Rabu, 02 Mei 2018

TIDUR DIGOYANG MOBIL


Sudah lama saya tidak ke Samarinda.  Mungkin sudah 10 tahunan.  Meskipun ibukota propinsi Kalimantan Timur, tetapi Samarida tidak memiliki bandara yang representatif.  Bandara yang besar berada di Balikpapan yang berfungsi sebagai hub kota-kota di Kalimantar Timur dan juga kota-kota di Kalimantan Utara.  Memang ada bandara di Samarinda tetapi kecil dan saya sendiri belum pernah terbang langsung ke Samarinda.  Jadi setiap kali ke Samarinda, saya landing di Balikpapan, disambung perjalanan darat Balikpapan Samarinda.

Tanggal 2 Mei 2018 saya punya acara di Universitas Mulawarman dan UIN Samarinda, sehingga terbang ke Kaltim sehari sebelumnya.   Saya memilih terbang agak sore, toh acaranya tanggal 2 Mei.  Yang penting bisa sampai di Samarinda tanggal 1 Mei sore atau malam, dan pagi-pagi sudah siap acara.  Setelah melihat jadwal penerbangan, saya memilih Citilink yang terbang dari Surabaya pukul 14.45, dengan harapan sampai Balikpapan sekitar pukul 17.30an, sehingga tidak terlalu malam sampai Samarinda.

Citilink saya pilih karena menurut beberapa teman temasuk penerbangan yang relatif on-time.  Saya merasakan itu ketika beberapa hari lalu terbang dari Pekanbaru ke Jakarta.  Apalagi pramugari menginformasikan kalau Citilink merupakan satu-satunya penerbagangan berbiaya rendah (low cost carier) yang mendapatkan penghargaan Bintang Empat.   Logikanya pelayanan baik dengan jadwal yang tepat pula.

Karena tidak sempat check in on-line, saya sengaja ke bandara agak awal. Sekitar pukul 13.30an sudah sampai Terminal 1 Bandara Juanda dan melakukan check in dengan mudah.  Saya mendapatkan tempat duduk nomer 24-B.   Biasanya saya menghindari kuri bernomor “B” atau “J” karena itu berarti di tengah.  Saya selalu memilih kursi bernomor “C” atau “H” yang artinya di lorong, karena mudah kalau ingin ke toilet.   Kali ini mendapat kursi “B” karena kalau memilih harus membayar tambahan, minimal 55 ribu rupiah.  Tampaknya Citilink benar-benar menerapkan “bussiness airline”, sehingga setiap tambahan kenyamanan harus membayar.

Begitu masuk ke ruang tunggu 10-A sesuai dengan yang tertera di boarding pass, saya melihat pengumuman kalau pesawat delay dan akan diberangkatkan pada pukul 15.10.  Saya segera kirim WA ke Pak Budi Kuncoro, rekan yang akan sama-sama ke Samarinda tetapi terbang dari Jakarta, agar beliau tidak menunggu-nunggu.  Namun ketika jarum jam menunjukkan pukul 15.10 ternyata pengumuman di layar berubah pesawat akan diberangkatkan pukul 16.30. Wow, berarti pesawat akan delay 1 jam 45 menit dan akan sampai di Balikpapan pukul 19.30an WITA.  Itupun kalau betul pesawat take off pukul 16.30.

Informasi itu segera sampai WA-kan ke Pak Budi Kuncoro dan beliau menjawab, nanti dilihat akan menginap di Samarinda seperti rencana semula atau menginap di Balikpapan saja.  Baru pagi-pagi berangkat ke Samarinda.  Saya kira itu rencana yang baik.  Toh acara di UIN .......mulai pukul 10, sehingga masih cukup waktu ditempuh dari Balikpapan pagi-pagi. Anggaplah Balikpapan-Samarinda memerukan waktu 3,5 jam berarti kami dapat start pukul 6 pagi.

Begitu sampai di bandara Sepinggan Balikpapan dan ketemu Pak Budi dan Bu Ari Widhowati, ternyata rombongan akan langsung ke Samarinda dengan harapan dapat istirahat baik, karena tidak tergesa-gesa bangun dan berangkat.  Agar dapat segera meluncur diputuskan makan malam di rumah makan padang yang bisa cepat.  Kebetulan begitu keluar area bandara ditemukan Rumah Makan UPIK dengan sajian masakan padang.

Dengan perut kenyang, kami berlima-Bu Ari, Pak Budi, Mas Afan Surya, Mas Andre-driver dan saya meluncur ke Samarinda.  Kami start pukul 21 lebih sedikit, sehingga Mas Andre-driver bilang kami akan sampai di Samarinda sekitar pukul 24.30an.   Mendengar itu, pikiran saya kami akan masuk hotel lewat tengah malam, sehingga harus berusaha tidur selama di perjalanan agar besuk pagi tetap fresh.

Walaupun teman-teman tetap ngobrol dan bahkan berkelakar, saya mencoba tidur sebisa-bisanya.  Karena jalan sepanjang Balikpapan-Samarinda berkelok-kelok dan tidak rata akibat tanah yang bergerak, maka mobil terus meliuk-liuk dengan goyangan kecil selama perjalanan.  Itulah yang saya nikmati sekitar 3 jam perjalanan, khususnya setelah keluar kota Balikpapan dan masuk kota Samarinda.  “Turu-turu ayam” mungkin itu istilah yang tepat untuk menggambarkan tidur saya selama perjalanan.  Tetap mendengar obrolan teman, tetap dapat merasakan goyangan mobil, tetapi sebenarnya sedang tidur.  Lumayan, daripada tidak tidur sama sekali.

Pukul 23.50an kami sampai hotel Midtown tempat kami menginap.  Jadi perjalanan lebih cepat dari yang diperkirakan Mas driver.  Segera kami check in untuk segera istirahat.  Ketika petugas front office mengatur kamar-kamar kami, saya berkelakar “kalau check in tengah malam gini, bayarny separoh ya”.   Petugas hotel hanya tersenyum dan Mas Budi menimpali “bayar separoh tetapi nanti yang numpak di bed juga hanya badan dan kepala, kakinya tidak boleh”.

Begitu menerima kunci, kami segera masuk ke kamar masing-masing untuk segera istirahat.  Saya juga demikian.  Masuk kamar, melepas celana panjang dan ganti sarung, ambil wudhu, sholat dan segera merebahkan badan.  Ketika menghidupkan tivi, ternyata sedang acara ILC dan membahas masalah tenaga kerja asing yang menyerbu Indonesia.  Menarik, tetapi saya sadar harus segera istirahat.  Oleh karena itu segera saja, tivi saya matikan dan berusaha tidur.

Tidak ada komentar: