Selasa, 17 Oktober 2017

BINGUNG SENDIRI



Minggu sore  tanggal 15 Oktober 2017, saya diundang anak-anak aktivis di Unesa.  Seperti biasanya mereka mengadakan kegiatan yang diberi nama pembinaan kader.  Sekitar 90 menit saya terlibat diskusi dengan mereka, anak-anak cerdas dengan semangat juang yang menggelora.  Anak-anak muda yang menurut saya memerlukan pendampingan agar daya nalar dan semangat itu terus terpelihara dan mengarah ke aktivitas positif untuk kemajuan bangsa ini.

Pada awalnya, saya menyampaikan fenomena digital yang bergitu cepat mengubah pola kehidupan dan pola pekerjaan.  Saya memberi contoh, jika e-money yang sekarang sedang digalakkan oleh pemerintah ini sukses, maka akan semakin banyak toko bahkan penjual di pasar yang memiliki scaner yang dapat menerima pembayaran dengan e-money.  Dengan begitu kita tidak memerlukan banyak uang kontan.  Jumlah kantor bank akan menyusut dan karyawannya akan menyusun petugas gerbang tol yang sekarang kelimpungan.

Jika Indomart, Alfamart, Sakinah, Tokopedia, Bukalapak, Grab, Ubder, Gojek dan sejenisnya terus berkembang, maka keberadaan toko dan taksi akan goncang.  Anak-anak sekarang cenderung memberi barang secara online, membaca berita online, naik taksi online, pesan makanan online.  Ketika punya barang nggal terpakai segera saja dijual online, toh tidak sulitdan syukur jika segera ada yang membeli.

Untuk menjaga dan memastikan agar idealisme anak-anak muda tidak terus terjaga, di akhir pertemuan saya menitipkan tiga hal, yaitu: (1) visi dan misi mereka sebagai aktivis kampus, (2) kegigihan untuk mencapai visi tersebut, dan (3) nilai-nilai yang harus dipegang dalam perjuangan.  Tentang visi, tujuan saya tidak meragukan, karena mereka adalah aktivis cerdas.  Namun untuk kegigihan dan nilai-nilai perjuangan saya betul-betul mengingatkan, karena godaan begitu kuat.  Saya menunjukkan gejala pragmatisme dan mungkin  hedonisme yang seringkali merusak kedua prinsip tersebut.  

Saya merasa lega, ketika anak-anak aktivis cerdas itu sepakat untuk menjaga idealisme dan berjanji akan menjaga diri untuk tidak tergoda oleh pola pikir pragmatisme yang mementingkan diri sendiri.  Saya pulang dari acara itu dengan harapan sangat tinggi, kelak beberapa tahun mendatang akan memiliki generasi muda, intelektual dan berjuang gigih untuk memajukan negeri ini.  Tentu sesuai dengan profesi dan bidangnya masing-masing, levelnya masing-masing.

Besuk paginya, Senin 16 Agustus 2017 saya diajak makan siang dengan beberapa rekan.  Kebetulan yang mengajak adalah teman lama dan yang hadir juga teman-teman lama.  Seperti biasanya, sambil makan kita ngobrol “ngalor-ngidul”, dan karena salah seorang yang hadir adalah guru besar ilmu politik, maka obrolan sedikit banyak menyentuh ke bidang itu.  Nah, ketika kita sedang makan itu, sang pengundang mendapat tilpun dari salah seorang yang oleh Koran disebut-sebut memiliki peluang untuk maju menjadi calon Gubernur Jawa Timur.  Akhirnya, obrolan banyak berkisar ke arah itu.

Karena awam, saya menjadi pendengar dan kemudian bingung sendiri.  Teman ahli ilmu politik tadi menjelaskan, mengapa partai A mendukung calon X, mengapa calon Y yang dahulu diusung oleh partai B sekarang diusung partai C yang di masal lalu menjadi pesaingnya.  Teman lain yang kenyang makan garam birokrasi menimpali, bahwa semua itu demi kepentingan.  Kepentingan agar aman.  Teman yang lain mengatakan, pilihan gubernur Jawa Timur ini tidaklah semata-mata untuk gubernur, tetapi menata untuk pemilu 2019.  Sang profesor ilmu politik memberi kata pamungkas, itulah politik yang penuh dengan kepentingan. Tidak ada kawan abadi dalam politik, yang abadi adalah kepentingan itu.  Celakanya kadang-kadang kepentingan seperti itu diwarnai oleh hal-hal yang pragmatis.

Sepulang dari makan siang itu, saya bingung sendiri.  Malam sebelumnya, dengan semangat saya memesankan pentingnya menjaga nilai-nilai dalam perjuangan.  Siang berikutnya mendapatkan penjelasaan konstelasi pemilihan gubernur Jawa Timur seperti itu.  Untung kemarin anak-anak tidak bertanya tentang fenomena ini.  Coba mereka bertanya, saya akan kebingunan untuk menjawabnya.

Tidak ada komentar: