Rabu, 02 Desember 2015

2 JAM 58 MENIT DI IMIGRASI JEDAH




Penerbangan kami dari Jakarta ke Jedah cukup nyaman.  Walaupun penerbangan Saudia Airlines tidak se-premium yang saya bayangkan sebelumnya, penumpang tidak penuh sehingga tidak bising.  Saya yang mendapat tempat duduk nomor 57-B akhirnya pindah menempati 4 kursi sekaligus, yaitu 58-DEFG, karena kosong.  Alhamdulillah, saya dapat tidur selonjor sangat nikmat. Saya hanya terbangun saat pesawat terkena turbolensi kecil di atas daerah India Selatan.  Begitu turbolensi selesai, saya kembali tidur selonjor dengan nyenyak.  Saya baru bangun lagi menjelang landing dan disodori makanan atau lebih tepatnya sarapan tengah malam.  Itupun dibangunkan oleh pramugari.

Pesawat landing pukul 22.45, jadi sekitar 25 menit lebih cepat dari jadwal.  Landing dengan manis dan udara malam sangat bersahabat di Jedah dengan suhu 28 derajat.  Kami turun dan langsung disongsong oleh petugas travel yang menangani rombongan. Kami dipandu untuk masuk ke ruangan imigrasi.  Sekitar pukul 23 pas kita mulai antre.  Ternyata sudah banyak yang antre dan kami diarahkan oleh petugas yang memakai gamis untuk antre di salah satu barisan.

Sambil menunggu, Pak Zaenal dari Bappenas berseloroh sambil menasehati: “kalau di Jedah antre imigrasi itu 2 jam lho”.  Kamipun tertawa, karena beberapa teman memang sudah pernah naik haji atau umrah yang masuk ke Saudi melalui Jedah. Konon ya memang seperti itu. Saya malah sudah lupa karena naik haji tahun 1997 dan ketika tahun 2013 umrah mendarat di Madinah.  Oleh karena itu saya hanya merespons pendek: “Sabar, salah sendiri hutang, jadi ya mesti ikut maunya yang menghutangi”.

Tampaknya gate imigrasi belum buka atau entah bagaimana, tetapi sampai sekitar 30 menit antrean tidak bergerak. Beberapa orang yang ante ada yang mukai duduk.  Sekali lagi Pak Zaenal nyeletuk: “Loket baru dibuka tanggal 2, jadi kita mesti menunggu melewati pukul 24.00”.  Entah itu betulan atau hanya kebetulan, ketika pukul 00 lebih sekian, antrean mulai jalan yang artinya proses pemeriksaan sudah mulai.  Jadi yang semula saya mengeluh mulailah kami agak senang.  Orang-orang yang semula antre sambil duduk, pada berdiri.

Ternyata pemeriksaan sangat lama.  Pak Rahmat Wahab dari UNY yang berada di belakang saya nyeletuk: “Satu jam hanya dapat memeriksa 4 orang, sehingga setiap orang perlu 15 menit”.  Apa betul?  Saya jadi terdorong untuk mencermati pemeriksaan.  Sungguh menarik.  Saya melihat petugas sangat santai, memeriksa sambil berkelakar dan minum kopi.  Bahkan seringkal berdiri dan meninggalkan tempat.  Atau beberapa kali ada orang lain yang mendekati dan ngobrol dengan petugas pemeriksa paspor.

Bahkan pada gate paling ujung, camera yang digunakan memfoto pendatang tangkainya lepas dan petugas sibuk membetulkan.  Sepertinya yang bersangkutan tidak bisa memasang kembali, sehingga pergi mencari bantuan.  Buktinya beberapa saat kemudian yang bersangkutan kembali dan membawa teman.  Namun teman tadi juga tidak segera dapat memasang, sehingga orang sudah siap difoto berdiri di gate itu sangat lama.

Sekali lagi entah betulan atau kebetulan anggota rombongan pertama yang dapat giliran diperiksa paspornya Pak Sutarto Hadi dari Unlam pada sekitar pukul 01an dini hari.  Ketika saya komentar: “Itu teman kita sudah dapat giliran”, Pak Zaenal nyambung: “Betul kan, kita harus menunggu 2 jam”.   Betul juga ya, Pak Sutarto Hadi harus menunggu sekitar 2 jam untuk dapat giliran pemeriksaan paspor.  Tapi itu kan baru orang pertama, sampai berapa jam semua rombongan selesai pemeriksaan imigrasi.  Bisa-bisa 4 jam.

Saya sendiri baru dapat giliran pada pukul 01.32 dini hari.  Cukup cepat, sekitar 2 menit paspor saya sudah selesai diperiksa dan saya diminta mengeprint sidik jari dan difoto.  Sungguh dalam hati saya sangat gembira dengan pikiran 3 menit sudah selesai, sehingga mirip dinegara maju.  Betapa kaget, setelah mengambil foto petugas yang menangani pemeriksaan paspor saya pergi.  Entah kemana, karena sama sekali tidak memberi tahu.  Sambil menunggu saya melihat beberapa teman yang masih antre dan dari jauh mereka berkomentar: “Benar kan, ditinggal pergi”.  Untung perginya hanya sekitar 4 menit dan begitu kembali paspor saya ditandatangani dan distempel dan diserahkan ke saya.  Jadi saya hanya perlu sekitar 6 menit, mulai menyerahkan paspor sampai menerima kembali.  Cukup cepat dan tidak seperti komentar Pak Rahmat Wabab yang mengatakan dalam satu jam hanya terproses 4 orang.

Di belakang saya, masih ada beberapa rombongan yang antre, termasuk Pak Ahmad Intan, Dirjen Belmawa.  Begitu keluar daerah pemeriksaan saya ke toilet dan setelah itu menunggu teman-teman lainnya dengan duduk di kursi bersama teman lainnya.  Pak Intan yang datang paling akhir, baru keluar dari gate pemerisaan pada pukul 01.58.  Ketika saya nyeletuk, orang terakhir baru selesai pukul 01.58, Pak Zainal kembali berkomentar: “kan masih 2 jam, karena belum sampai 3 jam”.  Saya menyahut: “Ternyata Pak Zainal itu dukun, tebakannya selalu betul”.  Pak Zainal hanya ketawa menanggapinya.  Lumayan untuk mengendorkan syaraf yang hampir kesal selama 3 jam.

Ketika beberapa teman menggerutu karena proses pemeriksaan paspor sangat lama, Mas Henry Nasution, petugas travel yang menjemput kami menjelaskan bahwa petugas yang tampak lama dalam bekerja itu karena menunggu respon dari Kedubes Saudi di Jakarta.  Setiap data yang dimasukkan dalam sistem di komputer akan diproses dan dikonfirmasi secara sistem dari server di Kedubes Saudi di Jakarta.  Jadi petugas yang tampak santai atau kadang-kadang minum kopi atau pergi itu sangat mungkin menunggu respons komputernya. 

Betulkah demikian?  Saya juga tidak tahu, tetapi dalam hati saya bertanya: :”jika memang demikian dan sudah terjadi sejak lama, mengapa sistemnya tidak diperbaiki?”.  Bukankah itu salah satu bentuk layanan publik, temasuk mereka yang umrah.  Betulkah ungkapan beberapa teman, jamaah umrah dan haji itu wisatawan yang sabar dan tidak pernah komplain karena ibadah.  Apakah dengan demikian pemerintah Saudi tidak merasa perlu memperbaiki layanan?  Bukankah Saudi merupakan negara dimana berada tempat ibadah haji dan umrah, sehingga semua umat Islam bercita-cita datang berhaji atau berumrah?  Bukankah dengan demikian Saudi Arabia seharusnya memberikan layanan yang terbaik?  Semoga.

Tidak ada komentar: