Jumat, 27 Januari 2017

KORBAN KETIDAKTAHUAN



Hari ini saya melaksanakan tugas dari Dikti untuk melakukan penilaian angka kredit (PAK) bagi dosen yang akan naik jabatan ke lektor kepala (LK) dan ke guru besar (GB).  Sebenarnya ini pekerjaan rutin yang telah sekian lama saya laksanakan hampir setiap bulan sekali.  Namun kali ini pertama kalinya saya melaksanakan dengan aturan baru, sesuai dengan Permendikbud Nomor 92 Tahun 2014.  Di samping itu, juga pertama kali saya melaksanakan PAK secara online, sehingga semua datanya digital.

Pada awalnya berjalan seperti biasa.  Saya kebagian 8 orang, namun yang satu orang masih berkas lama yang datanya berupa tumpukan kertas satu dos besar.  Namun pada hari kedua, saya memeriksa ajuan kenaikan jabatan ke GB atas nama seorang dosen perguruan tinggi negeri (PTN) “kecil” di luar Jawa.  Yang bersangkutan sudah senior dan sudah memiliki jabatan fungsional LK dengan golongan IV C.  Dengan demikian memang tinggal satu langkah untuk menuju jabatan tertinggi bagi dosen, yaitu GB.  Angka kredit yang dimiliki juga cukup besar, termasuk “tabungan” untuk karya ilmiah.

Ketika mulai memeriksa, saya mencoba mencemati profil yang bersangkutan.  Dosen senior, berpendidikan S3, sudah cukup lama menduduki jabatan LK dan berada di PTN kecil di provinsi yang relatif juga “di ujung” Indonesia.  Saya membayangkan, yang bersangkutan tentulah seorang dosen yang disegani di PTN tempat bekerja atau bahkan pejabat pada level tertentu.  Mungkin juga jabatan GB sangat ditunggu oleh yang bersangkutan maupun PTN tempat bekerja.

Setelah selesai membaca profil calon, saya mulai membuka apa saja karya ilmiah yang diajukan.  Perlu diketahui, pada PAK pola baru, penilaian kredit point bidang pendidikan (A) dan pengabdian masyarakat (C) “diserahkan” kepada PTN tempat bekerja, sehingga penilaian PAK di Dikti lebih fokus pada karya ilmiah (bidang B).  Kalau toh diperlukan, hanya memverifikasi saja untuk bidang A dan C.

Saya menemukan cukup banyak (lebih dari lima) artikel jurnal berbahasa Inggris terbitan luar negeri dan beberapa buku referensi yang semuanya diterbitkan oleh penerbit d Jakarta.  Pada awalnya saya memerika buku referensi yang semuanya diterbitkan oleh penerbit yang tidak familier bagi saya.  Saya berpikir, mungkin ini penerbit yang mengkhususkan pada buku-buku tertentu yang saya tidak terlalu sering membaca.  Ketika saya cermati isinya, saya mulai berpikir bahwa buku itu sangat mungkin awalnya dari Buku Ajar, yang kemudian disempurnakan menjadi buku referensi.  Dari isinya posisi buku tersebut “ditengah” antara digolong bidang A (buku ajar) dan bidang B (buku referensi).  Untuk dikategorikan buku referensi masih kurang kadar ilmiahnya, namun untuk digolongkan bidang A juga sudah memuat kajian-kajian ilmiah, walaupun belum dalam.

Nah, ketika mulai membaca artikel ilmiahnya saya kaget.   Nama jurnalnya “berbau keteknikan” tetapi artikelnya tentang “kependidikan”.   Saya berpikir positif, mungkin makna engineering secara luas, misalnya rekayasa bidang pendidikan.  Namun ketika saya baca artikel dengan cermat, saya menemukan bahasa Inggrisnya banyak keliru, baik gramarnya maupun ejaannya.  Bahkan banyak istilah yang aneh.  Dalam hati saya bertanya, mungkinkah jurnal internasional “meloloskan” artikel seperti itu?

Saya mencoba untuk membuka artikel berikutnya.  Ternyata sangat mirip.  Nama jurnal dan bidang ilmu dari artikel yang dimuat seperti tidak tepat.  Bahasa Inggris-nya juga kurang baik.  Isinya jurnalnya juga kurang meyakinkan.  Bahkan dua artikel yang dimuat di jurnal tertentu (satu jurnal) tidak saya temukan naskah lengkapnya.  Web jurnal itu bagai iklan yang menyebutkan diakui oleh lembaga “ini dan itu”.

Dengan penuh kegalauan, fenomena itu saya konsultasikan ke beberapa teman yang sama-sama dengan memeriksa PAK.  Jadilah laptop saya dikerumini beberapa orang yang sama-sama ingin menyaksikan apa yang saya temui. Ternyata teman lain juga menjumpai fenomena yang mirip. Jadilah diskusi yang ramai, tentu dibumbui kelakar khas teman-teman sesama penilai PAK. 

Memkirkan fenomena itu, saya teringat kasus seorang kawan beberapa tahun lalu. Saat itu kawan tadi bercerita kalau dibantu seseorang untuk memasukkan artikelnya ke jurnal internasional.  Termasuk dibantu menterjemahkan artikel yang semula dalam bahasa Indonesia ke bahasa Inggris.  Ketika jurnal itu ditunjukkan, saya menjumpai hal-hal yang aneh.  Bahasa Inggrisnya kurang baik dan bahkan ada beberapa istilah yang tidak lazim.  Sepertinya orang yang menterjemahkan tidak familier dengan istilah bakunya dalam bahasa Inggris. Ketika saya bertanya, apakah untuk bisa masuk di jurnal itu harus membayar?  Teman tadi  menjawab, ya membayar 250 dolar Amerika.

Saya membayangkan, kalau si pengusul yang berkasnya saya periksa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan kawan tadi, lantas berapa dana yang dikeluarkan?  Saya takut, yang bersangkutan tidak tahu mana jurnal yang bereputasi, jurnal tidak bereputasi tetapi tidak abal-abal, jurnal abal-abal dan sebagainya.  Saya takut, ketidaktahuan itu dialami banyak orang dan itu dimanfaatkan “penipu”. Sudah waktunya dicari cara bagaimana membuat daftar jurnal internasional dengan kategorisasinya, sehingga kawan dosen tidak menjadi korban karena ketidaktahuannya. Semoga.

Tidak ada komentar: