Rabu, 30 November 2016

GURU TK DAN BUAH KALENGAN



Tanggal 29 Nopember ini saya berkesempatan mengunjungi teman-teman guru TK yang mengikuti PLPG di UNM Makasar.  Hari itu kegiatannya peer teaching.  Jadi para guru itu sedang mencoba menerapkan bekal yang diberikan para instruktur untuk mengajar dan kali itu mengajar teman-temannya sesama peserta PLPG.  Jadi ada yang beperan sebagai guru dan lainnya berperan sebagai murid.

Yang tampil sebagai guru, seorang guru TK dari sebah TK Swasta dari Kabupaten Gowa.  Beliau mengajari muridnya menggunting gambar mobil, gambar bunga dan beberapa gambar lain.  Setelah itu ditempelkan pada bulatan di sebuah kertas.  Guru yang berperan sebagai murid, ya menggunting gambar yang dibagikan dan menempelkan pada kertas, sebagaimana diminta oleh gurunya.  Saya amati, semua kertas itu fotocopi-an, menempel dengan lem glue.

Setelah selesai, saya bertanya kepada ibu yang berperan sebagai guru, tentang apa KD (kompetensi dasar) yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut.  Beliau dengan tegas menyebutkan untuk mengembangkan motorik halus dan koordinasi antara mata dengan tangan.  Teman-temannya yang berperan sebagai murid serempak mengamininya. Dalam hati, saya gembira karena guru faham KD yang ingin dikembangkan. 

Setelah itu saya bertanya, apakah kegiatan seperti itu juga dilakukan di TK tempat para peserta mengajar.  Hampir serempak, para guru itu mengiyakan.  Sata bertanya lagi, jika di lokasi TK itu tidak mudah mendapatkan gambar, lantas apa yang dilakukan?  Nah, tampaknya guru-guru itu ragu-ragu untuk menjawab.  Setelah menunggu beberapa saat, saya bertanya lagi, apakah ada cara lain untuk mengembangkan motorik halus murid TK?  Dapatkan yang digunting bukan gambar, tetapi daun pisang?  Dapatkan bukan menggunting, tetapi melipat-lipat?  Apakah jika siswa diminta membuat mainan dari daun singkong juga dapat mengembangkan motorik halusnya?

Serentetan pertanyaan itu sengaja saya luncurkan, dengan maksud menggugah pikiran teman-teman guru bahwa di sekitar kita banyak bahan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan motorik halus anak-anak.  Bahan semacam itu dikenal baik oleh anak-anak pedesaan.  Bahkan dengan memanfaatkan benda-benda itu, mungkin dapat merangsang pikiran murid untuk melakukan di rumah untuk membuat mainan.

Selesai mengunjungi rekan-rekan guru TK itu, saya jadi teringat fenomena banyak teman-teman kita yang sangat senang, bahkan terlihat bangga ketika makan buah kalengan.  Ketika ada arisan di keluarga “kelas atas” seringkali buah kalengan menjadi suguhan yang selalu muncul.  Saya juga sering mengamati anak-anak muda yang nongkrong di McDonald atau KFC.

Apa itu salah?  Tentu tidak.  Namun, orang-orang Barat makan buah kalengan karena sulit mendapatkan buah itu dalam bentuk segar di sana.  Coba kita lihat, yang dijadikan buah kalengan pada umumnya buah-buahan dari daerah tropis,yang tidak tumbuh di daerah dingin.  Lha, kita yang punya buah segar malah makan buah kalengan.

Orang Barat makan McDonald, misalnya burger, biasanya sambil tergesa-gesa.  Oleh karena itu, sudah menjadi pemandangan sehari-hari jika ada orang makan burger sambil naik kereta, tram atau bus.  Atau bahkan sambil berjalan.  Di stasiun kereta atau tram banyak penjual burger yang “take away” karena pembeli akan makan itu sambil naik kereta atau tram.  Namanya juga fast food, jadi ya disajikan dengan cepat dan dimakan dengan cepat.  Lha, di Indonesia kita makan burger sambil nongkrong.

Lantas, apa hubungannya denga guru TK yang mengajari siswanya menggunting gambar ntuk mengebangkan motorik halus siswa?  Seringkali kita pengin tampil seperti “bule”, pakai celana jin, pakai jaket yang ada penutup kepala, makan burger, makan buah kalengan, menggunting kertas, pada hal itu dilakukan dengan tujuan tertentu atau karena kondisi disana.  Kondisi kita jauh berbeda, tetapi kita toh meniru tanpa mencerna kenapa itu dilakukan.

Guru TK di Barat tidak punya daun pisang, tidak punya daun singkong, tidak punya endut (tanah liat yang lunak).  Oleh karena itu, mereka menggunakan kertas untuk digunting dan dilipat-lipat, menggunakan plastisin untuk membuat berbagai bentuk dan sebagainya.  Nah, kita punya semuanya tetapi meniru “bule” yang tidak punya apa-apa.

Meniru boleh-boleh saja, tetapi sebaiknya tahu apa tujuannya.  Jika tahu tujuannya dan itu diyakini baik, mungkin kita dapat melakukan dengan cara lain, yang sesuai dengan kondisi lingkungan kita. Semoga.

Tidak ada komentar: