Senin, 30 Oktober 2017

SCHOOL OF THOUGHT



Suatu saat saya ikut menguji tesis di jenjang S2 suatu perguruan tinggi.  Kebetulan mahasiswa yang diuji adala seorang guru sebuah sekolah kejuruan yang tua dan cukup terkenal.  Konon sekolah itu didirikan pada zaman Belanda dan gedung-gedungnya merupakan cagar budaya.  Guru yang sedang menempuh S2 itu cukup cerdas dan masih muda.  Oleh karena itu, ketika membaca tesis terbersit di benak saya untuk mendorong yang bersangkutan mengembangkan diri setelah selesai menempuh S2.

Presentasi tesis cukup menarik karena akan menghasilkan seuatu produk yang mungkin sangat bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran di SMK.  Namun metoda penelitian kurang komprehensif, karena tidak mengkaji kualitas produk tersebut. Penelitian justru langsung melihat kemanfaatan dalam pembelajaran.  Tampaknya mahasiswa belum faham bahwa produk itu perlu diuji dulu secara substantif se

dan tanya jawab dengan para penguji, saya agak terkejut karena ada penguji yang kukuh dengan pendiriannya dan seakan menolak pendapat mahasiswa dan juga pendapat penguji lain.  Tampaknya pemahaman adanya school of thought kurang mendapat perhatian, pada hal para penguji tentu semua bergelar doktor dan bahkan beberapa orang profesor.  Saya risau karena kekukuhan pendapat seperti itu menunjukkan terbatasnya bacaan yang bersangkutan dan yang lebih mengkhawatirkan akan mendorong mahasiswa berpikir kerdil karena tidak mengakui pemikiran orang yang berbeda pendapat.

Sebagaimana kita fahami bersama, dalam dunia keilmuan kebenaran itu bersifat relatif dan banyak “aliran/teori/mazab” yang semuanya memiliki argumentasi masing-masing.  Pada beberapa bidang ilmu perbedaan seperti mudah “ditengahi”, tetapi pada bidang ilmu yang lain sulit dipertemukan karena sangat terkait dengan konteks sosial budaya.  Oleh karena itu adanya dua atau beberapa teori yang berbeda itu akan tetap berjalan dan memiliki “penganut” masing-masing.

Bahkan ada ahli yang mengatakan keberasaan beberapa “teori/aliran/mazab” seperti itu justru memberikan dampak positif karena akan mendorong kita mengkaji lebih lanjut untuk menemukan yang lebih mana yang lebih cocok dengan konteks sosial budaya atau masyarakat atau situasi yang kita hadapi.  Dan kajian sepertilah yang menjadi “pintu” perkembangan ilmu pengetahuan.

Apakah fenomena dosen yang saya temui itu hanya terjadi di satu tempat, yaitu tempat saya ikut menguji tesis itu?  Ternyata tidak.  Informasi yang saya dapat dari beberapa teman dosen, ternyata fenomena seperti itu juga terjadi di tempat lain.  Lantas apa yang dapat kita lakukan? Tampaknya perluasan wawasan bagi dosen sangat penting.  Dosen perlu didorong untuk sering membaca literatur baru dari berbagai penulis yang mungkin saja bukan bidang keahliannya.  Dosen juga perlu didorog untuk terlibat diskusi akademik lintas bidang agar mengetahui sudut pandang disiplin ilmu lain. Semoga.

Tidak ada komentar: