulan kereta melewati bangunan melingkar yang ada lampu beberapa lampu besar, sehingga teman menunjuk itulah staion Verona.  Saya sendiri tidak tahu, karena belum pernah ke Verona.

Sambil mengamati pemandangan sepajang masuk Italia dan membandingkan dengan saat masih di Jerman dan Austria, saya berpikir “bukankah Italia itu pernah menjadi pusat kekuasaan besar yaitu imperium Romawi”.  “Bukankah Yunani itu pusat peradaban yang paling awal”.  “Mengapa sekarang jadi mundur dan jauh tertinggal dibanding Jerman apalagi Austria, negara kecil yang tidak punya laut”.   “Apakah terjadi salah urus?”.  “Atau ikut putaran roda sejarah?”.

Pertanyaan tersebut tidak terjawab atau paling tidak saya belum mendapatkan jawaban sampai cerita ini selesai.  Bahkan saya bepikir, bukankah sekarang juga indikator pergeseran dari Eropa Barat ke Amerika dan sekarang konon Asia akan menjadi pusat kemajuan dunia baru.   Apakah itu bagian dari bukti kebesaran dan keadilanTuhan, sehingga tidak selamanya bangsa maju dapat mempertahankan kemajuannya.  Tidak semua bangsa terbelakang akan terbelakang terus.  Apakah Indonesia, suatu saat dapat menjadi negara maju atau ikut menjadi pusat peradaban dunia?  Saya jadi teringat salah satu ajaran penting “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada dirinya”.  Tentu itu bukan berarti Allah tidak “campur tangan”, tetapi manusia harus berusaha mengubah dirinya jika ingin berubah nasibnya.  Semoga kita, bangsa Indonesia menyadarinya dan pada saatnya dapat menjadi negara maju.

Menjelang turun di stasiun Venesia Mestre, tempat kami akan turun saya mengingatkan kalau di Italia banyak copet, sehingga harus hati-hati.  Dompet, HP, kamera dan tas harus betul-betul dijaga.  Nanti terbukti, Ibu Juhrah hampir kecopetan di stasiun Venesia St Lucia saat akan naik kereta ke Roma.  Semoga saya sempat menuliskan untuk Anda.

Tidak ada komentar: