Jumat, 01 Mei 2015

LPTK PUNYA MALL?



Tanggal 28-29 April 2015 saya diundang oleh USAID Prioritas untuk ikut workshop LPTK sebagai sevice provider bidang pendidikan.  Workshop tersebut diikuti oleh 16 LPTK Negeri, 9 LPTK di bawah Kemdikbud (sekarang Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, konon disingkat Kemritting) dan 7 LPTK di bawah Kementerian Agama.
Ada sesi yang meminta setiap LPTK menyampaikan layanan apa saja yang sudah dilaksanakan selama ini.  Sungguh menarik ada LPTK yang memiliki bisnis hotel, mall, gedung pertemuan, pengadaan barang dan sebagainya.  Kalau LPTK memberikan jasa pelatihan guru, pendampingan sekolah, pengembangan sekolah ungguh atau sekolah dengan ciri khusus, penyusunan grand design pendidikan dan sejenis itu, rasanya wajar. Namun jika LPTK merambah ke bisnis hotel, mall, gedung pertemuan dan pengadaan barang saya bertanya-tanya.  Apakah itu memang tepat.
Di benak saya, LPTK atau universitas pada umumnya bukanlah lembaga bisnis tetapi lembaga pendidikan tinggi.  LPTK adalah lembaga pendidikan tinggi yang bertugas menghasilkan guru dan mengembangkan ilmu pendidikan.  Memang idealnya sebagai universitas LPTK Negeri harus self support dan tidak hanya menggantungkan kepada dana yang diberikan oleh pemerintah berupa DIPA.  Apalagi ke depan, universitas-termasuk LTPK Negeri harus menjadi lembaga yang mandiri (PTN BH), namun tidak tepat jika kemudian LPTK bermetamorfona menjadi entitas bisnis.
Memang ada dilema, di satu sisi sebagai perguruan tinggi LPTK harus menekuni tugas pokoknya, yaitu menghasilkan guru yang bagus dan mengembangkan ilmu pendidikan.  Di sisi lain, LPTK tidak dapat mengandalkan anggaran dari pemerintah saja, sehingga harus dapat menggali sumber-sumber dana dari luar.  Tarik menarik dua kepentingan itulah yang harus dicarikan solusi yang inovatif.  Terlalu idealis dan hanya mengandalkan anggaran dari pemerintah LPTK tidak akan berkembang, sebaliknya terlalu bersemangat menggali dana kemana-mana, LPTK dapat kehilangan arah.
Saya pernah bertanya kepada teman rektor yang memiliki gedung pertemuan, apakah ekonomi menguntungkan.  Jawaban yang saya dapat, gedung pertemuan membuat universitas bangga dan mudah jika mengadakan suatu acara, namun secara ekonomi rugi.  Biaya yang diperoleh dari uang sewa tidak sepadan dengan biaya pemeliharaan dan renovasi yang harus dilakukan suatu saat ada kerusakan.  Teman saya yang menjadi pimpinan sebuah bank mengatakan, kalangan perbankan sekarang sudah tidak mau punya gedung dan mobil sendiri. Lebih baik menyewa karena secara ekonomi lebih menguntungkan.
Lantar mengapa apa peruahaan yang membangun gedung pertemuan dan menyewakan mobil?  Ternyata mereka itu sudah menghitung secara profesional.  Jika hanya untuk pernikahan, paling dalam satu tahun hanya terpakai sekutar 100 kali, maka gedung harus dirancang untuk berbagai keperluan, misalnya untuk rapat-rapat, pameran, seminar dan seterusnya.  Intinya dikelola secara profesional dan itu dirancang sejal awal. 
Saya menduga, sekali lagi menduga, kalangan kampus  memang bukankah kalangan profesional dalam mengelola gedung pertemuan atau mall, sehingga sangat mungkin tidak berpengalaman bagaimana sejak awal merancang segalanya.
Pertanyaan saya berikutnya, apakah kepemilikan gedung pertemuan dan mall itu dapat menjadi wahana belajar bagi mahasiswa LPTK.  Katakanlah, apalah pengelolaan gedung pertemuan dan mall itu dapat difungsikan sebagau bagian dari praktikum mahasiswa.  Pertanyaan itu muncul, karena sangat ideal kalau “bisnis” yang dilaksanakan oleh LPTK terkait dengan aktivitas akademik bidangnya, sehingga antara kegiatan akademik dan bisnis dapat disinergikan.
Saya jadi teringat bagaimana beberapa dosen muda yang sedang menemuh S2 dan S3 di Australia dan terlibat dalam pembuatan robot pertanian. Sang profesor mendapat proyek merancang robot pertanian dan untuk itu melibatkan mahasiswa S2 dan S3.  Saya juga teringat ketika seorang profesor di Utah State University yang kebetulan berasal dari Surabaya mendapat research grant untuk penelitian yang terkait dengan Engineering Education.  Beliau kemudian mencari dosen dari Indonesia yang mau menempuh S3 di bidang itu dan akan ditanggung beasiswanya.  Seingat saya, yang berangkat teman dari Fasilkom UI.
Nah, mungkinkah kegiatan penggalian dana di LPTK lebih diarahkan kepada hal-hal seperti itu?  Rasanya lebih cocok, dibanding membangun gedung pertemuan, hotel maupun mall.  Mungkin ada yang mengkajinya lebih jauh. Semoga.

Tidak ada komentar: