Kamis, 03 Oktober 2013

56 JAM ATAU 41 JAM?

Kali ini saya harus menempuh perjalanan sangat panjang untuk pulang kampung.  Setelah mengikuti serangkaian kegiatan selama 2 minggu di Amerika Serikat, saya pulang dari Los Angeles ke Surabaya, melalui Chicago, Doha dan Jakarta.  Pesawat American Airlines yang saya tumpangi take off dari bandara El Segundo (LAX) Los Angeles Sabtu pukul 10.30 pagi.  Disambung dengan Qatar Airways untuk Chicago-Doha-Jakarta.  Dilanjutkan dengan Garuda untuk Jakarta Surabaya.  Saya tiba di bandara Juanda Surabaya Senin pukul 18.30.

Saya mencoba menghitung berapa lama perjalanan yang saya tempuh?  Dan saya bingung.  Sabtu pukul 10.30 sampai dengan Senin pukul 10.30 sudah 48 jam. Senin pukul 10.30 sampai dengan 18.30 adalah 8 jam.  Jadi saya menempuh perjalanan 56 jam.  Apa betul ya?  Kok lama sekali.   Saya coba membuka 3 tiket pesawat, American Airlines, Qatar Airways dan Garuda, kemudian menghitung waktu penerbangan dan transitnya.  LAX-Chicago sekitar 4 jam.  Transit di bandara O’Hare Chicago selama 4 jam. Chicago-Doha sekitar 14 jam. Transit di Doha 6,5 jam. Doha-Jakarta sekitar 8,5 jam.  Transit di Jakarta 3 jam.  Jakarta-Surabaya sekitar 1 jam.  Kalau dijumlah 41 jam. 

Mana yang benar ya? Ternyata itu karena perbedaan waktu.  Waktu di Los Angeles berbeda 15 jam dengan Surabaya.  Waktu di Los Angeles -8 GMT, sedangkan waktu di Surabaya +7 GMT.  Jadi waktu di Surabaya itu 15 jam mendahului Los Angeles.  Ini kesepakatan yang digunakan. Jadi Sabtu pukul 10.30 saat pesawat saya take off dari bandara LAX, di Surabaya  pukul 1.30 Minggu dini hari.  Kok bisa ya?  Karena Los Angeles dan Surabaya berada pada lokasi perbedaan waktu yang dibatasi garis perbedaan waktu.  Jadi kesimpulannya, perjalanan yang saya tempuh 41 jam.  Namun seakan-akan 56 jam, karena perbedaan waktu antara Los Angeles dan Surabaya 15 jam.

Perjalanan panjang dan beberapa kali transit memberi kesempatan saya untuk mengamati perilaku penumpang.  Pesawat American Airlines dari LAX ke Chicago, penumpangnya relatif homogen.  Hampir semua orang Barat atau orang yang tinggal di Amerika Serikat.  Dapat dimaklumi karena itu merupakan penerbangan domestik.  Perilaku penumpang seperti orang Amerika pada umumnya.  Antre rapi sesuai dengan grupnya masing-masing.  Selama penerbangan pada umumnya membaca dan baru berdiri setelah pesawat berhenti dan lampu tanda sabuk pengaman padam.

Pesawat Qatar Airways dari Chicago ke Doha, penumpangnya didominasi orang Timur Tengah dan orang Asia Selatan.  Terus terang, saya tidak dapat membedakan orang Qatar, Saudi, Yaman dan sebagainya.  Saya hanya menyebut mereka orang Timur Tengah. Penumpang yang duduk di sebelah saya, saya kira orang Yaman ternyata orang Qatar.  Saya juga tidak membedakan orang India, Pakistan, Bangladesh dan Srilanka. Saya menyebut mereka orang Asia Selatan.

Saat boarding di Chicago penumpang “berjubel” karena mereka tidak antre.  Saya dan teman-teman yang termasuk grup 3 tidak dapat masuk ketika grup 3 dipanggil.  Akhirnya saya minta jalan dengan mengucapkan “excuse me” , demikian pula penumpang lain.  Tampaknya penumpang pesawat Qatar Airways Chicago-Doha yang didominasi oleh orang Timur Tengah dan Asia Selatan, belum memiliki budaya antre.

Ternyata penumpang asal Timur Tengah dan Asia Selatan itu turun di Doha dan tidak ikut penerbangan ke Jakarta.  Mungkin ada yang memang bertujuan Timur Tengah atau ada yang ganti pesawat ke tujuan lain.  Pesawat Qatar Airways  Doha – Jakarta didominasi penumpang orang Indonesia.  Pada umumnya para wanita yang bekerja di Timur Tengah atau yang biasa disebut TKW. 

Sungguh membanggakan, ketika boarding mereka antre dengan barisan yang baik.  Jauh lebih baik dibanding penumpang yang boarding di Chicago.  Hanya saja, tampaknya banyak yang belum biasa mencari tempat duduk. Jadi banyak yang sudah masuk dalam pesawat tetapi binggung mencari tempat duduk.  Untunglah, pramugari sangat baik dan sabar membantu.

Kebetulan saya duduk bersebelahan dengan TKW asal Subang.  Saya ngobrol macam-macam.  Yang juga membuat saya bangga adalah, niat dia untuk menabung dan pada saatnya akan membuat usaha di kampungnya.  Saya juga sangat senang karena dia sudah terbiasa mengirimkan uangnya lewat bank.  Jadi tidak lagi dibawa sebagai uang tunai.

Saat pesawat tiba di bandara Cengkareng, tampaknya penumpang tidak sabar menunggu.  Ketika pesawat masih berjalan pelan, penumpang pada berdiri dan bahkan ada yang akan mengambil barang yang ada di kompartemen atas.  Untunglah pramugari segera mengambil langkah dengan meminta penumpang duduk kembali dan menutup kompartemen yang terlanjur terbuka.

Saat singgah di bandara Doha selama 6,5 jam saya mencoba mengamati pekerja di bandara.  Dari pengamatan itu saya dapat menduga pelayan toko atau restoran pada umumnya orang Filipina.  Petugas pembersih bandara umumnya orang Bangladesh.  Saya tidak menjumpai orang Indonesia yang bekerja di bandara. Dimanakan orang Indonesia?

Tidak ada komentar: