Sabtu, 09 Juni 2018

RISET DI TENGAH KETERBATASAN ANGGARAN

Tanggal 7 Juni 2018 saya mengikuti rapat Senat Unesa dan duduk bersebelahan dengan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (Prof Lies Amin).  Sebelum rapat dimulai kami berdua sempat berbincang singkat tentang tantangan penelitian, khususnya di Unesa.  Saya menangkap kesan bahwa Unesa kerepotan merancang penelitian dengan anggaran yang terbatas ditambah dengan ego dosen untuk melakukan penelitian pada bidangnya masing-masing.  Akhirnya anggaran yang tidak besar itu dibagi kepada orang banyak, sehingga merupakan paket penelitian kecil-kecil, sehingga sulit untuk menghasilkan temuan yang fundamental. Sambil mengikuti rapat Senat saya mencoba memikirkan kerisauan Prof Lies Amin dan kemudian menuliskan naskah ini.
Penelitian pada sebuah perguruan tinggi merupakan bagian dari pelaksanaan tridarma, sehingga mestinya sesuai dengan visi dan misi perguruan tinggi yang bersangkutan.  Pertanyaannya bagaimana membingkai keinginan dosen yang sangat beragam agar sesuai dengan visi dan misi perguruan tinggi.  Inilah tampaknya yang harus kita pikirkan, yaitu memiliki penelitian “besar” yang potensial menghasilkan temuan fundamental.
Sudah saatnya perguruan tinggi seperti Unesa memiliki rencana induk penelitian (research grand design) yang disusun berdasarkan visi dan misi Unesa.  Visi Unesa saat ini berbunyi “unggul dalam pendidikan kukuh dalam keilmuan”.   Ketika IKIP Surabaya bertransformasi menjadi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), tampaknya tetap memegang tugas utamanya sebagai LPTK.  Dengan visi itu tampaknya Unesa ingin menjadi perguruan tinggi mampu menjadi mata air sekaligus sumber inspirasi dalam bidang pendidikan, baik dalam tataran keilmuan maupun praksisnya.
Penggalan kalimat “kukuh dalam keilmuan” dimaknai sebagai penopang.  Artinya fokus utama tetap dalam bidang pendidikan, sedangkan bidang lain merupakan penopang.  Bukan berarti bidang non kependidikan tidak penting, tetap penting.  Tetapi harus diarahkan untuk menopang agar Unesa mampu menghasilkan guru yang baik.  Guru yang baik tentu harus menguasai bidang ilmu yang diajarkan dan disitulah peran penting penggalan kalimat
Jika pemikiran tersebut di atas disepakati, kemudian Unesa perlu menyusun grand design  induk penelitian yang hasilnya dapat dipakai sebagai landasan pengembangan universitas yang mampu menjadi mata air dan inspirasi bidang kependidikan, sekaligus mampu menghasilkan guru yang profesional.  Grand design itulah yang kemudian “di-break down” menjadi berbagai judul penelitian, sesuai dengan bidang kelimuan fakultas, jurusan dan dosen.
Apakah dengan begitu dosen tidak boleh melakukan penelitian lain yang mungkin tidak segaris dengan grand design penelitian universitas?  Apa berarti penelitian hasil break down itu bidang pendidikan.  Tidak juga, tetapi yang memiliki kaitan langsung dengan bidang pendidikan.  Misalnya meneliti terapan bidang ilmu tertentu dalam kehidupan sehari-hari yang nanti dapat digunakan sebagai contoh dalam bidang pendidikan.  Struktur keilmuan juga dapat menjadi kajian yang penting karena akan menjadi dasar menyusun struktur kurikulum, sehingga dapat mendukung bidang kependidikan.
Apakah dengan demikian dosen tidak boleh melakukan penelitian yang tidak terkait dengan grand design universitas?  Boleh dan sangat boleh, namun bukan menjadi prioritas penelitian yang dibiayai.  Dipersilahkan yang bersangkutan menggali dana dari sumber lain, yang sekarang banyak ditawarkan.  Dengan begitu universitas tidak menghalangi tetapi tidak memberikan prioritas. Grand design penelitian pada saatnya akan menjadi ciri khusus Unesa sekaligus menjadi kompas pengembangannya

Tidak ada komentar: