Sabtu, 26 Agustus 2017

PP NO 19 TAHUN 2017 DAN IMPLIKASIKAN PADA SERTIFIKASI GURU



Pada 30 Mei 2017 Pemerintah Republik Indonesia menerbitk an PP no. 17 tentang Guru sebagai penyempurnaan PP no. 74 Tahun 2008.  Keduanya merupakan PP penjabaran UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Tampaknya pemerintah menganggap PP no. 74/2008 sudah tidak cocok sehingga perlu disempurnakan.  Salah satu pasal yang mungkin mengganggu adalah amanat pasal 82 ayat (2) UU 14/2005 yang menyatakan bahwa guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 tahun. Nah, kenyataannya sampai Desember 2015 masih sangat banyak (sekitar 400.000 orang) guru yang berlum ikut sertifikasi.

Oleh karena itu, pasal 12 ayat (1) pada PP no. 74/2008 yang menyatakan bahwa guru yang telah memiliki kualifikasi S1 atau D IV dapat langsung mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidikan dihapus oleh PP no. 19/2017.  Sebagai gantinya, muncul pasal 66 ayat (1) yang menyatakan bahwa guru dalam jabatan yang diangkat sampai akhir Desember 2015 (batas 10 tahun UU 14/2005) dan sudah berkualifikasi S1 atau D IV tetapi belum memiliki sertifikat pendidikan dapat mempeoleh sertifikat pendidik melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG).  Dengan demikian guru dalam jabatan yang diangkat sebelum 1 Januari 2016 harus mengikuti PPG untuk memperoleh sertifikat pendidik.  Hal itu dapat diartikan PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru)  dihapus dan digantikan dengan PPG.  Mungkin PLPG yang saat sedang berjalan merupakan PLPG terakhir, karena sudah berjalan sebelum PP 19/2017 terbit.

Apa beda PLPG dengan PPG?  Sulit untuk menjelaskan.  Mudahnya PPG itu pendidikan profesi secara ideal yang menyiapkan lulusan S1 LPTK untuk memiliki sertifikat pendidik.  PLPG adalah “PPG modifikasi atau bahkan PPG kilat” dengan peserta guru berpengalaman.  Informasi yang saya peroleh, peserta PLPG minimal memiliki pengalaman mengajar 5 tahun. Asumsinya peserta sudah makan garam, sehingga seperti yang disebut pada pasal 12 ayat (1) PP no. 74/2008, mereka dapat langsung ikut uji kompetensi.  Kalau toh ada pelatihan selama 9 hari, itu hanya semacam penyegaran sebelum ikut uji kompetensi.

Nah, bagaimana dengan guru dalam jabatan yang belum ikut sertifikasi dan harus menempuh PPG?  Bukankah PPG dilaksanakan dalam 2 sementer dengan bobot kredit 36-40 sks?  Itu yang sekarang harus dipecahkan oleh Kemdikbud sebagai “pemilik guru” bersama dengan Kemrstek-Dikti sebagai “komandan LPTK yang melaksanakan PPG”.  Mungkin nanti ada dua jenis PPG, yaitu PPG Pra-jabatan (PPG Prajab) bagi calon guru dan PPG Dalam Jabatan (PPG Daljab) bagi guru yang telah mengajar dalam waktu tertentu, sehingga pola RPL (Rekognisi Pengalaman Lampau) dapat diterapkan untuk mengurangi beban belajar yang bersangkutan.

Tahun 2017 telah dirintis PPG Daljab dengan menerapkan RPL sehingga lama kuliah PPG dapat dipendekkan menjadi satu sementer (sekitar 4 bulan penuh).  Nah, jika masih ada 400.000 orang guru yang belum ikut sertifikasi melalui PLPG dan diasumsikan 75% dari jumlah itu ikut PPG Daljab, maka masih ada 300.000 orang guru yang akan mengikutinya.  Jika LPTK bersedia melaksanakan PPG tiga angkatan dalam satu tahun (masing-masing 4 bulan penuh) dan PPG Daljab dirancang selama 5 tahun, maka setiap angkatan setiap tahun akan diikuti 20.000 orang guru.

Tampaknya Kemdikbud, Kemristek-Dikti dan LPTK perlu segera duduk bersama untuk menyusun rancangan bagaimana PPG Daljab tersebut dapat dilaksanakan.  Perlu diperimbangkan juga kapasitas LPTK, termauk program studinya, karena PPG Daljab tersebut akan berjalan bersamaan dengan perkuliahan reguler S1, S2 dan S3.  

Tidak ada komentar: