Selasa, 15 Desember 2015

KERAGAMAN GERAKAN SHOLAT



Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk membenarkan atau menyalahkan sholat seseorang, karena saya merasa tidak punya otoritas untuk itu.  Tulisan ini semata-mata ingin menceritakan ternyata gerakan sholat para jamaah di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram itu sangat beragam.  Tentu bukan gerakan utama, tetapi gerakan yang mungkin kecil dan mungkin itu yang digolongkan khilafiyah.

Ketika di Masjid Nabawi saya pernah sholat besebelahan dengan pemuda yang menurut saya sangat tampan.  Usianya mungkin belum genap 30 tahun, mengenakan gamis putih bersih, berbau parfum mahal, membasa HP Samsung bagus dan dua buku kecil.  Kami menunggu sholat Ashar dan saya melihat pemuda itu sholat sunah beberapa kali.  Ketika sholat tangannya tidak bersedekap, jadi mirip dengan yang saya lihat kebanyakan orang sholat di Iran.  Tetapi dari wajah dan pakaiannya saya menduga pemuda itu dari Arab dan bukan Iran.  Di tengah-tengah sholat dia beberapa kali mengangkat tangan untuk berdo’a. Tentu saya tidak tahu do’a yang diucapkan. 

Bagi yang bersedekap, ternyata posisi tangan mereka juga beragam.  Ada yang sedekapnya di tengah-tengah, tetapi juga ada yang sangat tinggi, sehingga posisi lengan tangan tidak datar.  Ada juga posisi telapak tangannya yang di tengah-tengah, tetapi juga ada yang agak ke kanan, sepertinya dipaskan dengan posisi hati.  Namun juga ada yang agak di atas, sehingga mungkin di atas posisi hati.  Ada juga yang posisi sedekapnya agak ke bawah, sehingga terkesan mengantung dan santai.

Posisi kaki saat duduk tahiyat akhir ternyata juga sangat beragam.  Pengamatan saya, ada yang sepertinya lazimnya jamaah di masjid Tenggilis-kampung saya, yaitu ujung telapak kaki kiri diletakkan di bawah kaki  kanan, sementara telapak kaki kanan seakan jinjit.  Ada pula yang telapak kaki kiri diduduki dan posisi ujung kali kanan datar ke kanan.  Ada yang posisi kedua telapak kakinya, kiri dan kanan seperti posisi kaki kanan jamaah di masjid Tenggilis.  Bahkan ada posisi duduknya seperti orang “jigang”.

Ketika sholat dalam posisi berdiri, ada yang sedekap dengan tenang dan ada yang berkali-kali mengelus jenggot, membetulkan gamis bahkan seperti mencari sesuatu di saku. Yang tidak bersedekap juga ada yang tenang, tetapi ada yang sambil mengayun-ayunkan kedua tangannya dan juga ada yang sambil membetulkan gamis atau bahkan ada yang mungkin celana kurang enak sehingga harus dibetulkan posisinya.

Ketika sholat subuh di Masjidil Haram saya bersebelahan dengan seseorang tinggi besar, berkulit hitam, mengenakan gamis dan tampaknya sangat ramah.  Mungkin tingginya sekitar 2 meter.  Ketika saya datang, beliau sudah disitu dan duduk di atas sajadah. Nah waktu sholat, seperti beliau kesulitan untuk sujud atau entah bagaimana.  Yang jelas waktu saya sujud, beliau justru melangkah ke depan kira-kira posisi kakinya di tengah-tengah sajadah, terus duduk dan sujudnya seperti kita waktu sholat sambil duduk.  Ada juga jamaah yang sholat membawa kursi, waktu posisi berdiri yang berdiri tetapi waktu posisi rukuk dan sujud dia sambil duduk di kursinya.

Posisi telunjuk tangan kanan saat tahiyat akhir juga beragam.  Saya melihat semuanya memposisikan jari telunjuk seperti menunjuk.  Hanya saja, ada yang mulai awal duduk tahiyat akhir jari telunjuk sudah dibuat seakan menunjuk sesuatu sampai selesai.  Ada yang hanya menunjuk sebentar terus diturunkan seperti jari lainnya.  Ada yang saat menunjuk jari telunjuk itu digerak-gerakan dan ada yang tidak.  Ada yang saat menunjuk posisi jari telunjuk lurus, tetapi juga ada yang setengah menunduk.

Dengan melihat keragaman untuk hal-hal kecil tetapi kesamaan untuk hal-hal pokok, rasanya dapat menguatkan kita untuk membangun kebersamaan. Kita lebih mengutamakan persamaan hal-hal yang pokok dan mentoleransi keberagaman untuk hal-hal kecil yang bukan utama.  Dengan demikian kita dapat membangun kebersamaan yang lebih holistik.  Semoga apa yang saya lihat menguatkan hati akan kebenaran yang pokok sekaligus memahami perbedaan hal-hal yang kecil.

Tidak ada komentar: