Senin, 02 Januari 2017

BELAJAR DARI FENOMENA YAHOO: JANGAN BERHENTI BERINOVASI



Rasanya hampir tidak ada diantara pembaca yang tidak mengenal nama yahoo.  Walaupun tidak tahu angka pastinya, saya yakin pengguna akun yahoo untuk email jumlahnya jutaan, termasuk di dalamnya saya sendiri.  Dengan demikian kita dapat menduga secara bisnis tentu Yahoo menguntungkan.  Bahkan konon di masa lalu, pemilik Yahoo termasuk orang sangat kaya di dunia.

Siapa menduga, ternyata beberapa waktu lalu Yahoo “bangkrut” dan diakuisisi oleh Verizon dengan harga “hanya” 65 triyun rupiah.  Pada hal tahun 2000 nilai Yahoo konon sekitar 1300 triyun rupiah.   Apa yang terjadi dengan Yahoo?  Mengapa “raksasa” dan pioner dunia maya itu bangkrut?  Apakah ada yang salah salam manajemennya?  Apakah kalah dalam persaingan yang semakin ketat?  Apakah itu seperti fenomena Sampurna yang dijual ke Philip Moris?  Jika ya, mengapa harganya sangat “murah”?

Jujur saya tidak tahu dan merasa tidak memiliki kompetensi dalam bidang itu.  Saya hanya ingat peristiwa yang menjadi topik hangat beberapa tahun lalu, ketika perusahaan milik Michael Porter bangkrut.  Pada hal Michael Porter dikenal sebagai ahli manajemen di dunia dan pernah diundang dua kali oleh Presiden SBY.  Seingat saya fenomena itu secara khusus dibahas oleh pakar marketing Hermawan Kertajaya.  Menurut Pak Hermawan, Michel Porter terlalu yakin dengan formula manajemen yang selama ini digunakan dan ternyata situasi telah berubah sehingga formula itu tidak cocok.

Merenungkan itu, saya teringat sekian tahun lalu (mungkin 15 tahun lalu) saya mendapat keluhan dari pimpinan lembaga pendidikan di Surabaya.  Beliau mengatakan “dahulu sekolah kami ini didatangi oleh wali murid dari luar Surabaya bahkan ada yang dari luar Jawa.  Namun sekarang jumlah pendaftar semakin menurun, sementara sekolah lain yang lahir belakangan pendaftarnya banyak.

Karena beliau sangat senior, saya sungkan untuk memberi saran secara lugas.  Oleh karena itu saya menggunakan analogi.  Saya menunjukkan ada warung rawon atau soto yang dahulu terkenal dan kita sering makan di tempat itu.  Sekarang warung itu kalah dengan warung lain dan kita juga lebih senang makan di warung lain yang lebih baru itu.  Kita mengatakan warung yang baru lebih enak, lebih bersih dan lebih nyaman situasinya.  Tampaknya, jika makan sekarang kita tidak hanya memperhatikan rasa, tetapi juga kebersihan dan kenyamanan.

Tampaknya tuntutan zaman terus bergulir. Warung, sekolah dan perusahaan terus tumbuh dan mereka berusaha berinovasi untuk dapat memenuhi tuntutan zaman.  Orang selalu menuntut hal-hal baru yang lebih baik.  Warunf, sekolah, perusahaan yang tidak mampu memenuhi tuntutan itu akan ditinggalkan, karena ada “pesaing” yang lebih baik.  Itulah mungkin, sekali lagi mungkin, yang menyebabkan warung ditinggalkan pelanggannya, sekolah tidak lagi favorit dan Yahoo bangkrut.

Contoh lain yang paling dekat dengan kita adalah HP.  Mari kita ingat, seperti ada HP lima tahun lalu.  Jauh lebih sederhana dibanding HP saat ini yang multifungsi.  Setiap tahun bahkan setiap bulan muncul HP baru yang lebih canggih dan setelah itu HP versi lama harganya anjok atau bahkan ditinggalkan orang. 

Nah, apa kunci dari segal itu?  Menurut saya ya inovasi.  Dengan inovasi itulah HP versi baru dikembangkan, warung versi baru mengalahkan warung versi lama, sekolah yang baru menggeser sekolah yang lebih tua.  Jadi wajar jika studi Bank Dunia menyimpulkan 40% perkembangan negara itu disumbang oleh inovasi bangsanya, sementara sumbangan sumberdaya alam hanya 10%.

Tidak ada komentar: