Sabtu, 15 Oktober 2016

GAGAL SHOLAT JUM’AT DI BREMEN



Minggu pertama di Bremen saya pengin sholat jum’at.  Walaupun musafir, saya ingin sholat jum’at, karena beberapa kali ke Bremen belum pernah sholat jum’at. Apalagi kali ini saya akan di Eropa selama 3 minggu.   Mumpung kali ini, sebagai peneliti waktu saya tidak terlalu ketat.  Kamis malam, dibantu isteri saya berusaha mencari informasi dimana masjid yang dekat dan mudah dijangkau dengan tram atau bus. Akhirnya mendapatkan, yaitu masjid Al Fatih di Burgermeister Schmidt Strasse.  Dari kampus ITB, saya dapat menggunakan tram 6 tujuan bandara turun di HBF, terus ganti tram no 10 tujuan Gropreingen dan turun di Faulen Strasse.

Karena pernah bekerja di Indonesia dan tahu kalau saya muslim (mungkin karena isteri saya berkerudung), Kamis sore Pekka bertanya apakah saya ingin bekerja hari Jum’at, saya menjawah “ya, but for only a half day. I will leave for Jum’at pray on 12.15”.   Sejak datang di Bremen isteri saya sudah mengecek jadwal waktu sholat dan untuk dhuhur pukul 13.15.  Menurut informasi di internet dari kampus ITB Bremen Univ ke masjid Al Fatih hanya memerlukan waktu 27 menit.  Jadi saya yakin dengan berangkat pukul 12.15, masih cukup waktu.

Diskusi pada Jum’at pagi dengan topik work process learning sangat intensif dan menarik.  Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12.15.  Segera saya minta diri, tetapi Pekka masih ingin memberikan beberapa bahan untuk “week end”.  Akhirnya saya baru dapat meninggalkan “kantor” di ITB pada pukul 12.22.  Saya segera berjalan dengan cepat ke halte tram dengan harapan ada tram 6 yang menunggu.

Ternyata tidak ada.  Di sreen tampak tram no 6 yang tercepat kurang 13 menit, pada hal jam sudah menunjukkan pukul 12.30.  Saya risau betul apakah dapat mengejar sholat Jum’at.  Yang anek, layar sudah menunjuk angka 0 yang artinya waktunya kereta datang, tetapi tidak ada.  Sampai kereta no 6 berikutnya juga menunjukkan angka 0, kereta tetap tidak ada.  Pada hal banyak orang yang sama-sama menunggu di halte.  Ada wanita muda yang menggendong anaknya yang masih sangat kecil. Sepertinya mereka juga menggerutu, hanya saja saya tidak mengerti.

Akhirnya pukul 12.46 tram no 6 datang, dan saya segera naik.  Tram sampai HBF pukul 13.08, saya segera turun dan pindah ke jalur tram 6.  Untung tidak lama tram datang dan segera saya naik. Sampai di halte Faulen strasse pukul 13.22.  Saya segera turun dan berjalan ke arah Burgermeister Schimdt Strasse untuk mencari masjid Al Fatih.  Ketemu.  Masjidnya berada di pertokoan dan hanya ada tanda gambar simbul masjid di jedela kaca.  Namun, tampak sepi dan tidak ada tanda-tanda sholat Jum’at.  Pintunya juga tertutup rapat.

Saya berdiri agak lama di luar, dengan harapan ada orang yang kira-kira muslim dan ke masjid untuk tahu dimana pintu yang terbuka.  Tidak ada.  Yang ada justru rombongan anak-anak mudah berkulit hitam dengan pakaian dan gaya rambut yang aneh-aneh.  Saya berjalan minggir ke arah dengan Faulen Strasse, takut ada apa-apa.  Kebetulan ada orang yang saya duga orang Turki berdiri disitu sambil merokok.

Saya mendekat dan dia sepertinya tahu saya orang Asia, sehingga dia yang menyapa dulu dengan bahasa Jerman yang saya tidak faham.  Yang dapat saya tangkap, dia betanya apakah saya orang Malaysia, Korea atau China.  Saya menjawab “Indonesia”.  Terus dia nyerocos, sepertinya cerita tentang Indonesia yang dia tahu.  Saya memotong “excuse me, do you speak English. I do not speak German”.  Baru dia jawab “yes a litle”. Terus nyerocos mengatakan kalau dia dapat informasi kalau Indonesia itu subur, bersih dan sebagainya. Dia juga mengatakan di Jerman sekarang susah cari duit.  Ketika saya tanya, dimana masjid, dia hanya angkat bahu.  Sambil menunjuk arah masid Al Fatih, saya bertanya dimana pintu masuk masih Al Fatih.  Kembali dia hanya angkat bahu.  Saya tidak berani bertanya lagi, khawatir dia tersinggung.

Jadi saya gagal sholat jum’at. Sudah mendapatkan masjidnya, tetapi tida tahu dari pintu mana masuk.  Saya juga tidak tahu apakah di dalam ada sholat Jum’at atau tidak, karena tidak ada tanda-tanda orang muslim di sekitar itu. Akhirnya, saya kembali ke halte di Faulen Strasse untuk menunggu tram no 10 kembali ke apartmen. Sambil menunggu tram, saya mencoba mengamati adalah orang yang kira-kira muslim.  Tidak saya temukan, sehingga saya berpikir apakah masjid Al Fatih masih berfungsi?  Atau saya yang terlalu bodoh, sehingga tidak dapat menemukan pintu masjid?

Tidak ada komentar: