Selasa, 25 Februari 2020

Umroh 4: Berbagai Cara Bersodaqoh

Sudah lama kita mendengar bahwa di Masjidil Haram dan masjid Nabawi banyak orang yang merawarkan makanan saat berbuka puasa.  Saya juga pernah ditawari dan menerima, karena ada kawan memberi nasehat jika kita menerima berarti membantu si pemberi mendapat pahala. Namun pada umroh Januari saya terkejut.  Kamis tanggal 23 Januari 2020 saya berangkat awal untuk sholat magrib di masjid Nabawi, agar mendapatkan tempat di depan karena akan melanjutkan tinggal di masjid sampai sholat Insya.  Saya kaget karena shaf yang yang dibentangi plastik dan di atasnya tersedia makanan sangat banyak.  Kalau diurut dari belakang, sampai shaf di dekat ruang yang “bolong” karena atapnya bisa bergeser, semuanya tersedia makanan di atasnya.  Saya tidak tahu jumlahnya, tetapi saya menduga bisa saja sepertiga dari jumlah jama’ah atau sekitar 200.000 orang.  Dan yang juga mengagumkan ada jama’ah yang menarik jama’ah lain yang baru datang untuk mau duduk menunggu adzan dan menikmati makanan yang disediakan.

 Apakah makanan tersebut dari satu orang?  Jujur saya tidak tahu.  Mungkin saja, karena konon orang Saudi Arabia sangat kaya-kaya.  Mungkin juga dari beberapa orang atau banyak orang, karena makanannya berbeda-beda.  Namun yang pasti jumlahnya sangat banyak dibanding yang saya temui beberapa tahun lalu.  Mudah-mudahan itu merupakan semangat masyarakat untuk bersodaqoh
Dan mudah-mudahan itu dilakukan dengan tulus untuk memperoleh pahala dari Allah swt.

Tanggal 23 Januari lalu, saya ikut makan di salah satu shaft.  Ikut makan karena saya tidak puasa.  Saya memilih shaft yang depan, dengan harapan setelah itu dapat sholat di lokasi yang atapnya terbuka. Makanan yang tersaji berupa teh hangat, roti, kurma dan roti.  Setiap jama’ah mendapatkan satu paket.  Kami duduk menunggu adzan magrib sambil saling bertanya ini dan itu.  Begitu adzan magrib berkumandang, semua jama’ah segera menyantap apa yang tersedia di depannya.  Beberapa saat menjelang iqomah, plastik tempat makanan ditempatkan digulung dengan cepat, sehingga ketika iqomah berkumandang shaft sudah bisa dipakai sholat.

Karena ingin sholat di depan, begitu plastik digulung saya ijin utuk pindah. Tampaknya banyak orang seperti saya.  Buktinya begitu  plastik digulung, banyak orang berdiri dan berpindah tempat.  Oleh karena itu terjadi semacam kelucuan.  Sebelum adzan shaft yang ada makanannya penuh jama’ah yang duduk saling berhadapan.  Begitu adzan berkumandang dan selesai menyantap makanan di depannya, mereka berdiri dan pindah ke tempat yang lebih depan.
Jujur saya tidak tahu apakah setiap hari senin dan kamis di masjid Nabawi selalu tersedia makanan yang melimpah seperti yang sebutkan di atas, atau itu hanya kebutulan.  Misalnya kebetulan ada orang yang kaya, sehingga dapat menyediakan makanan begitu banyak.  Terlintas di benak saya, bagaimana dengan orang yang kurang mampu ya?  Tentu mereka tidak dapat menyediakan makanan bagi orang lain, seperti orang kaya.

Ternyata saya mendapatkan jawaban keesokan hari.  Jum’at tanggal 24 Janurai saya sengaja datang ke masjid Nabawi lebih awal.  Mengapa?  Biasanya banyak jama’ah yang hadir, sehingga khawatir tidak mendapat tempat yang baik.  Alhamdulillah, saya dengan adik yang umroh Bersama saya mendapat tempat di belakang makam Rosul.  Lokasinya sekitar 10 x 10 meter persegi dan lantainya dibuat sekitar 50 cm lebih tinggi dari lantai masjid.  Juga diberi pagar pendek, sekitar 30 cm.

Mendapat tempat sebaiknya itu, tentu saya berusaha memanfaatkannya untuk sholat, dzikir dan baca Al Qur’an.  Saya juga mencoba mencari cari agar bisa melihat Khatib saat khobah.  Bahkan jika mungkin memfoto.  Nah, disaat seperti itu saya melihat kejadian yang sungguh menyentuh hati.  Ada jama’ah yang membawa semacam teko plastik berisi air zam-zam dengan setumpuk gelas.  Yang bersangkutan berkeliling memberi air zam-zam kepada jama’ah yang memerlukan.  Ada juga jama’ah lain yang membawa gelas yang sudah berisi air zam-zam dan juga berkeliling membagian kepada jama’ah yang memerlukan.  Sungguh mulia dua jama’ah itu, karena memberikan minuman kepada jama’ah yang sedang haus.  Tidak memerlukan ‘modal’ karena air zam-zam sudah tersedia di tanki-tanki kecil.

Apakah penyediaan buka puasa yang saya amati di masjid Nabawi juga ada di Makah?  Saya menduga ya.  Oleh karena itu ketika tahu kalau Sabtu siang berangkat ke Makah, saya berniat agar pada hari Senin berikutnya dapat menyaksikan itu. Namun sayang, pada Senin 27 Januari 2020 saya tidak mendapatkan tempat yang bisa melihat banyak jama’ah.  Menjelang sholat Magrib Masjidil Haram sangat penuh dan saya kebagian di lantai dasar, di belakang bagian masjid yang sedang dibangun.  Saat itu saya berada di dekat jama’ah yang berpakaian putih dan tampak bersih serta rapi.  Nah, saat menjelang waktu buka mereka berbagi kurma dan roti.  Memang tidak banyak, karena sepertinya itu hanya lebihan yang dipakai buka mereka sendiri.

1 komentar:

winsortoto mengatakan...

http://198.187.31.240/ situs judi togel online terpercaya