Rabu, 25 Juni 2014

SARANA AEU BIASA, KERJANYA YANG LUAR BIASA




Tanggal 22-24 Juni 2014 saya beserta rombongan Unesa berkunjung ke Jepang dan salah satu tujuan utamanya adalah ke Aichi Unversity of Education (AUE) di Nagoya.  Kunjungan ini bukan yang pertama bagi saya, tetapi baru kali ini saya benar-benar keramahtamahan dan pola kerja kolega di AUE.  Tahun lalu, saya juga ke AUE tetapi acaranya bersamaan dengan Konferensi rector-rektor universitas Indonesia dan Jepang.  Tempat acaranya di Nagoya University, sehingga saya ke AUE hanya sebentar.  Acara di AUE banyak diikuti oleh teman-teman Unesa lainnya.

Kunjungan kali ini sebagai balasan kunjungan Prof. Matsuda tahun lalu sebelum beliau mengakhiri jabatannya sebagai presiden (rektor).  Sekaligus berkenalan dengan rektor baru pengganti beliau, Prof. Hitomi Goto dan memperkenalkan Prof. Warsono yang akan segera menggantikan saya sebagai Rektor Unesa.  Ibu Prof. Goto sangat ramah dengan bahasa Inggris logat Jepang yang kental dan kalau acara resmi lebih senang menggunakan bahasa Jepang.  Baru sekali ini saya bertemu dengan rector wanita di Jepang.  Walaupun negara maju, sangat jarang ada rektor wanita di Jepang.

AEU merupakan LPTK yang sangat bagus di Jepang.  Jumlah mahasiswa sekitar 5.000 orang dan itu merupakan jumlah mahasiswa sedang bagi universitas di Jepang.  Lokasinya di propinsi Aichi Jepang bagian tengah.  Kampusnya cukup bagus dengan banyak pohon-pohon dan bahkan punya hutan kecil dalam kampus.  Kampusnya berada di luar kota Nagoya, sehingga lahan sekitarnya masih banyak sawah-sawah kecil di sela-sela rumah/kantor.

Kami datang lebih awal, sehingga oleh Prof. Tsuchiya, yang mengatur selama di AUE, kami diajak ke perpustakaan dan student center lebih dahulu.  Menurut saya fasilitas di student center termasuk sederhana.  Meja kerja masih sama dengan meja kerja pegawai Unesa pada umumnya.  Pegawai juga masih banyak menggunakan clip pemegang lembaran kertas catatan yang dicantolkan pada pegangan di meja.  Banyaknya kertas di meja menunjukkan kalau student center AUE belum menerapkan ICT based.

Perpustakaan juga cukup sederhana dan juga masih mengandalkan buku dan jurnal tercetak (printed materials).  Namun yang sangat menarik, perpustakaan AUE menyimpan buku dan jurnal lama (ada yang terbit tahun 1900an awal) dan terawatt baik.  Koran lama juga tersimpan dan terawatt dengan baik.  Konon ada seorang ibu tua yang telaten merawan buku-buku itu, walaupun beliau pekerja part time.  Saya membayangkan betapa senangnya dosen/mahasiswa yang perlu meneliti dan mencari data masa lalu.

Kami juga sempat melihat kuliah di ruang-ruang sekitar student center.  Ruang kuliah biasa dan masih menggunakan papan tulis dan kapur untuk mengajar.  Jumlah mahasiswa S1 yang ikut kuliah juga banyak, kira-kira 50 orang. Pola perkuliahan yang saya lihat juga biasa, dosen menjelaskan dengan tulisan/skema yang dibuat di papan tulis.

Kamar kecil di student center ternyata kondisi biasa saja dan juga tidak terlalu bersih.  Kepada Pak Zahri (mahasiswa S3 dan Ketua STKIP Al Hikmah) yang kebetulan sama-sama di kamar kecil yang berkomentar “lebih berih kamar kecil sekolah Al Hikmah” dan dijawab kalau kondisi seperti ini pasti ustads disana marah.

Saya juga diminta memberi kuliah umum (memorial lecture) kepada dosen-dosen dan mahasiswa AUE. Topik yang dibahas adalah Rethinking Education for 21st Century: An Indonesia Case.  Saat Prof. Matsuda datang ke Unesa, beliau juga memberi kuliah di Pascasarjana, sehingga saya harus mau membalasnya.  Hanya saja, kali ini peserta kuliah yang saya sampaikan banyak kalangan dosen. Termasuk dari Prof Goto (president), beberapa vice president dan direktur Center for International Exchange (Prof. Hideki Shimizu).

Ruang kami memberi kuliah juga sangat biasa.  Tidak ada peralatan canggih yang saya bayangkan tersedia di ruang kuliah perguruan tinggi baik di Jepang. Laptop yang disediakan juga versi lama.   Daya didampingi Pak Nasution, karena ada mahasiswa yang bertanya dengan menggunakan bahasa Jepang, sehingga diterjemahkan oleh Pak Nasution.  Namun sepertinya mereka berbahasa Inggris pasif, karena penjelasan saya dalam bahasa Inggris dapat mereka fahami.

Sepulang dari kampus AUE saya berpikir, apa yang menyebabkan mereka maju.  Pada hal semua sarana biasa-biasa saja untuk ukuran universitas di negara sekelas Jepang.  Bahkan tidak jauh dari sarana yang dimiliki Unesa.  Hanya saja, semuanya tampak terpelihara dengan baik.  Gedung, mebelair, papan tulis, peralatan elektronik tampak sudah tua, tetapi bersih dan terawatt dengan baik.

Tampaknya pola kerja yang menjadi salah satu kuncinya.  Mereka bekerja dengan sungguh-sungguh.  Petugas di student center tampak sekali bekerja dengan sungguh-sungguh.  Demikian pula petugas di perpustakaan.  Pada saat acara rapat salah seorang dosen peserta memberi tahu kalau harus mengajar, sehingga minta maaf tidak dapat terus mengikuti acara.  Kerja keras dan konsisten tampaknya menjadi salah satu kunci kemajuan mereka. Setiap ketemu dosen dan ngobrol, mereka selalu bertanya apa riset yang sedang saya kerjakan. Semoga kita dapat berlajar dari mereka.

1 komentar:

ulilmultazam mengatakan...

YTH PROF MUCHLAS, TERIMAKASIH ATAS INFORMASINYA. SAYA KIRA DI JEPANG SEMUA SERBA MODERN DAN CANGGIH. TAPI DARI CATATAN PROF YANG TERBERAT YANG MEMBUAT MEREKA MAJU ADALAH "RISET APA YANG SEDANG ANDA KERJAKAN SEKARANG" INI BUTUH JAWABAN RIIL UNTUK DOSEN DI INDONESIA.SEMOGA SAYA BISA MEWUJUDKANNYA DALAM AKTIVITAS SAYA.
INTINYA, KITA BISA SEPERTI MEREKA KAERNA FASILITAS TIDAK JAUH BERBEDA :)