Selasa, 12 Desember 2017

DOKTER ITU BEDA DENGAN INSINYUR



Ada fakultas kedokteran suatu perguruan tinggi di Surabaya yang mereview visi-misi dan program pengembangannya.  Saya diminta untuk memberi pandangan, pada hal saya tidak mengerti masalah kesehatan, apalagi urusan pendidikan dokter.  Namun mereka tetap meminta agar saya memberikan pandangan secara umum.  Katanya, pandangan orang awam seringkali memberikan inspirasi yang diluar bayangan orang yang sehari-hari menekuni.

Menurut saya ada dua point penting yang mendapat perhatian saat suatu fakultas menyusun visi-misi-dan program pengembangan.  Pertama, jati diri.  Setiap fakultas, termasuk Fakultas Kedokteran, sebaiknya memiliki jati diri yang membedakan dengan fakultas sejenis di perguruan tinggi lain dan bahkan membedakannya dengan fakultas lain di universitas yang sama.  Jati diri itu sebaiknya menjadi ciri lulusan yang diyakini sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan juga sesuai perkembangan ilmu kedokteran.

Jati diri tersebut akan menjadi kekhasan program studi kedokteran yang bersangkutan, yang dikenal masyarakat luas melalui karateristik lulusannya.  Misalnya dokter alumni fakultas kedokteran tertentu yang selalu memperhatikan dan mengusahakan agar masyarakat di lingkungan tempat tinggal dan lingkungan tempat bekerja, menjaga kesehatan diri, kesehatan keluarga dan kesehatan lingkungan.  Mungkin dalam istilah kesehatan dokter tersebut sangat memperhatikan masalah preventif dan bukan hanya kuratif dalam bidang kesehatan.

Mengapa dokter tersebut berperilaku seperti itu?  Karena memang hal itu mendapat penekanan yang kuat ketika yang bersangkutan kuliah dan itu kemudian menjadi karakter yang bersangkutan ketika lulus.  Jika perilaku positif seperti itu terjaga pada saatnya kan menjadi kekuatan fakultas kedokteran yang bersangkutan.

Jika kekuatan itu memang signifikan dan benar-benar sesuai dengan tuntutan zaman, pada akhirnya akan menjadi keunggulan fakultas kedokteran tersebut.  Katakankah, banyak rumah sakit atau daerah atau masyarakat yang mencari dokter lulusan fakultas kedokteran itu, karena memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh fakultas kedokteran lain.

Kedua, dokter itu berbeda dengan insinyur.  Untuk menjelaskan itu, saya menceritakan bahwa isteri saya belum lama operasi tiroit, namun hanya mau dioperasi oleh dokter tertentu.  Ketika saya tanya mengapa, ternyata bukan menunjuk kepada keterampilan atau keahlian sang dokter.  Isteri saya memilih dokter itu, karena enak diajak ngomong dan mau menjelaskan ketika ditanya ini dan itu.  Saya juga bercerita almarhum ibu saya, setiap sakit minta diantar ke dokter tertentu.  Pada hal dokter tersebut dokter ahli paru-paru.  Ibu saya merasa cocok dengan dokter itu karena selalu memotivasi dengan kalimat “ibu tidak sakit, cuka tidak enak badan sedikit, disuntik akan segera sembuh”.

Berangkat dari dua cerita itu, sebagai orang awam saya menyampaikan pendapat bahwa dokter tidak hanya dituntut ahli dalam bidang kesehatan tetapi juga memiliki kemampuan human relation yang baik.  Berbeda dengan insinyur yang biasanya menangani benda mati-mesin, bangunan, generator dan sebagainya-, dokter menangani pasien yaitu manusia.  Apalagi kata Prof. Djoko Santosa, dokter ahli penyakit dalam yang saat ini menjadi Wakil Rektor Bidang Akademik Unair, hasil pengobatan sangat diperngaruhi faktor psikologis pasien. 

Saya tidak tahu, apakah dua point yang saya saya sampaikan itu cocok dengan pendapat para dosen dan pimpinan fakultas kedokteran tersebut.  Yang pasti, rektor yang memberi sambutan sesudah saya menyampaikan pandangan menyetujui usulan saya.  Namun saya juga ragu, karena pak rektor itu profesor bidang robotik itu setuju karena faham apa yang saya sampaikan atau karena juga awam terhadap bidang kedokteran.  Semoga.

Tidak ada komentar: