Selasa, 05 Februari 2013

MENGANALISIS HASIL UN SMA


Tahun 2012, Unesa dan beberapa LPTK lain mendapat kesempatan melakukan analisis hasil UN SMA selama tiga tahun.  Saat itu, hasil UN 2011 “belum dapat dikeluarkan”, maka yang dianalisis adalah hasil UN tahun 2008, 2009 dan 2010.  Semua matapelajaran yang di-UN-kan dianalisis.  Tugas menganalisis melaibatkan banyak dosen dari berbagai LPTK.

Tujuan kegiatan tersebut untuk mengetahui KD (kompetensi dasar) apa yang pada umumnya tidak dikuasai siswa.  Kegiatan tersebut bertolak dari asumsi bahwa sekolah melaksanakan KTSP dengan baik.  Dengan KTSP siswa dapat pindah dari suatu KD ke KD lainnya jika telah mencapai tingkat ketuntasan tertentu.  Pola pikir ini mungkin dilandasi asumsi bahwa antara KD terdapat prasyarat.  Misalnya anak tidak mungkin dapat belajar KD-Y jika belum menguasai KD-X. 

Dengan pola pikir tersebut, tentunya siswa kelas 3 SMA yang mengikuti UN telah tuntas seluruh KD.  Namun mengapa masih banyak anak SMA yang mendapatkan skor rendah dalam UN?  Mungkinkah ada KD yang memang “sulit”, sehingga pada umumnya anak SMA tidak mampu menguasai?  Jika KD yang dianggap sulit tersebut diketahui, maka dapat dilakukan upaya agar siswa dapat menguasainya.

Analisis hasil UN dilakukan per-sekolah, per matapelajaran.  Dengan cara itu dapat diketahui di SMA tertentu, matapelajaran tertentu, KD apa yang tidak dikuasai siswa.  Dengan demikian untuk matapelajaran itu, di sekolah itu dapat dilakukan langkah-langkah untuk mengatasinya.  Tentu juga dicari agregat daerah bahkan nasional, apakah ada KD yang memang rata-rata tidak dikuasai siswa.  Indikatornya siswa salah dalam mengerjakan soal UN.

Setelah mengetahui hasil analisis, khususnya KD yang tidak dikuasai oleh siswa, peneliti mengunjungi sekolah untuk diskusi dengan guru dan siswa, apakah memang betul siswa tidak menguasai KD tersebut.  Jika betul apa sebabnya.  Tentu peneliti juga mencermati berbagai variabel yang terkait dan tidak begitu saja percaya kepada guru dan siswa.

Sebagai ketua Tim, saya bertugas memantau kegiatan tersebut di Sulawesi Selatan.  Saat diskusi dengan para peneliti dan melihat hasil analisis dokumen UN, saya terkejut.  Soal-soal yang bersifat  analisis, misalnya harus membaca dan menganalisis tabel dalam matapelajaran Kimia, Biologi dan Ekonomi dan membaca teks pada pelajaran Bahasa Indonesia, siswa siswa banyak yang salah.  Awalnya saya mengira, kejadian seperti itu hanya pada SMA yang di daerah pinggiran yang mungkin tidak punya laboratorium.  Namun ternyata terjadi di hampir semua SMA di Sulawesi Selatan.

Ketika kembali ke Surabaya dan berdiskusi dengan anggota Tim yang memantau ke daerah lain, ternyata mereka menjumpai hal yang mirip.  Pada umumnya siswa SMA kesulitan mengerjakan soal-soal yang terkait dengan analisis.  Kalau mengacu pada taksonomi Bloom, siswa hanya mencapai C3 (aplikasi) dan umumnya kesulitan pada tahap C4 (analisis) dan selanjutnya.

Data itu sangat mirip dengan amatan saya terhadap soal-soal UMPTN.  Sangat sedikit peserta UMPTN yang dapat menyelesaikan soal IPA Terpadu yang memang  dalam kategori C 5 (sintesis) dan bahkan C6 (evaluasi).   Instruktur/mentor di Bimbingan Belajar (Bimbel) juga membenarkan bahwa umumnya peserta les kesulitan dalam mengerjalan soal-soal IPA Terpadu.

Keadaan itu juga paralel dengan hasi PISA dan TIMMS.  Soal dalam PISA dan TIMMS umumnya tergolong pada C4,C5, dan C6.  Jarang ada hitung-hitungan, tetapi peserta dituntut dapat menganalisis fenomena yang diajukan.  Jadi hasil yang rendah dalam PISA dan TIMMS, kesulitan saat mengerjakan IPA Terpadu pada UMPTN, serta ketidakmampuan mengerjakan soal-soal UN yang berbentuk analisis, merupakan indikator kuat bahwa kemampuan analsisis siswa SMA kita sangat lemah.

Pada hal, berbagai studi di tingkat internasional menunjukkan bahwa kedepan yang diperlukan adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking/HOT) dan itu identik dengan taksonomi Blomm level C3 ke atas.  Itulah yang menjadi tugas para ahli pendidikan, praktisi pendidikan dan siapa saja yang peduli pada pendidikan.  Mengapa itu terjadi dan bagaimana mengatasinya.  Itu lebih penting, dari pada kita berdebat hal-hal yang kurang penting. Semoga.

1 komentar:

Esty Haryani mengatakan...

Yth. Bpk Muchlas Samani,

Perkenalkan nama saya Esty Haryani. Saya guru di salah satu sekolah menengah di KalBar yang sedang menyelesaikan master di Science Education. Saya tertarik dengan tulisan bapak ini. Jika bapak berkenan bisakah saya mendapat copy riset ttg analisis hasil UAN karena saya bermasuk untuk mengutipnya di literature review saya. Terima kasih.