Minggu, 20 Agustus 2017

BONUS DEMOKRASI DAN KEMERDEKAAN



Di HUT Kemerdehaan RI ke 72 ini, seorang teman mem-posting tulisan yang membandingkan Indonesia dengan Korea Selatan.  Postingan itu menceritakan kalau Indonesia dan Korea merdeka hampir bersamaan. Korea merdeka pada tanggal 15 Agustus 1945 sedangkan Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.  Namun setelah merdeka, Korea terlibat perang saudara yang mengakibatkan pecah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan. 

Menurut postingan teman itu, saat selesai perang kondisi kedua Korea itu sangat hancur bahkan rakyat kesulitan mendapatkan makanan. Namun kondisi Korea Selatan sekarang sudah jauh berbeda dan lebih maju dari Indonesia.  Korea Selatan telah masuk dalam kategori negara maju.  Bahkan kini telah membayangi Jepang.  Samsung telah menggilas Sony.  Produk elektronik Korea Selatan telah menjadi produk unggulan di dunia.

Mengapa bisa begitu maju jauh di depan kita?  Saya tidak punya kapasitas untuk menjawab.  Mungkin teman yang menekuni Ekonomi Pembangunan yang layak untuk menjawab.  Postingan teman tadi hanya menyebutkan kalau pada saat HUT kemerdekaan,  di Korea Selatan tidak ada “pesta ini dan itu”.  Hanya pasang bendera sebagai tanda memperingati kemerdekaan.  Tidak ada umbul-umbul, tidak ada perlombaan dan tidak acara yang gegap gempita seperti kita.

Konon di awal kemerdekaan Presiden Korea Selatan saat itu dengan sungguh-sungguh berperan “Let’s work harder and harder. Let’s work much harder not to make our sons and daughter sold to foreign countries.  Now we promise that we will hand over a good country to our sons and daughters, we will give you the country worthy to be proud as well”.

Saya tidak tahu kebenaran postingan teman tadi.  Namun pengalaman saya beberapa kali berkunjung ke Korea Selatan, bertemu dan berdiskusi dengan kolega disana, sangat mungkin apa yang disebutkan dalam postingan itu ada benarnya.  Walaupun juga mungkin ada unsur dramatisasi.  Oleh karena itu ijinkan saya berbagi kesan saya berkunjung ke Korea Selatan dan atau bertemu dengan kolega dari sana.

Orang Korea Selatan adalah pekerja keras, mulai dari saat sekolah.  Ruang belajar di sekolah, perputakaan dan laboratorium sekolah di Korea Selatan pada umumnya tetap ramai pada jam 10 malam.  Saya pernah berkunjung ke sebuah SMK yang berasrama dan mendapat penjelasan anak-anak Korea Selatan biasa pulang sekolah jam 16.00.  Jam 18.00-22.00 akan kembali belajar di sekolah. Setelah itu pulang ke asrama, tetapi belum dapat tidur karena masih akan tugas yang harus diselesaikan.  Lazimnya anak SMA/SMK disana baru dapat istirahat dan tidur pukul 01.00 dini hari.  Oleh karena itu, ada methapora “kalau anak SMA/SMK tidur 5 jam sehari semalan, dia berpeluang masuk ke universitas X, Y, Z (maksudnya universitas top disana), kalau tidurnya 6 jam berpeluang diterima di universitas P, Q, R (maksudnya universitas kelas dua), namun kalau tidurnya lebih dari 6 jam, harus mau melupakan dapat masuk ke universitas.

Methapora itu ternyata difahami oleh anak-anak.  Suatu saat saya menanyakan kepada siswa SMK Bidang Multimedia yang kebetulan pernah tinggal di Texas USA, sehingga bahasa Inggrisnya baik. Dia menjawab itu memang betul, dia sendiri yang ingin masuk ke universitas top hanya tidur 4 jam sehari-semalam.  Cewek itu bercerita bagaimana dia harus belajar keras karena ingin masuk di universitas yang termasuk top si Seoul.

Saya pernah berkunjung ke KRIVET (Korea Research Institute of Vocational Education and Traning), sebuah lembaga penelitian dan pengembangan pendidikan vokasi yang berada langsung di bawah Perdana Menteri.  Kesan kerja keras sangat tampak di KRIVET.  Kami diberi jadwal berkunjung pukul 13.00-16.00.  Namun karena sesuatu hal, kami baru tiba pukul 14.30an.  Begitu masuk ke ruangan, semua sarana sudah siap.  Mereka mengatakan sudah siap menunggu kami pukul 13.00 dan tidak dapat memperpanjang pertemuan, karena ada kegiatan lain yang harus dikerjakan.

Saya mencoba mencari tahu bagaimana menanamkan kebiasaan kerja keras tersebut pada anak-anak.  Informasi yang saya dapat sungguh menarik.  Konon sejak kecil kepada anak-anak Korea Selatan ditanamkan harus kerja keras agar maju dan tidak dijajah lagi oleh Jepang.  Korea Selatan boleh kalah maju dibanding bangsa lain, tetapi tidak boleh kalah dengan Jepang, karena jika itu terjadi Jepang akan datang dan kembali menjajah Korea.  Ada doktrin itu yang membuat anak-anak dan orang Korea Selatang menjadi pekerja keras?  Saya tidak tahu pasti.

Konon Singapore punya pola semacam itu untuk memacu semangat belajar.  Konon kepada anak-anak di Singapore diyakinkan bahwa mereka harus mengimpor air dari Malaysia dan mengimpor makanan dari Indonesia.  Oleh karena itu, jika orang Singapora tidak lebih pandai dari orang Malaysia dan orang Indonesia, maka tidak akan diijinkan mengimpor air dari Malaysia dan mengimpir makanan dari Indonesia dan akhirnya akan mati kelaparan.

Saya jadi teringat lagu Koes Ploes yang kalau tidak salah berjudul “Kolam Susu”.  ....bukan lautan, hanya kolam susu...kail dan ikan cukup menghidupimu.........  Apakah lagu itu merupakan gambaran orang Indonesia tidak perlu kerja keras?  Toh semua tersedia di bumi pertiwi?  Saya juga tidak tahu.

Saya hanya risau, jika kita tidak mampu mengembangkan anak-anak muda menjadi pekerja keras, maka bonus demografi yang sering didambakan justru menjadi petaka.  Bonus demografi artinya kita memiliki proporsi angkatan kerja yang sangat besar, dibanding mereka yang anak-anak dan belum bekerja serta orangtua yang sudah pensiun.  Namun jika angkatan kerja itu bukan pekerja keras apalagi pemalas, bukan mustahil justru menjadi beban negara.

Tidak ada komentar: