Jumat, 11 Mei 2018

TERIMA KASIH SUKRON

Minggu sore tanggal 6 Mei 2018 untuk kedua kalinya saya mendatangi UGD Rumah Sakit Islam Jemursari.  Sehari sebelumnya, sabtu saya sudah ke UGD tersebut karena tiba-tiba tekanan darah saya cukup tinggi, 155/90.  Pada hal biasanya di bawah 120.   Saat di UGD dicek oleh perawat tekanan darah saya 140/90, kemudian di EKG dan hasilnya normal.  Oleh dokter diberi obat neurodek dan obat mag dan boleh pulang.

Hari minggu, seharian saya istirahat seperti yang dipesankan dokter.  Katanya saya kurang istirahat dan memang betul karena sejak rabu sebelumnya kebetulan saya sangat sibuk.  Mondar-mandir Surabaya-Balikpapan-Samarinda-Jakarta-Jogya-Surabaya.  Apalagi Kamis sorenya terkena macet 3,5 jam di Jakarta gara-gara banjir di daerah Kemang.  Sabtu pagi-pagi pulang dari Jogya mampir rumah untuk sarapan dan terus mengajar sampai pukul 16an.

Walaupun sudah istirahat seharian, rasa sedikit pusing belum juga hilang.  Sehabis magrib isteri menensi saya dan tekanan darah justru naik menjadi 162/97.  Dibayangi rasa takut, saya memutuskan untuk kembali ke RSI.  Ketika ditensi saya menceritakan bahwa kemarin sudah kesini dan diberi obat tetapi tekanan darah tidak turun.   Mas perawatnya sangat baik dan terasa akrab sambil ngobrol.  Raut wajahnya cerah dengan senyum tersungging di bibirnya. Saya baca di bajunya beliau bernama Sukron.  Mungkin perawat seperti itu yang ideal, yang membuat pasien merasa nyaman.

Selesai menensi dan melaporkan hasilnya kepada dokter, Mas Sukron datang lagi sambil menerima telepon.  Hp diberikan saya dan saya baca telepon ersebut dari Abah Bagus.  Saya tanya tanya siapa mas, dijawab dari Abah Bagus.  Jujur awalnya saya tidak faham, siapa yang dimaksud Abah Bagus.  Maklum di kalangan RSI orang yang sudah berusia sering dipanggil abah, termasuk saya juga dipanggil abah.   Sambil mendengar suara di hp, saya jadi tahu bahwa yang menelpn Pak Bagus “orang RSI Jemursari” yang biasa mengurusi hal-hal umum di RSI, antara lain perparkiran.  Intinya Pak Bagus menyarakan saya opname saja untuk diobservasi.

Akhirnya saya diopname dan Mas Sukron yang mengurus segala sesuatunya, termasuk memasang infus dan mencarikan kamar.  Sambil memasang infus beliau cerita ini dan itu, termasuk cerita tentang Cak Anam (Choirul Anam-pengawas Yarsis-teman lama saya).  Mas Sukron sangat terampil dan ramah.  Memasang infus maupun mengambil darah tidak sakit.  Kalau saja semua perawat seperti itu, ramah dan terampil tentu pasien sangat senang dan tidak merasa “ngeri” di rumah sakit.  Bukankah yang paling banyak ketemu pasien adalah perawat, karena dokter hanya sebentar-sebentar ketemunya.  Saya merasa wajib mengucapkan terima kasih kepada Mas Sukron.

Setelah semua selesai, saya diantar ke kamar untuk opname.  Kebetulan Pak Cholik-Wakil Dekan tempat saya bekerja-hadir sehingga beliau yang mendorong kursi roda saya.  Isteri saja dan seorang perawat muda mengiringi di belakangnya.  Mas Sukron sebagai perawat senior di UGD tentu harus menangani pasien lainnya.  Sebelum sampai ke ruang opname, ternyata saya harus menjalani foto torak dan CT Scan otak.   Dalam hati saya bertanya-tanya, apakah sakit saya serius, kok sampai CT scan?  Atau seperti saran Pak Bagus, menisan diobervasi biar tuntas?  Ya sudah diikuti saja.

Selesai foto torak dan CT scan, saya diantar oleh isteri dan perawat muda itu ke shal Ahira dan kebetulan dapat kamar di nomor 2.   Saat datang, beberapa perawat pada datang dan saya bercerita kalau tadi yang memasang infus Mas Sukron, yang pandai sekali sehingga tidak sakit.  Salah seorang perawat mengatakan Mas Yusro itu suaminya dokter Nanda.  Saya agak kaget.  Betulkan yang dimaksud dr. Nanda putra Pak Salamun?  Ternyata  betul.  Pada hal, saat di Nanda menikah, saya menjadi saksinya.  Jadi saya menjadi saksi pernikahan Mas Sukron dengan dr. Nanda.  Makanya, Mas Sukron tampak sudah mengenal saya dan bahkan menelpun Pak Bagus kalau saya sedang di UGD.  Sekali lagi terima kasih Mas Sukron, semoga apa yang panjenengan lakukan menjadi amal ibadah dan mendapat pah

Tidak ada komentar: