Sabtu, 31 Januari 2015

DAVID AND GOLIATH (2)



Seperti saya ceritakan pada artikel terdahulu, buku David and Goliath disertasi dengan data-data layaknya buku ilmiah.  Disamping itu buku itu memudat fenomena dan simpulan “baru” yang mengejutkan, karena tidak sesuai dengan apa yang selama ini saya baca di buku lain.  Berikut ini saya ingin berbagi hal-hal baru tersebut.

Akhir tahun 1990an saya membantu menyiapkan konsep pendidikan untuk Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya (SAIMS) di Medokan Semampir Surabaya.  Dengan keinginan kuat mendapatkan konsep pendidikan yang baik, kami (saya dengan beberapa teman dan didukung oleh Pak Sulthon, ketua yayasan/pemilik dana) melakukan studi ke berbagai tempat. Salah satu temuan yang kemudian dijadikan konsep adalah: (1) pembelajaran tematik, (2) bentuk ruang kelas segi enam, dan (3) jumlah siswa 24 orang per kelas dengan guru 2 orang.

Walaupun ketiga konsep itu tidak lazim saat itu, dengan penuh keyakinan kami mulai melaksanakan.  Misalnya pembelajaran tematik dengan konskwensi tidak ada matapelajaran.  Akibatnya SAIMS tidak mendapatkan ijin sampai 3 tahun.  Juga bentuk ruang kelas yang dianggap aneh dan dikometari tidak hemat.

Nah ketika membaca buku David and Goliath, ternyata jumlah ideal siswa dalam satu kelas bukan 24 orang tetapi 18 orang.  Sayang buku ini tidak memberikan argumentasi kokoh, kecuali data-data bahwa tidak ada bukti semakin sedikit siswa semakin baik proses pembelajaran.  Pada halaman 56 hanya disebutkan:

“My perfect number is eighteen: that’s enogh bodies in the romm that no one person needs feel vulnerable, but everyone feel important.  Eighteen divides handly into group pf two or three or six-all varying degrees of intimacy in and themleves.................. But the trade-off with twenty four is that verge on having the energetic mass of audiance instead of a team.  Add six more of them to hit thirty bodies and we’ve weakened the enegetic connections so far that even the most charismatic of teachers can’t maintain magic all the time”.

Mana yang benar?  Saya harus jujur, angka 24 yang kami temukan itu jumlah maksimal yang masih menghasilkan pembelajaran yang baik.  Sebenarnya kami juga menemukan, jumlah ideal 18 orang, jumlah maksimal 24 orang dan jumlah minimal 12 orang.  Buku David and Goliath tidak menyebutkan jumlah minimal, tetapi mengajukan propisi  “Huruf U Terbalik” (invered U).  Artinya, semakin sedikit dari ideal juga tidak baik, semakin banyak juga tidak baik.  Jadi secara prinsip sama dengan apa yang kami temukan dan terapkan di SAIMS saat mulai berdiri.

Yang baru bagi saya adalah proposisi huruf U terbalik itu berlaku untuk banyak hal.  Dengan data yang cukup baik, buku itu menjelaskan orang yang miskin susah mendidik anak, tetapi orang yang sangat kaya juga kesulitan mendidik anak.  Jika miskin tidak memiliki sarana untuk mendidik anak dengan baik, tetapi jika terlalu kaya situasi rumah dapat membuat anak tidak memiliki daya juang.

Penjelasan di buku itu mengingatkan saya dengan cerita dari seorang direktur pabrik pembuat alat-alat pertanian.  Kami sama-sama menjadi Komite Sekolah Swasta Ternama di Surabaya.  Beliau bercerita, kalau waktu libur anak-anaknya diminta bekerja di pabrik dan dibayar seperti karyawan yang bertugas bersama mereka.  Maksudnya agar anak-anaknya tidak manja dan memiliki daya juang untuk mendapatkan uang saku.

Hal baru lainnya adalah yang dimuat pada halaman 63 s.d 96, dengan judul Caroline Sacks.  Bagian itu menggambarkan kalau mahasiswa yang berada di rangking terbawah di kelasnya akan mengalami tekanan sehingga seringkali gagal.  Dengan metoda perbandingan, mahasiswa dengan kemampuan yang sama, yang masuk di univeritas favorit kalah sukses dibanding rekan mereka dengan kemampuan sama tetapi kuliah di universitas biasa.  Dosen dengan kemampuan yang sama, mereka yang bekerja di universitas biasa terbukti lebih produktif dibanding mereka yang bekerja di universitas top.

Mengapa demikian?  Saya buku David and Goliath tidak melakukan analisis dan hanya berhenti di penjadian data.  Mungkin mahasiswa dan dosen yang berada di urutan buncit di kelompoknya menjadi under pressure, sehingga tidak dapat bekerja dengan baik.  Sementara rekan mereka dengan kemampuan sama tetapi berada di posisi rata-rata atau bahkan di posisi atas di kelompoknya menjadi termotivasi sebagai orang berprestasi.

Itulah beberapa catatan kecil dari separuh depan buku David and Golitah. Sungguh menarik, bagi yang ingin lebih jelas silahkan membaca lagsung buku aslinya.

Tidak ada komentar: