Minggu, 27 Agustus 2017

TERKEJUT WAKTU SHOLAT JUM’AT DI KUTA BALI



Jum’at tanggal 25 Agustus saya ikut rapat Kemristek-Dikti di hotel Harris Jl Raya Kuta 62 Denpasar.  Berangkat dari Jakarta pukul 07.45 WIB dan sampai Denpasar pukul 10.30 WITA.  Begitu sampai hotel, sambil check ini saya menanyakan dimana ada masjid di dekat hotel.  Dengan ramah petugas hotel menjawab, keluar hotel belok kiri sekitar 300 m, sebelah kanan ada masjid Rahmat.

Sebenarnya saya sudah pernah sholat Jum’at di Bali.  Seingat saya di sanur di masjid besar dekat hotel Bali Beach.  Saya juga pernah sholat di masjid yang sangat bagus di dekat danau Kintamani atau Bedugul (saya lupa namanya).  Namun karena letak hotel Harris di Kuta dan konon Kuta adalah daerah wisata “anak muda”,  maka bertanya dimana masjid saya anggap penting.  Saya pernah dapat cerita kalau tamu asing yang senior biasanya memilih Sanur, tamu asing berduit memilih Nusa Dua, tamu muda yang suka hura-hura memilih Kuta.

Sambil rapat saya mencari waktu sholat di Denpasar bulan Agustus dan menemukan untuk tanggal 25, waktu dhuhur pukul 12.22.  Oleh karena itu sekitar pukul 11.30 saya ijin masuk kamar agar pukul 12.00 sudah dapat berangkat ke masjid.  Sebenarnya saya ingin ke masjid dengan memakai sandal, namun karena tidak menemukan sandal di kamar, akhirnya setelah berwudlu saya kembali memakai sepatu dan langsung berangkat ke masjid.

Sesuai petunjuk petugas hotel, begitu keluar hotel saya belok ke kiri menyusuri jalan raya Kuta.  Setelah beberapa puluh meter saya menyeberang jalan, dengan harapan menemukan orang yang juga akan sholat jum’at sehingga bisa ikut tanpa harus bertanya dimana lokasi pasti masjid Rahmat.  Sayangnya sudah berjalan beberapa lama, saya tidak melihat orang berjalan dengan kain sarung atau memakai sandal atau yang memberi kesan akan ke masjid.  Nah, ketika ada belokan ke kanan, saya jadi ragu-ragu, apakah terus atau harus belok kanan. Saya memutuskan berjalan lurus sedikit lagi dan bertanya kepada petuga keamanan yang sedang mengatur lalu lintas yang sangat padat itu.  Namanya Wayan, dan beliau menjawab dengan ramah “itu pak, ikut saja orang berjalan itu”.

Betul juga.  Setelah berjalan beberapa meter tampak atap masjid yang tentu bentuknya berbeda dengan rumah biasa.  Tidak terdengat suara mengaji.  Saya lihat arloji belum pukul 12.22 yang tentu saja belum ada adzan.   Ketika sampai di gerbang masjid, ternyata masjid Rahmat sangat besar, hanya gerbangnya agak kecil dan diapit oleh pertokoan.  Lokasi masjid di belakang pertokoan yang cukup padat.

Lokasi masjid di sebelah timur jalan, sehigga begitu masuk pintu gerbang akan berhadapan dengan dinding imaman, sehingga jamaah harus belok kanan atau kiri untuk mendapatkan pintu masuk.  Masjid Rahmat Kuta berlantai dua.  Di bagian barat, selain imaman, diberi dinding penuh.  Di bagian utara dan selatan dibiarkan terbuka tanpa dinding.  Di bagian timur, sepertinya tempat wudlu. Sebelah utara dan selatan, di luar lantai masjid masih tersisa lahan yang diberi paving bagus dan tampaknya untuk menampung jamaah saat bagian dalam masjid penuh.   Lantai masjid cukup tinggi dibanding halaman kiri dan kanan, sehingga ada teludak dua tangga.

Mendekati pukul 12.22, takmir masjid dengan baju gamis memberi pengumuman yang memang lazim dilakukan di setiap sholat Jum’at.  Dari cara mengumunkan, saya yakin masjid Rahmat Kuta Bali menerapkan peribadatan seperti yang lazim dilaksanakan di komunitas NU.  Setelah berkumandang adzan sebagian besar jamaah berdiri melaksanakan sholat sunah sebelum sholat Jum’at.

Jamaah sangat banyak, sehingga sebagian terpaksa menempati halaman samping utara dan selatan yang saya sebut diberi paving.  Saya juga melihat jamaah berwajah Timur Tengah.  Bahkan saya kaget melihat jamaah wanita berwajah Timur Tengah yang berjalan ke arah timur masjid.  Saya tidak tahu pasti, apakah mereka ikut sholat Jum’at atau ada keperluan lain. Di Indonesia tidak lazim wanita ikut sholat Jum’at. Kecuali di masjid tertentu.  Namun setelah sholat selesai, saya melihat mereka juga ikut keluar dan bertemu jamaah laki-laki yang juga berwajah Timur Tengah.

Saya melihat sound system masjid menghadap ke dalam dan tidak ada yang di atap masjid.  Saya menduga dimaksudkan agar suara adzan atau pengajian tidak mengganggu masyarakat di sekitar masjid, yang sangat mungkin orang Bali.  Walapun orang Bali terkenal sangat toleran, namun pemikiran untuk tidak mengganggu warga sekitar merupakan langkah yang sanga bijak.

Yang menjadi khatib Pak Nasution.  Saya tidak ingat nama depan beliau.  Inti khotbah yang disampaikan adalah tentang pentingnya keikhlasan dalam berkorban.  Mungkin itu terkait dengan Idul Adha yang akan segera datang pada Jum’at depan.  Khatib juga mengingatkan pentingnya ibadah sholat, sehingga jika ibadah lainnya diperintahkan Allah lewat malaikat Jibril, ibadah sholat disampaikan langsung oleh Allah kepada Rasulullah ketika isra mikraj.

Seperti biasa terjadi pada masjid-masjid di Indonesia, ketika khatib berkhotbah akan beredar kotak amal dari jamaah yang satu ke yang lain.  Waktu itu, jamaah di sebelah kanan saya memberi isyarat agar mengambil kotak amak di depan saya akan ke kiri untuk diedarkan.  Sejak saya datang jamaah tersebut terlihat khusyuk berdzikir sambil memutar tasbihnya.  Pakaian beliau tampak sederhana, bersarung dan berbaju koko putih yang sudah tamak tua. Kopyah hitam yang dipakai juga tampak sudah lama.  Saya tidak sempat menegur atau bertanya, kecuali mengajak salaman saat datang dan selesai sholat tahiyatul masjid.

Menuruti isyarat beliau, saya berusaha mengambil kotak amal dan meneruskan kepada beliau.  Saya melirik apa yang dilakukan dan ternyata subhanallah, beliau mengambil 3 lembar uang lima puluh ribuan dimasukkan ke kotak amal.  Saya sampai berdebar melihatnya.  Jamaah yang berpakaian sederhana dan mungkin dapat disebut “lusuh” itu beramal 150 ribu rupiah saat sholat Jum’at.  Dalam hati saya bertanya-tanya, namun sampai pulang tidak menegur maupun bertanya.

Sambil berjalan pulang dari masjid saya merenung.  Mungkinkah hari ini Allah menunjukkan teladan atau memberi pelajaran kepada saya: (1) jangan melihat kesholehan orang dari pakaiannya, (2) jangan memandang rendah kepada orang yang kebetulan berpakaian lusuh, (3) uang yang kamu miliki itu adalah uang yang kamu sodaqohkan/infaqkan/sumbangkan dengan niat ibadah, sedangkan uang di sakumu, di rumahmu dan di tabunganmu itu adalah uang titipan yang setiap saat dapat diambil oleh “Yang Punya”.  Subhanallah.

Tidak ada komentar: