Sabtu, 11 November 2017

MEMBACA ATAU MEMBUNYIKAN HURUF?



Suatu siang saya sedang membaca Al Qur’an di kator.  Hari itu Jum’at siang saya harus menunggu jam mengajar pukul 16.00-17.45.  Sebelumnya saya mengajar pukul 09.00-11.00. Selesai mengajar. Sholat Jum’at, makan siang terus istirahat di kantor.  Tidak dapat pulanh, karena sorenya mengajar lagi.  Nah, di jeda waktu itulah saya membaca Al Qur’an.

Ketika itu ada teman senior yang wawasan keislamannya sangat bagus datang.  Dia bertanya “sampeyan itu menganji atau membunyikan huruf arab?”.  Saya bingung mendapatkan pertanyaan itu, sehingga hanya diam saja.  Dia lantas menjelaskan, bahwa mengajai itu makna mempelajari dan mencerna apa yang dibaca.  Berarti orang membaca Al Qur’an dapat disebut mengaji kalau yang bersangkutan sedang mehamani isi apa yang dibaca da kemudian berusaha mencerna lebih lanjut.  Kalau hanya sekedar “membaca” dan tidak mengerti isinya, itu sama dengan membunyikan huruf arab.

Peristiwa itu teringat kembali, ketika kemarin saya mengajar di S2 dan jadwalnya mahasiswa presentasi hari hasil bacaan referensi yang saya berikat.  Ketika presentasi yang bersangkutan membaca ppt yang ditayangkan dan ppt-nya berupa tulisan yang diambil dari referensi.  Saya ragu apakah ayng bersangkutan memahami apa yang dia baca.  Oleh karena itu, saya minta menjelaskan dengan bahasa sendiri, walaupun tetap boleh melihat layar laptopnya.  Ternyata yang bersangkutan tidak dapat.

Saya mencoba memandu dengan mengajukan pertanyaan penggali (probing question), tetapi yang bersangkutan seperti “membisu seribu bahasa”.  Saya mencoba menanyakan kepada mahasiswa yang lain, ternyata hanya satu, dua yang memberi respon dan alhamdulillan cukup baik pemahamannya.  Saya minta semua mahasiswa, termasuk yang presentasi membuka artikel jurnal yang dibahas dan saya beri waktu 30 menit untuk nanti menjelaskan.

Ternyata haya 4 orang yang mengacungkan tangan tanda siap menjelaskan apa yang dia baca. Yang lain mengatakan susah memahaminya.  “Bahasa Inggris sih pak”.  Bergitu komentar salaj seorang mahasiswa.  Jadi tampaknya selama ini saya keliru.  Saya mengira mahasiswa memahami isi bacaan yang dipresentasikan.  Meminjam istilah teman senior tadi, ternyata banyak mahasiswa hanya “membunyian huruf-hurif dari jurnal yang ditugaskan” tanpa memahami isinya.  Oleh karena itu, ketika presentasi mereka hanya mengutip kalimat-kalimat yang ada di jurnal.  Kalaui toh diterjemahkan, merupakan terjemahan apa adanya kalimat yang dikutip.  Saya sedih, tampaknya tugas membaca menjadi tugas membunyikan huruf, bukan mengkaji isi bacaan dan bukan reading comprehension, yang biasa digunakan oleh prodi Bahasa Inggris.

Apakah itu hanya terjadi di kelas yang saja ajar?  Pada hal S2?  Saya tidak tahu dan belum mendapat konformasi dari teman lain.  Namun saya sungguh sedih.  Pendidikan di pascasarjana (S2 maupun S3) sebagian besar waktunya adalah untuk membaca.  Membaca untuk memahami suatu konsep, teori dan hasil-hasil penelitian mutakhr untuk landasan membangun kerangka pikir penelitian tesis atau disertasi.  Nah kalau ternyata mahasiswa kesulitan membaca dalam artinya mengaji dan hanya melakuka kegiatan membaca dalam pengertian membunyikan huruf, lantas bagaimana mereka mampu membangun kerangka pikir penelitian tesis/disertasnya?

Memang membaca dalam arti mengaji atau reading comprehension harus dilatih sejak dini.  Itulah yang saya titipkan kepada teman-teman yang giat melakukan gerakan literasi.  Jangan sampai literasi hanya sampai membunyikan huruf tetapi harus sampai pada taraf mengaji atau reading comprehension.

Membuat resume bacaan atau memaparkan hasil bacaan adalah salah satu cara untuk membiasanya anak-anak membaca yang sebenarnya.  Merangkum dalam pengertian membaca naskah, memahami artinya dan kemudian menuliskan pemahaman itu dalam bahasa sendiri.  Pada anak-anak SD kelas awal yang belum pandai meulis, kegiatan merangkum dapat diganti dengan mencerikan hasil bacaan secara lisan.  Semoga.

Tidak ada komentar: