Selasa, 11 Oktober 2016

TERNYATA MASIH BINGUNG



Sebenarnya saya sudah beberapa kali di ITB Bremen University.  Bahkan tahun lalu juga datang ke ITB bersama dengan rombongan dari Unesa.  Hanya saja, selama ini saya datang untuk kunjungan singkat dan datang menggunakan taksi.  Nah kali ini, saya datang ke ITB Bremen University untuk melakukan penelitian kolaboratif selama 3 minggu.  Tentu akan sangat boros jika setiap hari menggunakan taksi.  Oleh karena itu saya memutuskan akan menggunakan tram yang terkenal tepat waktu dan murah.

Partner penelitian saya, Dr. Pekka Kamarainen-orang Finlandia yang bekerja di ITB dan sudah beberapa kali ke Indonesia, sepertinya kawatir saya bingung.  Oleh karena itu, dia email menanyakan apakah saya memerlukan penjemputan dari bandara dan penjemputan ketika hari pertama ke ITB.  Dengan “percaya diri” saya menjawab email, kalau saya akan naik taksi saja.  Saya juga menjelaskan kalau sudah dapat apartmen di Olgastrasse 19 dan akan ke ITB naik tram.  Sepertinya dia masih kawatir, oleh karena itu memberi petunjuk detail sekali, tram no berapa yang harus saya gunakan, naiknya dimana, ganti dimana dan seterusnya.

Ketika saya menjelaskan bahwa host saya menyarankan naik bus no. 25 atau 730 atau 740 ke HBF (central statiun) dan kemudian menggunakan tram no 6 ke ITB, Pekka tampak kawatir.  Dia tetap menyarankan naik tram 10 dari St Jurgan Strasse dan bahkan mengirimkan peta.  Masih juga kawatir, dia kirim email lagi akan mampir ke apartmen untuk mengantarkan petan yang lebih jelas. Sungkan merepotkan, say menjawab sore ini akan melihat tempat tram no 10 stop di St Jurgan Strasse, sehingga besuk pagi sudah hafal.

Selasa jam 9 pagi saya berangkat dari apartmen ditemani isteri yang kebetulan ikut ke Jerman. Naik tram no 10, di HBF ganti tram no 6 dan turun di Universitat Nord seperti pentunjuk Pekka. Semua lancar. Mudah karen dalam kereta ada layar kecil yang menunjukkan nama pemberhentian yang akan tiba dan juga ada suaranya. Bahkan di HBF ada penjelasan kalau disini anda dapat bertukar tram sesuai dengan tujuan.

Turun dari tram, saya mencai gedung BIBA dan drop tower yang oleh Pekka dijadikan pedoman.  Betul ketemu.  Sesuai tafsir saya terhadap petunjuk Pekka, segera saya menyeberang jalan dan masuk gedung di situ.  Namun ketika masuk, saya merasa ini bukan gedung ITB.  Apalagi tidak ada pentunjuk atau tulisan ITB di gedung itu.  Ternyata saya masih bingung juga, pada hal sudah beberapa kali ke ITB.  Tidak mau berlama-lama bingung, segera saya bertanya kepada anak muda bule yang tampak sangat ramah dan dengan bahasa Inggris yang bagus. 

Ketika saya mengatakan ingin ke ITB sepertinya dia tidak tahu.  Dengan sigap, dia mengajak saya ke ruang kerjanya dan membuka web untuk mencari ITB dan ketemu.  Ternyata saya salah menyeberang. Mestinya menyeberang ke arah gedung BIBA dan drop tower, bukan sebaliknya.  Untung ada anak muda-bule yang ngganteng, ramah dan mau membantu mencarikan di web.  Semoga Yang Maha Pemberi Pahala, memberikan balasan setimpal kepada anak itu.

Sambil berjalan menuju gedung ITB seperti yang diarahkan anak tadi, saya berpikir pastilah anak muda tadi peneliti atau paling tidak mahasiswa S3 yang sedang menyusun disertasi.  Ruang kerjanya bagus, dengan meja kerja besar gaya bule yang diatasnya banyak kertas berserakan seperti sedang mengerjakan sesuatu.  Juga tampak beberapa buku referensi dan jurnal yang beberapa diantatanya sedang terbuka.

Begitu masuk gedung ITB dan naik ke lantai 2, ada seorang ibu setengah baya, berbadan kurus dan bersuara besar menyambut kami.  Setelah memberikan salam, saya mengenalkan diri.  Dia langsung menjawab “ well, Pekka has told me about you. Let me show you Pekka’s office”.  Diantarlah saya ke ruang kerja Pekka, dan Pekka ternyata sudah menunggu dan menyambut dengan kalimat “selamat pagi”.  Memang dia bisa bahasa Indonesia, walupun tidak lancar.

Saya disarankan menggunakan ruang kerja Prof Michael Gessler, karena dia sedang di Namibia.  Hari pertama di ITB, diisi dengan diskusi bersama Pekka Kamrainen, Larisa Freund-cewek cantik-yang tahun lalu saya puji karena sendirian mengurusi seminar internasional dan beres, dan Susane Kopatz-wanita muda sedang hamil 5 bulan, sekretaris IJRVET yang sebagai reviewer saya sudah sering beremail ria tetapi baru sekali ini ketemu muka.  Topik diskusi masih bersifat umum dan belum menukik ke substansi penelitian.  Diskusi berjalan hangat diselingi kelakar, karena memang kami sudah pernah bertemu.

Tidak ada komentar: