Sabtu, 01 Juni 2013

MADAME XU LIN

Saya sudah mengenal Madame Xu Lin semenjak membantu Pak Fasli merintis Confucius Institute (CI) di Indonesia tahun 2008an.   Ketika pertama kali beliau datang ke Ditjen Dikti, kami agak bingung memposisikannya.  Waktu itu, kami hanya mengenal Ibu Xu Lin sebagai pimpinan HANBAN.  Hanban sendiri kami fahami sebagai lembaga non pemerintah dari RRC yang bertujuan mengembangkan atau mempopulerkan penggunaan bahasa Mandarin di negara lain. 

Namun demikian, teman-teman Hanban di Jakarta menyebut Ibu Xu Lin sebagai Direktur Jenderal. Untung saja pertemuan pertama itu tidak terlalu formal dan hanya ke Ditjen Dikti, sehingga diatur agar sebagai ketua delegasi Ibu Xu Lin “disejajarkan” dengan Pak Fasli yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Dikti.  Pertemuan itu intinya untuk merintis pendirian CI di Indonesia dengan disponsori oleh Hanban.

Setelah pertemuan itu, saya baru faham mengapa orang Hanban begitu menghormati Ibu Xu Lin.  Ternyata beliau “orang penting” di RRC.  Beliau memiliki beberapa jabatan penting, antara lain anggota CPPCC National Committee, Counsellor of the State Council PR China, Chief Executive of Confucius Institute Headquarter dan Dirjen Hanban.  Konon dua jabatan pertama dan kedua adalah jabatan penting di sistem pemerintahan China.  Jadi pantas kalau teman-teman Hanban sangat menghormatinya.

Usia ibu Xu Lin kira-kira 50-60 tahun.  Penampilannya sederhana, seperti biasanya pejabat RRC.  Bahkan cenderung tidak terlalu formal.  Kecuali dalam upacara, beliau biasanya mengenakan selempang yang konon simbul pejabat penting di RRC. Orangnya cerdas dengan gaya bicara yang tegas.   Bahasanya Inggrisnya sangat baik, dengan logat China yang masih kental.  Wajar saja, karena beliau PhD Bidang Humaniora.

Ketika mendapat undangan untuk hadir di Joint Conference of Confucius Institute in Asia di Phonm Penh Cambodia tanggal 29-31 Mei 2013, saya agak enggan datang.  Namun ketika Pak Ali Mustofa, Direktur Pusat Bahasa Mandarin (nama CI di Indonesia), memberitahu bahwa Madame Xu Lin ingin bertemu secara pribadi, saya memutuskan untuk hadir.  Saya yakin ada sesuatu yang ingin dibahas, kalau sampai beliau ingin bertemu secara pribadi.  Akhirnya saya datang, sekalian ingin melihat negara yang diapit oleh Thailand dan Vietnam. Kebetulan saya belum pernah ke Cambodia.

Namun karena masih ada acara di Surabaya, yaitu menghadiri silaturahim Polda Jatim dengan tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda, serta bertemu dengan Prof. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri yang menyeponsori KKN tematik, maka saya baru dapat berangkat tanggal 29 siang.  Sampai di Phnom Penh sudah pukul 17.15, sedangkan acara pembukaan dimulai pukul 15.00.

Begitu mendarat, saya dapat sms dari Pak Ali Mustofa, kalau Madame Xu Lin ingin bertemu dan saya diminta untuk segera ke tempat upacara, yaitu di Koh Pich City Hall.  Saya diminta menuju meja di dekat panggung, dimana beliau duduk.  Oleh karena itu, begitu sampai di hotel saya minta diatur oleh panitia untuk diantar ke tempat acara.  Dengan hanya ganti baju dan tanpa mandi saya menuju tempat acara.

Tampaknya panitia yang mengatar saya bukan orang Phnom Penh, sehingga tidak tahu pasti dimana tempat acara.  Mobil yang mengantar sempat salah sasaran.  Ketika sudah sampai di suatu gedung, ternyata keliru.  Panitia yang mengantar berusaha menilpun temannya, tetapi sepertinya agak sulit.  Untung saya masih menyimpan sms Pak Ali dan saya tunjukkan ke sopirnya.  Dan ternyata mobil harus berbalik arah.

Sampai di tempat acara sudah jam 19.10 dan acara sudah hampir selesai.  Makan malam juga sudah selesai.  Saya segera menjumpai Madame Xu Lin dan minta maaf atas keterlambatan datang.  Karena sudah malam, saya dipersilahkan makan dan pertemuan akan dilakukan esok paginya.  Jadilah saya datang ke acara hanya untuk makan malam. Diambilkan oleh Mbak Widya, Direktur CI UK Maranatha Bandung, karena saya sibuk menyalami beberapa teman yang datang dan sudah selesai makan.

Jum’at pagi, sekitar pukul 9.30 akhirnya saya bertemu dengan Ibu Xu Lin di hotel Intercontinental tempat kami menginap.  Saya ditemani Pak Ali Mustofa dan Ibu Chen Jing (Chinese Director CI Unesa), sedangkan Madame Xu Lin ditemani beberapa staf Hanban.  Pertemuan berjalan informal, karena sudah saling mengenal.  Bahkan beliau menanyakan Pak Fasli sekarang aktif dimana, setelah tidak menjadi Wakil Menteri.

Saya melaporkan perkembangan CI di Unesa, termasuk harapan bahwa ke depan CI tidak hanya menjadi tempat orang belajar Bahasa Mandarin, tetapi juga menjadi tempat belajar budaya.  Orang Indonesia belajar budaya China dan orang dari China belajar budaya Indonesia.  Saya juga menyampaikan bahwa selama Unesa sering dikunjungi oleh Tim Kesenian dari China dan Unesa juga pernah mengirim kesenian ke China.  Saya juga menyampaikan bahwa setelah acara di Phnom Penh, saya akan ke CCNU di Wuhan dan  ke Tianjin untuk menandatangani MoU dengan kedua universitas tersebut.  Khusus dengan CCNU akan ditandatangani MoU untuk double degree.

Tampaknya Ibu Xu Lin senang dengan perkembangan CI di Unesa maupun usulan pengembangan selanjutnya.  Beliau juga senang ketika CI di Unesa menjalin kerjasama dengan Komunitas Masyarakat Tionghoa Surabaya.  Ibu Xu Lin berjanji akan mengunjungi Unesa di waktu mendatang.   Beliau juga menjanjikan akan mengirim dosen/ahli yang dapat mengajar budaya China dan olahraga, khususnya Wushu dan Kungfu. Semoga.

Tidak ada komentar: