Rabu, 15 Mei 2013

DISKUSI PENDIDIKAN DI SBO TV: SPT ORANG BUTA DISKUSI GAJAH


Tanggal 14 Mei 2013 pukul 19.30 saya diundang untuk ikut diskusi tentang pendidikan di SBO TV.  Sudah beberapa kali saya diundang pada forum diskusi seperti itu, tetapi selalu tidak dapat hadir karena waktunya bersamaan dengan acara lain.  Kali ini saya berusaha hadir, walaupun harus berkejaran waktu karena sebelumnya bertemu dengan rombongan KONI Jatim.

Temanya “Perlukah Desentralisasi untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan”.  Pesertanya cukup banyak, sekitar 25 orang, antara lain Ketua DPRD Sidoarjo, Pak Sahudi-mantan Kadiknas Surabaya, Mas Satria Darma-Ketua IGI, Pak Lis dari Dewan Pendidikan Jawa Timur, Mas Isa Ansyori dari Dewan Pendidikan Surabaya, Pak Rosario Sudiro mantan Rektor Unsuri, Mas Totok Aktivis KIP, ada pengacara, ada mahasiswa Unair dan para aktiivis pendidikan.

Pemandunya anak muda tampan dan sering memandu acara di SBO.  Katanya juga sering menjadi trainer untuk public speaking, sehingga juga merasa sebagai praktisi pendidikan.   Diskusi sangat hidup, dan hampir semua yang diundang untuk menyampaikan pendapat berbicara dengan antusias.  Bahkan di sesi terakhir, ketika pemandu menawarkan siapa yang masih ingin menyampaikan unek-unek, banyak yang angkat tangan.  Menurut saya antusiasme peserta itu sangat menggembirakan, karena menunjukkan bahwa pendidikan menjadi kepedulian banyak pihak.

Yang agak merisaukan adalah pemahaman tentang desentralisasi pendidikan yang sangat beragam dan bahkan terkesan “kacau”.  Desentralisasi pendidikan dicampur-adukan dengan kurikulum, dengan standar pendidikan, dengan ujian nasional, dengan guru yang gajinya kecil, guru yang kurang bermutu, dengan transparansi anggaran sekolah dan sebagainya.  Mencermati itu, saya jadi teringat sebuah studi yang menyimpulkan kebanyakan desentralisasi pendidikan gagal kerana ketidaksamaan pemahaman dari para stakeholder.  Akibatnya masing-masing memaknai desentralisasi pendidikan secara  berbeda dan kemudian mengambil langkah pelaksanaan yang berbeda.  Nah, langkah tersebut sering bertentangan atau paling tidak saling tarik menarik.

Karena masing-masing menyampaikan gagasan dengan pemahaman yang beragam, saya jadi teringat cerita orang buta yang berdiskusi tentang gajah.  Ada yang memegang telinganya, sehingga dengan menggebu mengatakan gajah itu seperti kipas yang terbuat dari kulit tebal dan selalu bergerak.  Ada yang memegang ekornya, sehingga mengatakan gajah itu pengusir lalat yang digunakan anak berkhitan di jaman dahulu.  Ada yang memegang kakinya, sehingga dengan antusian menjelaskan bahwa gajah itu seperti batang bambu besar.

Begitulah kira-kira gambaran diskusi tentang desentralisasi pendidikan di SBO TV.  Sang pemandu juga tampak bingung, karena sangat beragamnya pemahaman peserta dan semuanya antusias menyampaikan pendapat.  Saya membayangkan, kalau peserta diskusi yang sebagian besar adalah orang-orang yang memiliki peran mengambil kebijakan dan melaksanakan kebijakan pendidikan seperti itu pemahamannya, pantas saja pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia seperti pusaran air bah.  Tampak berjalan cepat dan ramai, tetapi tidak pidah tempat karena hanya berputar-putar.  Yang disitu-situ saja tanpa ada kemajuan.

Desentralisasi pendidikan kita memang sangat tergesa-gesa.  Begitu undang-undang dan Peraturan Pemerintah dikeluarkan saat itu juga desentralisasi dilaksanakan.  Sejauh yang saya ketahui, tidak ada tahapan desentralisasi. Sosialisasi sepertinya juga tidak menjangkau semua  stakeholder.  Itu terbukti tajamnya perbedaan penafsiran di antara mereka.  Akibatnya terjadi tarik menarik antar stake holder.

Perbedaan itu tidak hanya antara level lembaga, misalnya pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan sekolah, tetapi juga antara stakeholder dalam satu level.  Sebagai contoh adalah adanya perbedaan antara Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dan UUSPN.  Dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah,  pendidikan termasuk urusan yang didesentralisasikan.  Dan karena desentralisasi Indonesia diletakkan di kabupaten/kota, maka dalam PP-nya pendidikan diurus oleh kabupaten/kota.  Sementara itu dalam UUSPN disebutkan bahwa pengelolaan pendidikan menggunakan pola MBS.  Perbedaan mendasar inilah yang menjadi penyebab “perselisihan” antara Dinas Pendidikan Kab/Kota dengan sekolah dalam pengambilan kebijakan.  Biasanya yang kalah sekolah, karena sekolah merupakan bawahan Dinas Kab/Kota.

 Ibarat orang tua dan anaknya yang beranjak remaja, itulah fenomena pelaksanaan desentralisasi pendidikan.  Orangtua (analog unit level lebih tinggi) belum percaya kalau anaknya (analog dengan unit level lebih rendah) mampu melaksanakan tugas dan kuwajibannya.  Oleh karena itu orangtua (unit lebih tinggi) ingin membandu/mengajari, sementara anak remaja (unit lebih rendah) merasa sudah mampu dan tidak ingin dicampuri.  Tarik menarik dan saling kurang percaya mewarnai pelaksanaan desentralisasi, persis fenomena orang tua yang anaknya sedang beranjak remaja.

Studi terhadap pelaksanaan desentralisasi di berbagai negara menyimpulkan bahwa negara yang sukses, memiliki masa transisi sampai 10 tahun sebelum menerapkan desentralisasi secara penuh.  Pada periode itu pemahaman terhadap pembagian tugas-kewenangan-tanggung jawab dilakukan dengan intensif dan dilaksanakan secara bertahap.  Juga dibuat secara jelas pembagian tugas-kewenangan-tanggung jawab antar level lembaga.  Apa peran pemerintah pusat, apa peran propinsi, apa peran kabupaten/kota dan apa peran sekolah.  Pembagian tidak hanya secara umum, tetapi juga dalam setiap komponen pendidikan.  Misalnya untuk komponen guru, apa peran lembaga-lembaga tersebut.  Demikian pula, untuk proses pembelajaran, sarana-prasarana dan sebagainya.  Nah, dalam periode transisi pembagian peran tersebut semua dicobakan.

Bahkan ada negara yang “pernah gagal” melaksanakan desentralisasi pendidikan.  Setelah merasa gagal, urusan pendidikan disentralisasi lagi untuk beberapa tahun.  Kemudian dilakukan pentahapan desentralisasi “versi baru”, dilaksanakan dan ternyata sekarang berhasil.  Semoga kita dapat belajar dari negara lain yang telah melakukan dengan sukses.      

Tidak ada komentar: