Sabtu, 12 Oktober 2013

YUDI LATIF DAN KISAH KARAKTER

Saya mulai mengenal Yudi Latif secara pribadi tahun 2009.  Namun sebelumnya saya sudah membaca tulisannya di koran, terutama resonansi di Republika.  Itulah sebabnya ketika saya ditugasi untuk “mengomandani” pengembangan Pendidikan Karakter di Depdiknas (sekarang Kemdikbud) saya mengajak Mas Yudi Latif untuk bergabung.  Orangnya cerdas, berpengetahuan luas dan idealis. Berpartner dengan Zaim Uchrowi (Direktur Pusbuk), mereka bertandem memberi masukan yang sangat signifikan dalam menyusun konsep Pendidikan Karakter.

Ketika saya pulang Unesa dan mahasiswa mengadakan seminar, Mas Yudi Latif kita undang.  Mahasiswa senang karena mendapatkan pembicara muda, cerdas dan bepengetahuan luas.  Di usia 49 tahun Mas Yudi Latif telah berkriprah luas di dunia pemikiran.  Dia alumni Gontor, S1 bidang Komunikasi Unpad dan S2+S3 Bidang Sosiologi Politik Australian National University.  Kualitas intelektual dan kepeduliannya dengan masalah kebangsaan tidak usah diragukan. Dalam tulisan di koran biasanya dia disebut sebagai pemikir masalah keagamaan dan kenegaraan.

Lama tidak ketemu, tahu-tahu Yudi Latif menerbitkan buku yang sangat fenomenal berjudul Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila.  Buku setebal 665 halaman dengan pengantar 20 orang dari berbagai kalangan itu seakan menunjukkan “kelas” Yudi Latif.  Seingat saya buku itu dibedah di beberapa tempat.  Almarhum Taufiq Kemas seperti “kesengsen” dengan pemikiran Yudi Latif, sehingga menyempatkan diri untuk ikut hadir dan memfasilitasi bedah buku tersebut.  Konon buku itu dijadikan buku teks wajib di beberapa perguruan tinggi.  Saya yang bidangnya jauh dari kandungan buku itu, tertarik ikut membeli dan membaca.

Membaca buku itu, saya merenung berapa lama dia menulis.  Bagaimana dia mencari sumber.  Siapa saja yang diajak diskusi dalam proses penyusunannya.  Konon Yudi Latif perlu waktu dua tahun menulis buku itu.  Lama mencari sumbernya tidak dapat dipastikan,karena dihimpun sedikit demi sedikit dan sambil berjalan.  Yang jelas perlu waktu sangat lama.  Saya sendiri sulit membayangkan, bagaimana dapat memperoleh sumber koran, naskah pidato, notulen rapat, artikel majalah pada masa sebelum kemerdekaan.  Tetapi itulah salah satu kelebihan Yudi Latif.  Beridialismen tinggi, tekun dan pantang menyerah dalam melakukan sesuatu.

Tanpa sengaja tanggal 8 Oktober 2013 sore saya ketemu Mas Yudi di bandara Cengkareng.  Setelah saling menyapa dan bertanya tentang kabar kesehatan, saya bertanya “sekarang sedang menulis buku apa mas?”.   Dia menjawab sedang menulis buku kisah orang-orang Indonesia yang berkaraker hebat.  Menurut dia, sebenarnya banyak orang Indonesia yang dapat menjadi teladan karakter.  Hanya saja tidak ada yang menulis atau menceritakan.  Yang ditulis di koran dan diberitakan di TV, pada umumnya yang negatif.  Seakan-akan Indonesia tidak memiliki teladan untuk pendidikan karakter.

Dia lantas menjelaskan mengapa para rosul, misalnya Ibrahim, Musa dan Muhammad, juga diteladani oleh masyarakat pada zaman sekarang, karena perilakunya dikisahkan oleh para da’i atau buku-buku.  Orang sekarang tidak pernah ketemu dengan para rosul tetapi memahami perilaku agungnya dari kisah-kisah yang dibaca atau dijelaskan para guru agama dan da’i.

Untuk penyusunan buku itu, Yudi Latif membaca ratusan biografi, mencari bahan dari seluruh pelosok negeri.  Dia mendapatkan ratusan kisah orang (saya lebih senang menyebut tokoh karakter) dari berbagai profesi, dari berbagai agama dan dari berbagai suku.  Menurut dia, Indonesia memiliki segudang teladan orang berkarakter mulia.  Hanya saja belum ada yang menuliskan secara utuh sehingga menjadi bacaan masyarakat.

Saya terhenyak dan bertambah kagum kepada anak mudah bernama Yudi Latif.  Dia sangat peka terhadap kebutuhan negara ini.  Ketika banyak warga bangsa yang “agak lupa” dengan Pancasila, dia menerbitkan buku tentang “kehebatan” Pancasila.  Ketika kita sedang bingung bagaimana melaksanakan Pendidikan Karakter, dia menulis buku tentang kisah-kisah orang berkarakter. 

Ditengah-tengah kami ngobrol, muncul Bu Unifah Rosyidi, Kepala Pusat Pengembangan Pendidik di BPSDM Kemdiknas.   Gayung bersambut, karena Bu Unifah memerlukan referensi atau bahan bacaan untuk pelatihan guru.  Dan apa yang sedang ditulis Mas Yudi Latif rasanya sangat cocok untuk guru PPKn, guru Sejarah, guru Agama dan guru bidang lain yang mengajarkan Pendidikan Karakter.

Ketika gayung mulai bersambut saya menyarankan bahasa buku itu “diturunkan” agar tidak terlaku akademik seperti buku Negara Paripurna.  Secara berkelakar, saya katakana kalau buku Negara Paripurna untuk pembaca yang paripurna, sedangkan buku yang sedang ditulis itu untuk dibaca anak-anak SD dan SMP.  Syukur kalau ada foto atau gambar tokoh yang dikisahkan.  Semoga buku itu mempermudah guru dalam melaksanakan Pendidikan Karakter.  Dan semoga kita dapat belajar pada kegigihan Mas Yudi Latif.

9 komentar:

Unknown mengatakan...

casinologio.com
casino---lux.com
casinonightregent.com
casinoonlinebrasil.com
larestaurantguide.net

Unknown mengatakan...

saya harus mengatakan bahwa secara keseluruhan saya benar-benar terkesan dengan blog ini.
casinologio.com

Unknown mengatakan...

Teruslah berbagi ide sampai masa mendatang .pada dasarnya apa yang saya cari sudah saya temukan disini, dan saya senang sudah tiba disini.winsbola.com

Unknown mengatakan...

casinoonlinebrasil.com
Terima kasih atas postingan yang bermanfaat.

Unknown mengatakan...

Di mana lagi orang bisa mendapatkan jenis informasi sedemikian cara yang sempurna untuk menulis? kalau bukan dari blog ini :) casinonightregent.com

Unknown mengatakan...

Saya menemukan banyak pengetahuan setelah mengunjungi postingan Anda terima kasih atas informasinya.

larestaurantguide.net

Unknown mengatakan...


nmcbit.com
Anda memiliki postingan yang sangat berguna. Terima kasih telah berbagi ...

Unknown mengatakan...



hannibalrivertalk.com good post

Unknown mengatakan...


casino---treasure.com
nice nice