Jumat, 04 Agustus 2017

FORMALITAS



Kemarin sore saya harus terbang dari Surabaya ke Yogyakarta untuk kegiatan tertentu.  Karena pagi masih ada acara, saya baru sore hari dapat terbang.  Sebenarnya saya lebih senang terbang tengah hari, karena ada air line yang bagus.  Namun kegiatan di Surabaya baru selesai pukul 13an, sehingga baru dapat terbang pukul 15an. Tentu saya memilih air line yang jam penerbangannya cocok dengan waktu ketersediaan waktu itu.

Saya tahu kalau air line yang saya pilih sering kali terlambat terbang.  Namun hanya air line itu yang jam penerbangannya cocok, jadi terpaksa memilihnya dengan do’a semoga tidak delay.  Kalau toh delay jangan terlalu lama.  Alhamdulillah, kali ini penerbangan hanya delay sekitar 20 menit.  Termasuk bagus, sehingga saya akan sampai di jogya sekitar magrib.

Seperti lazimnya penerbangan jarak dekat, pesawat yang digunakan dengan ATR dengan baling-baling dan penumpang harus nasik pesawat dari pintu belakang.  Kebeltuan saya mendapat tempat duduk di kursi nomer 3C, sehingga nomer tiga dari depan.  Jadi agak jauh dari pintu masuk.  Namun karena pesawatnya kecil, sehingga tidak terlalu sulit untuk mencapai tempat duduk.

Begitu penumpang sudah duduk, pesawat mulai bergerak dan pramugari mulai menerangkan apa yang yang harus dilakukan penumpang, baik saat tinggal landas (take off), mendarat (landing) maupun jika terjadi keadaan darurat.  Pada pesawat besar, seringkali penjelasan seperti itu dilakukan melalui sebuah video.  Namun untuk pesawat kecil seperti ATR penjelasan dilakukan secara manual oleh pramugari.  Ada pramugari yang menyampaikan penjelasan, saya tidak tahu apakah membaca atau sudah dihafal, dan ada pramugari yang memperagaankan.  Karena saya duduk di kursi nomer 3-C, maka pramugari yang memperagaan pas di depan saya.

Biasanya saya tidak bergitu peduli dengan penjelasan seperti itu, karena isinya yang begitu-begitu saja dan rasanya sudah mengerti apa yang harus saya lakukan pada saat naik pesawat terbang.  Namun tidak tahu, mengapa kemarin saya memperhatikan.  Mungkin karena tidak membawa bacaan, sehingga nganggur atau mungkin pramugari yang memeragaan pas di depan saya, sehingga sungkan kalau terlihat acuh.

Mendengarkan penjelasan sambil melihat peragaan, dalam hati saya bertanya-tanya, itu betul-betul penjelasan agar semua penumpang faham apa yang dilakukan atau sekedar formalitas untuk memenuhi undang-undang penerbangan.  Penjelasan diucapkan dengan sangat cepat dan tidak jelas titik komanya.  Saya menduga itu membaca, karena kalimatnya sangat formal.  Ketika menyampaikan penjelasan dalam bahasa Inggris lebih parah.  Disamping pronounciation-nya kurang baik, titik komanya lebih kacau.

Seandainya para penumpang diberi kuesioner, dugaan saya sebagaiman besar menyatakan tidak faham dengan apa yang dijelaskan pramugari tersebut. Yang faham, karena mereka sudah sering naik pesawat dan tanpa penjelasan itupun sudah tahu apa yang harus dilakukan selama dalam pesawat.

Mungkinkah karena waktu yang tersedia sangat pendek, sehingga pramugari menjelaskan dengan sangat cepat?  Atau karena yakin sebenarnya penumpang sudah faham, sehingga tidak perlu menjelaskan dengan pelan-pelan?  Atau pramugari tidak menghayati bahwa undang-undang penerbangan mengharuskan adanya penjelasan seperti itu untuk memastikan semua penumpang faham apa yang dilakukan selama di dalam pesawat?

Saya jadi teringat peristiwa beberata tahun lalu, ketika polisi lalu lintas di Surabaya mempromiskan bagaimana menggunakan helm yang benar sekita naik motor.  Intinya helm harus dikancingkan sampai berbunyi klik.  Mengapa?  Mungkin polisi lalu lintas mengamati banyak orang naik motor menggunakan helm tetapi tidak dikancingkan, sehingga ketika terjadi kecelakaan, helm itu akan lepas.  Pengguna helm seperti itu sekedar memenuhi kuwajiban tetapi tidak faham manfaat mengapa harus menggunakannya.  Semoga menjadi pelajaran buat kita semua.

Tidak ada komentar: