Sabtu, 03 September 2016

BEAJAR KE KRIVET



Seperti saya sebutkan pada tulisan lalu, saya satu yang mendorong saya menerima tawaran pergi ke Korea Selatan adalah kunjungan ke KRIVET (Korea Research Institute fo Vocational Education and Training).  Saya sudah pernah mendengar tentang Krivet ketika mengikuti TVET International Conference di ITB Bremen September 2015.  Salah satu presenter waktu itu dari Krivet. Saat itu saya menangkap bahwa Krivet sedang melakukan inovasi sangat bagus di Korea.

Kami datang ke Krivet tanggal 1 September pukul 13.30 dan kami hanya diberi waktu 2,5 jam. Mungkin jam 16 mereka tutup kantor.  Oleh karena itu kami mempersiapkan pertemuan dengan baik, termasuk membaca web Krivet sehingga sudah mengetahui apa itu Krivet, walaupun serba sedikit.  Beruntung web Krivet sangat informatif, sehingga kami dapat mengetahui sejarah berdirinya, visi-misi, kegiatan yang sedang dan pernah dilakukan, serta publikasi yang dihasilkan.

Kami diterima oleh Director General, Center for Global Cooperation (Namchul, Lee PhD), Hanna Moon PhD, Habbyul Lee, PhD dan Jeon, Seung-Hwan, PhD.  Pertemuan diawali dengan sambutan pendek dari Dr. Namchul, Lee dilanjutnya dengan pemutaran video tentang Krivet.  Setelah itu dilanjutkan presentasi oleh Dr. Hanna Moon tentang hasil pengembangan NCS (National Competency Standard) serta pengembangan teaching modul untuk melaksanakan NCS. Setelah itu Dr. Hanbyul Lee memaparkan kasil risetnya tentang Pola Magang Industri.

Jujur saya ingin mengatakan mendapat banyak inspirasi dari kunjungan singkat. Ego sektoral
dalam menyiapkan tenaga terampil ternyata juga pernah terjadi di Korea selatan dan Krivet merupakan instrumen untuk memecah kebuntuan.   Jika sebelumnya ada dua lembaga sejenis di bawah Kemterian Pendidikan dan Kementerian Tenaga Kerja Korea, Krivet berdiri tahun 1999 merupakan hasil peleburan kedua lembaga itu dan berada langsung di bawah kantor Perdana Menteri.  Sejak tahun 2000 Krivet ditetapkan oleh Unesco menjadi Regional Center of Excellent on TVET.

Dengan 389 staf dan 75%nya merupakan peneliti (hampir semua bergelar doktor), Krivet telah menjadi ujung tombak pemerintah Korea untuk menyusun skenario penyiapan tenaga kerja terampil tingkat menengah yang sangat diperlukan oleh kalangan industri.   Dengan visi “become the global skills development policy research institute that spearheads creation to lingkage between eduation & traning and employment”, Krivet telah menghasilkan banyak terobosan.

Inti terobosan Krivet adalah bagaimana menyatukan dan mensinergikan potensi semua lembaga kajian dan lembaga pendidikan dan pelatihan dalam menyiapkan tenaga kerja terampil yang sangat kekurangan di Korea Selatan.  Salah satu “pintunya” adalah mengembangkan NCS (National Competency Standards) yang merupakan jabaran dari NQF (National Qualification Framework), yang kemudian dijabarkan lagi menjadi LM (learning modules).  NCS dan LM itulah yang selanjutnya menjadi pedoman sekolah dan lembaga pelatihan untuk melaksanakan programnya.  Sekaligus menjadi instrumen pemerintah Korea untuk memastikan lulusannya yang memegang sertifikat telah menguasai kompetensi sebagaimana disebutkan pada NCS.  Terobosan lain adalah Meister School yang salah satunya adalah INMHS yang sudah saya ceritakan sebelumnya.

Dalam sesi tanya tanya, setelah memperkenalkan anggota delegasi, saya menanyakan kepada Dr. Hanna Moon bagaimana Krivet memastikan agar guru/instruktur di SMK/pelatihan dapat mengajarkan.  Ternyata Korea juga tidak mudah melaksanakan.  Namun Korea beruntung karena sejak 10an lalu, Korea Selatan meningkatkan gaji guru setara dengan perusahaan swasta, sehingga saat ini kualitas guru sangat baik.

Kepada Dr.Hanbyul Lee, saya menanyakan bagaimana Korea Selatan mendorong industri agar mau berpartisipasi dalam program magang.  Sambil tersenyum manis khas wanita Korea, Dr Lee menjelaskan Korea Selatan juga sangat sulit melakukan.  Bahkan sampai sekarang, yang banyak berpartisipasi adalah perusahaan kecil dan menengah, karena oleh pemerintah diberikan insentif berupa subsidi anggaran.  Sebaliknya perusahaan besar lebih sulit, mungkin subsidi dianggap kecil oleh mereka.

Sekali lagi, Krivet mungkin sebagai pelajaran yang baik dari Korea Selatan bagaimana mengurangi ego sektoral dalam menyiapkan tenaga kerja terampil.  Selama ini, masing-masing kementerian dan industri sibuk menyiapkan versinya masing-masing yang seringkali tidak efisien.  Bahkan di satu kementerian seperi Kemdikbud juga ada direktorat di dua direktorat jenderal yang berkerja sendiri-sendiri, sehingga efisiensi banyak dipertanyakan.  Semoga kita termasuk bangsa yang mau belajar.

Tidak ada komentar: