Jumat, 18 Agustus 2017

PELAJARAN DARI TENGGULUN LAMONGAN



Kemarin, tanggal 18 Agustus 2017 koran Surya memuat berita yang sungguh sangat menarik dengan judul “Anak Amrozi Akhirnya Kibarkan Merah Putih”.   Berita yang disertai foto itu menceritakan suatu upacara HUT Kemerdekaan RI ke 72 yang diselenggarakan oleh Yayasan Lingkar Perdamaian di Desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan.  Yang bertugas sebagai pengibar bendera Merah Putih adalah Zulia Mahendra, putra bungsu almarhum Amrozi, teroris yang dihukum mati dengan cara ditembak.

Tidak hanya Zulia Mahendra yang terlibat dalam upacara itu.  Yang bertugas sebagai Perwira Upacara adalah Yusuf Anis alias Aris alias Abu Hilal, mantan kombatan lulusan Akmil Afganistan.  Yang bertindak sebagai komandan upaara adalah Yoyok Edy Sucahyo alias Broyok mantan kombatan yang pernah berguru kepada Abu Faris yang sekarang menjadi salah satu komandan perang ISIS di Syria.  Ali Fauzi, adik Amrozi yang juga mantan kombatan dan ahli membuat bom, bertindak sebagai pembaca teks proklamasi.   Kapolres Lamongan, AKBP Juda Nusa Putra bertindah sebagai inspektur upacara.

Sungguh suatu pelajaran yang sangat baik, bagi siapa saja yang merasa tertarik pada pendidikan. Menurut cerita di koran Surya, yang berperan “mengembalikan” Zulia Mahendra “ke jalan yang benar” adalah Ali Fauzi, yang tidak lain adalah pamannya sendiri.  Ali Fauzi adalah adik kandung Amrozi yang dahulu juga seorang teroris dan ahli pembuat bom.  Setelah “insyaf” Ali Fauzi berusaha “mengembalikan” saudara dan teman-temannya “ke jalan yang benar”.  Konon pada awalnya Zulia Mahendra sering datang kepada Ali Fauzi dan minta diajari membuat bom dengan tujuan membalas dendam.  Alhamdulillah Ali Fauzi berhasil mengubah arah sang keponakan, sehingga menyadari “kekeliruan jalan yang ditempuh” dan kemudian mau “kembali ke jalan yang benar”.

Dari kaca mata pendidikan, fenomena itu membuktikan bahwa pendidikan yang baik  dapat mengubah keyakinan dan pola pikir seseorang.  Sangat mungkin Ali Fauzi adalah seorang pendidik yang hebat, seorang yang punya kemampuan meyakinkan orang lain, seorang yang sangat sabar membimbing orang lain.   Ali Fauzi sangat mungkin juga orang yang berpikiran positif, sehingga walapun anak Amrozi punya dendam sangat besar, tetap diyakini dapat diubah pemikirannya.

Saya menduga orang yang dianggap “salah arah” atau memiliki “keyakinan yang menyimpang” atau “memiliki ideologi yang keliru” jumlahnya cukup banyak.  Nah ketika orang seperti itu kemudian dimusuhi, dikucilkan atau bahkan dihukum karena melakukan hal-hal yang dinilai salah, sangat mungkin mereka dendam.  Dendam seperti itu dapat saja turun temurun, sehingga anak cucunya membawa dendam itu dalam kehidupannya.  Zulia Mahendra juga seperti itu, sehingga ketika ayahnya, Amrozi, diekskusi dengan ditembak mati, dia membentangkan spanduk akan “meneruskan perjuangan sang abi”.  Oleh karena itu, kita memerlukan Ali Fauzi, Ali Fauzi lain yang mampu membimbing orang yang “salah jalan” tersebut.

Selama ini, “orang yang salah jalan” sering dikuncilkan.  Bahkan dihukum jika mereka melakukan perbuatan yang dinilai melawan hukum.  Jika orangtuanya telah dihukum bahkan telah meninggal, seringkali anak keturunannya tetap saja dikucilkan.  Jika itu terjadi, sangat mungkin mereka akan membentuk kelompok atau enklaf sesama teman yang merasa sepenanggungan.  Bukan mustahil dalam kelompok seperti itu, dendam justru dipelihara dan bahkan ditumbuhkembangkan. Jika itu terjadi, maka akan mirip api dalam sekam yang setiap saat dapat terbakar.  Dan jika itu terjadi, kita tidak akan pernah merasa tenang karena setiap saat akan terjadi kebakaran.

Menurut saya fenomena di Tenggulun itu penting bagi program Penguatan Pendidikan Kaakter yang saat ini digelindingkan oleh Kemdikbud.  Bukankah pendidikan karakter termasuk di dalamnya adalah “memperbaiki” paradigma berpikir orang.  Dengan perubahan paradigma berpikir diharapkan respons terhadap situasi yang dihadapi juga berubah.  Saya menduga, Ali Fauzi mampu mengubah pola pikir Zulia Mahendra sehingga respons yang bersangkutan terhadap upacara bendera juga berubah.

Fenomena Tenggulun tersebut di atas juga penting untuk Pendidikan Pancasila “versi baru” yang dikembangkan oleh UKP PIP yang dikomandani oleh Mas Yudi Latif.   Dalam suatu berita disebutkan bahwa salah satu program UKP PIP adalah “mengembalikan” matapelajaran Pancasila.  Mungkin matapelajaran PPKn akan dipecah menjadi matapelajaran Pendidikan Pancasila dan matapelajaran PKn.  Untuk membuat Pancasila terinternalisasi dan diterapkan sebagai pandangan hidup tentulah diperlukan suatu proses pendidikan yang baik.  Nah, bagaimana Ali Fauzi mampu membuat Zulia Mahendra menginternalisasi nilai-nilai kebangsaan, setelah sebelumnya memiliki benih teroris dapat menjadi bahan banding yang berharga. Semoga.

Tidak ada komentar: