Rabu, 10 Juni 2015

IJASAH PALSU DAN PROTRET BANGSA



Saya sedikit lega setelah masalah ijasah palsu tidak lagi menjadi berita hot di koran maupu televisi.  Mengapa?  Karena itu sebenarnya menunjukkan wajah bopeng bangsa ini.  Bukan berarti saya munafik dan tidak mau mengakui wajah bopeng itu, apalagi ingin memecah cerminnya.  Tetapi saya berharap, kita punya cara bagaimana melakukan operasi plastik agar wajah bopeng itu dapat diperbaiki, tanpa rame-rame.

Sebenarnya ijasah palsu itu bukanlah barang baru.  Sekian tahun lalu juga sudah pernah ada kasus serupa.  Seingat saya sekian tahun lalu pernah ada kasus ijasah palsu atau ijasah asli tapi palsu.  Waktu itu pengusutan berhenti, karena ternyata banyak tokoh dan pejabat yang baik langsung maupun tidak langsung terkait.  Ibarat basah karena hujan, ada yang basah kuyup karena memang terlibat langsung, tetapi juga ada yang tampyas karena secara tidak langsung dapat dikatakan terlibat.

Kalau kita telusuri, ijasah palsu itu identik dengan gelar palsu.  Itulah sebabnya hampir tidak ada ijasah Diploma yang dipalsukan.  Yang lebih banyak adalah ijasah S1 dan bahkan ijasah S2 dan S3.  Yang banyak menggunakan ijasah palsu itu juga bukan anak-anak yang akan mencari pekerjaan, tetapi mereka yang sudah bekerja.  Jadi ijasah itu lebih untuk memantapkan psosisinya.  Bahkan dalam banyak kasus, yang menggunakan ijasah palsu itu orang yang sudah mapan (menurut berita ada yang pejabat selevel gubernur, anggota DPR/DPRD, artis dan penguasaha sukses) sehingga ijasah itu lebih berfungsi untuk meninggikan gengsi.

Mereka tidak perlu melakukan legalisir ijasahnya, apalagi minta penyetaraan ke Kemdikbud bagi ijasah yang diaku diterbitkan oleh universitas negeri.  Oleh kaena itu tidak mudah terdikteksi, karena memang ijasahnya disimpan sendiri secara pribadi.  Baru ketahuan ketika ada kasus dan kemudian disebut oleh lembaga yag pernah mengeluarkan atau oleh orang yang pernah melihatnya.

Sebenarnya secara remang-remang masyarakat sekitarnya juga mempertanyakan.  Kapan mereka itu kuliah dan di universitas apa kuliahnya, kok tahu-tahu diberitakan lulus dan mendapat ijasah S1 atau S2 atau S3.  Namun karena yang lulus itu tokoh, orang akan mengira di universitas X dan kuliahnya sambil bekerja.  Toh dia pandai, toh dia kaya, sehingga dapat terbang kesana kemari dengan mudah.

Namun kalau itu dilakukan oleh tokoh, pejabat dan pengusaha, orang dapat bertanya dimana letak integritasnya.  Jika untuk sekedar menaikkan gengsi saja, dia mau memalsukan ijasah, tentu penyelewengan sejenis akan dengan ringan dilakukan untuk hal-hal yang terkait dengan karier dan pekerjaannya.  Banyangkan kalau ada gubernur memalsukan ijasah untuk menaikkan gengsinya, apakah untuk memuluskan kariernya tidak juga tega membuat serupa?  Jika ada pengusaha memalsukan ijasah sekedar untuk menaikkan gengsi, apakah dia juga tidak berbuat serupa untuk memuluskan bisnisnya.

Yang lebih mengerikan lagi, apa kata anak buah dan bahkan anak cucunya jika tidak tahu secara pasti atau menduga dengan kuat kalau bosnya atau bapaknya atau kakeknya memalsukan ijasah?   Pada hal dia orang sukses atau pejabat tinggi.  Jangan-jangan, kalau beliau saja boleh memalsukan ijasah, mengapa saya tidak boleh memalsukan sesuatu juga?  Atau bahkan untuk dapat sukses seperti beliau, kita harus berani memalsukan ini dan itu.

Apakah betul sebenarnya masyarakat tahu ada pejabat/pengusaha/tokoh yang memalsukan ijasah?  Di Surabaya ada joke, seorang Bupati diduga menggunakan ijasah palsu.  Ketika ditanya oleh koleganya, bupati kok ternyata ijasahnya palsu.  Konon sang Bupati menjawab enteng, lha kalau ijasah saya asli mestinya jadi Gubernur.  Si penanya penasaran dan bertanya lagi, kan Bupati harus menjadi teladan bagi masyarakat, kok memalsukan ijasah.  Sang Bupati menjawab lagi, lha saya memalsu ijasah kan sesudah jadi Bupati, jadi ijasah saya bukan untuk menjadi Bupati.

Itu hanya joke, tetapi mengingatkan kita pada buku tulisan Mochtar Lubis dengan judul Manusia Indonesia.  Buku yang pernah kontroversi pada tahun 1970an itu menyebut manusia Indonesia itu hipokrit alis munafik, enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, percaya pasa takhayul dan sebagainya.  Apakah setelah sekian tahun kita masih bopeng seperti itu?  Apakah masih adanya ijasah palsu menunjukkan gejala itu?  Semoga itu hanya gejala kecil, sehingga kalau perlu operasi plastik juga tidak terlalu besar.  Yang pasti harus dilakukan operasi plastik, dengan sistimatik dan segera.

Tidak ada komentar: