Selasa, 19 September 2017

HUKUM DAN ETIKA



Sejujurnya saya awam soal hukum dan etika.  Namun kali ini saya ingin menyampaikan apa yang saya lihat dan baca beberapa tahun belakangan ini.  Saya tidak ingin menyimpulkan ini benar atau salah, baik atau buruk karena saya merasa tidak punya kapasitas untuk itu.  Saya hanya ingin berbagi kerisauan saja, supaya tidak membuat pikiran saya keruh.

Beberapa waktu lalu, saya naik pesawat dari Surabaya ke Jakarta dan kebetulan dapat pesawat besar, sehingga penumpangnya banyak sekali. Ketika pesawat landing di Cengkareng, pramugari mengumumkan kalau pesawat parkir di-remote sehingga penumpang turun tidak menggunakan garbarata tetapi turun tangga.  Nah waktu turun saya mengamati seorang ibu sepuh yang sepertinya pergi bersama putranya, seorang wanita berumur 30-35an yang sibuk dengan HP-nya.  Ibu sepuh itu berperawakan kecil dan mengenakan kain, sehingga saat turun kerepotan.  Anak tangga pesawat memang cukup tinggi dan curam, sehingga ibu sepuh itu harus turun pelan-pelan dengan berpegangan pipa pegangan tangga. Anehnya, wanita muda yang saya duga putranya itu sama sekali tidak membantu sang ibu, melainkan sibuk dengan HP-nya.

Ketika harus naik bus, kembali ibu sepuh itu kerepotan dan ditolong oleh Bapak-bapak yang sudah ada di dalam bus.  Lagi-lagi putrinya yang berada di belakang sang ibu tidak berbuat apa-apa. Ketika masuk bus, kebetulan sudah penuh. Di dalam bus  lantai yang atas semua kursi sudah penuh.  Di lantai bawah ada empat kursi di pojok-pojok semua juga sudah diduduki orang.  Sepertinya ibu sepuh itu capek, sehingga duduk di tangga naik.  Lelaki muda yang duduk di kursi pojok di dekat ibu sepuh itu juga diam saja, tidak menawarkan kursinya.  Namun, ketika ada Bapak-bapak naik dan dikenal oleh lelaki muda itu, justru lelaki muda itu menawarkan kursinya kepada Bapak-bapak itu.

Saya juga pernah mendengar atau membaca, ada Bupati/Walikota/Gubernur yang akan lengser kemudian isterinya atau anaknya mencalokan diri untuk menggantikan.  Saya juga pernah mendengar atau membaca seorang dosen yang membimbing isterinya atau anaknya sendiri ketika menyusun skripsi/tesis/disertasi.  Saya juga pernah mendengar atau membaca Bupati/walikota/Gubernur yang mengangkat suami atau ayahnya menjadi penasehat atau tim ahli.  Saya juga pernah mendengar atau membaca ada presiden atau perdana menteri yang mengangkat bapaknya atau anaknya menjadi menteri.

Saya juga pernah membaca adanya judicial review terhadap undang-undang yang melarang anak/isteri/menantu Bupati/Walikota/Gubernur yang menjabat mencalonkan diri untuk menggantikan.  Mahkamah Konstitusi memenangkan gugatan itu, karena dinilai melanggar hak asasi seseorang.  Jadi secara hal seperti yang saya sebutkan di atas tidak melanggar hukum.  Tidak ada aturan yang melarang atau dilanggar.  Juga tidak ada aturan yang melarang seorang anak membiarkan ibunya yang sudah sepuh “krekelan” turun tangga pesawat.  Tidak ada aturan yang mengharuskan orang muda yang duduk di suatu kursi untuk memberikan tempat duduk itu kepada ibu sepuh.

Namun yang menjadi tanda tanya di benak saya, apakah seperti etis ya?  Apakah etis seorang anak membiarkan ibunya yang sudah sepuh “krekelan” turun tangga, sementara dia sendiri main HP?  Apakah etis anak muda yang duduk di kursi sebuah bus dan membiarkan ibu sepuh duduk “nglesot” di tangga di sebelahnya?  Apakah etis seorang bupati mengangkat bapaknya menjadi penasehat dan dibayar oleh APBD.  Apakah etis seorang dosen membimbing isterinya yang kebetulan menjadi mahasiswa. Saya pernah menyampaikan hal itu kepada seorang kawan dan dia menjawab “lha kalau saya satu-satunya profesor bidang X dan anak saya mengambil doktor bidang itu, terpaksa saya harus menjadi promotornya”.   Betul juga.  Namun, itu dalam keadaan terpaksa.

Merenungkan fenomena itu saya menduga, sekali lagi menduga, etika itu lebih banyak berkait dengan hati nurani dan bukan akal/pikiran.  Etika lebih terkait dengan kepekaan rasa seseorang, dalam mempertimbangkan apa sesuatu perbuatan itu pantas atau tidak.  Etika lebih terkait dengan pertanyaan “pantas atau tidak” dan bukan “salah atau tidak”.

Tidak ada komentar: