Jumat, 06 Mei 2016

MAKNA BELAJAR SEPANJANG HAYAT: Catatan Hari Pendidikan Nasional (2)



Beberapa hari lalu saya mendengarkan Radio Suara Surabaya (SS) sambil menyopir ke kampus.  Saya memang selalu menyetel SS kalau sedang menyetir mobil, karena biasanya menyiarkan lalu lintas di Surabaya dan sekitarnya.  Nah waktu itu SS menyiarkan “TITIK NOL”, suatu testimoni seseorang tokoh.  Saya pertama kali mendengar testimoni itu sehingga sambil mencermati apa yang diungkapkan mencoba menebak siapa dia. Saya tidak dapat menebak, sampai diujung testimoni yang bersangkutan menyebut diri “saya jenderal polisi Badrodin Haiti, kepala Kepolisian Republik Indonesia”.

Apa yang menarik dari testimoni tersebut? Dua ungkapan, yaitu: (1) keyakinan diri akan dapat menumbuhkan motivasi mengatasi segala masalah yang dihadapi, dan (2) belajar dari setiap masalah yang dihadapi. Merenungkan dua ungkapan itu, saya jadi teringat ulasan wartawan terhadap kesuksesan Zidane sebagai pelatih Real Madrid.  Menurut ulasan itu, dua kunci sukses Zidane adalah: (1) berhasil membangun kepercayaan diri pemain dan soliditas tim, dan (2) mencermati permainan lawan kemudian menyusun startegi untuk menaklukkannya.

Jika dua faktor kunci Pak Badrodin Haiti dan Zidane itu dibedah dengan katamata pendidikan sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru.  Namun justru dua tokoh yang notabene bukan kalangan pendidikan, berhasil melaksanakan dengan baik.

Bahwa kepercayaan diri sangat penting untuk belajar maupun bekerja, rasanya semua kalangan pendidikan sudah tahu.  Itulah sebabnya anak jangan ditakut-takuti saat belajar dan salah satu tugas guru/orangtua/tutor adalah memberikan semangat “kamu pasti bisa”.  Pemberian materi ajar/tugas harus disesuaikan dengan kemampuan anak, sehingga anak punya pengalaman sukses yang pada gilirannya menumbuhkan kepercayaan diri. Dengan begitu scafolding dapat menggelinding secara berkelanjutan.

Bahwa kita harus belajar dari pengalaman apapun yang kita jumpai juga bukankah sesuatu yang baru dalam konsep pendidikan.  Bahkan adalah nasehat bijak: “Setiap hari Tuhan mengajar kita dengan apapun yang kita temui, kita hadapi dan kita harus pecahkan”.  “Jika kita ketemu dengan orang pandai, kepada dialah kita harus belajar; jika kita ketemu dengan orang bijak, dialah yang arus kita teladani; jika kita ketemu dengan orang jahat, itulah contoh untuk tidak ditiru”.

Jujur saya merasa “iri” kepada Zidane yang sukses menerapkan teori pendidikan dalam menjalankan tugasnya sebagai pelatih Real Madrid. Kagus kepada Pak Badrodin Haiti yang masih terus belajar walaupun sudah menjadi “Trunojoyo-1”.  Jadinya saya bertanya kepada diri sendiri: “sudahkah saya menerapkan prinsip belajar sepanjang hayat, seperti yang sering kita ceramahkan?”.  “Sudahkan kita menerapkan prinsip motivasi ketika saya mengajar?”. Jangan-jangan keduanya belum saya laksanakan.

Merenungkan itu semua, saya jadi teringat kata-kata bijak yang pernah saya kutip ketika mmberi sambutan pada Wisuda Unesa tanggal 2 April 2011, yaitu:

Saya minta bunga yang indah, tapi Tuhan memberiku kastus yang penuh duri,
Saya minta kepandaian, tapi Tuhan memberiku masalah yang sulit,
Saya minta kekayaan, tapi Tuhan memberi pekerjaan yang berat.
Ternyata kastus berduri yang saya pelihara tumbuh bunga yang indah, dari mengatasi masalah yang sulit aku jadi belajar, dan dari bekerja yang berat aku dapat uang.  

Kata-kata bijak di atas menunjukkan bahwa Tuhan tidak memberikan ikan tetapi memberikan kail, agar orang belajar, bekerja untuk mendapatkan apa yang diinginkan.  Proses pendidikan dar Tuhan menerapkan pendekatan proses dan bukan hasil.  Jika itu semua menjadi kegiatan sehari-hari seperti yang dilakukan Pak Badrodin Haiti dan Zidane, bukankah itu yang dimaksud belajar sepanjang hayat, belajar dari ayunan sampai menjelang masuk liang lahat.

Tidak ada komentar: